Indonesia, Jordi Amat dan Sandy Walsh  adalah dua  Warga Negara Asing (WNA)  yang mengangkat sumpah untuk menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) pada tanggal 17 November 2022.
JAKARTA. Demi memajukan sepakbola diNaturalisasi WNA Â menjadi WNI untuk memajukan sepakbola Indonesia tidak kali ini saja. Menimbulkan pertanyaan apakah sudah terbukti manfaatnya?
Dikutip dari Bola.com, hingga setahun yang lalu (24 November 2022) sudah tercatat 35 (tiga puluh lima) orang pemain bola WNA Â diambil sumpah menjadi WNI, yakni:
Arnol van der Vin; Kim Jeffrey Kurniawan; Â Mahamadou Al Hadji; Â Bio Paulin; Tonnie Cusell; Jhonny van Beukering; Ruben Wuarbanaran; Diego Michelis; Guy Junior; Cristian Gonzales; Greg Nwokolo; Â Stefano Lilipaly; Herman Dzumafo; Â Godstime Ouseloka Egwuatu; Cristian Alejanro; Â Fabiano Beltrame; Esaiah Pello Benson; Fassawa Camara dan Sackie Teah Doe.
Nama lainnya adalah: Â Bruno Casimir; Mamadou Diallo; Zoubairou Garba; Mufilutau Opeyemi Ogunsola; Silvio Escobar; Ezra Walian; Ilija Spasojevic; Beto Goncalves; Otavio Dutra; Marc Klok; Sergio van Dijk; Osas Saha; Raphael Maitimo; OK John; Esteban Vizcarra; dan Victor Igbonefo.
Dikutif dari Bola.com: "Sejauh ini hanya segelintir nama pemain naturalisasi yang terbilang moncer di Timnas Indonesia. Sebut saja Cristian Gonzales, Raphael Maitimo, Stefano Lilipaly, Beto Goncalves, hingga Victor Igbonefo yang belakangan jasanya selalu dibutuhkan pelatih Shin Tae-yong".
Sementara itu, jumlah naturalisasi pemain PSSI tersebut  tidak seberapa dibandingkan dengan jumlah WNI yang memilih naturalisasi menjadi Warga Negara Asing (WNA), termasuk menjadi Warga Negara Singapura. Tercatat ratusan hingga ribuan orang setiap tahun dalam 15 tahun terakhir.
Sama dengan fenomena Jordi Amat dan Sandy Walsh  dan kawan kawan, naturalisasi warga negara oleh sebuah negara, tentunya menyimpan agenda kepentingan negara pemberi naturalisasi tersebut.
Jordi Amat dan Sandy Walsh  diterima sebagai WNI agar Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) mendapat suntikan pemain handal sehingga dapat mengalahkan negara lain sebagai lawan tanding dalam kejuaraan setingkat Asia hingga dunia.
Di sisi lain, naturalisasi WNI oleh negara lain tentunya juga menyimpan kepentingan bagi negara bersangkutan.
Seperti pelajar kita di Singapura yang cerdas dan pandai, kini semakin banyak yang mendapat tawaran hingga menerima sebagai Warga Negara Singapura.
Kontradiktif dengan hal ini, Singapura memiliki kepedulian yang sangat tinggi terhadap warga negaranya di Indonesia.
Sebagai contoh, sebuah perkawinan antar bangsa, suami seorang warga negara Singapura, dan istri seorang WNI, sedang anak-anaknya yang masih kecil memiliki warga negara Singapura ikut ibunya dan bersekolah di Indonesia.
Ternyata, anak tersebut di samping akan menerima sejumlah uang dari Pemerintah Singapura, juga mendapat pengawasan ketat tentang sekolahnya di Indonesia.
Berkali-kali sekolah tempat pendidikan anak tersebut dihubungi Pemerintah Singapura demi ingin mengetahui perkembangan anak tersebut.
Singapura yang dalam peta dunia hanya sebuah titik, sehingga tidak terlihat pada "globe" atau bola dunia, secara faktual tidak memiliki kekayaan alam, dan juga bukan negara industri, tetapi mampu menjadi salah satu negara makmur berpendapatan tinggi karena ditunjang sumber daya manusianya yang berkualitas.
Melalui kemampuan sumber daya manusianya menciptakan mata rantai semu perdagangan dan industri dunia, menyebabkan mereka ikut menikmati rente ekonomi negara lain, yang sesungguhnya menguntungkan negaranya, tetapi merugikan negara lain.
Di sini berlaku apa yang disebut dengan "zero sum game".
Kondisi ini menempatkan Singapura sebagai negara yang menyadari betul bahwa kekayaan negaranya yang sesungguhnya adalah warga negaranya.
Sehingga mereka berdaya upaya untuk mendapatkan warga negara berkualitas, meskipun melalui naturalisasi warga negara lain di sekitarnya, termasuk dari Indonesia.
Hal ini dipengaruhi pula oleh pertumbuhan penduduknya yang rendah, dan meningkatnya presentasi penduduk jompo, yang apabila dibiarkan akan melemahkan keberadaan negara Singapura secara perlahan-lahan.
"Brain drain" sumber daya manusia negara sekitar menuju Singapura sesungguhnya dapat dipandang sebagai pelemahan secara perlahan kapasitas produksi negara sekitar oleh Singapura, sehingga dapat ditengarai rantai produksi dan perdagangan yang menghasilkan nilai tambah di negara sekitar Singapura akan semakin pendek, yang berarti nilai tambah yang terbentuk oleh aktivitas produksi akan berkurang.
Selanjutnya apabila Singapura dengan penduduknya yang berkualitas mampu menciptakan mata rantai semu perdagangan dan industri regional maka rente ekonomi akan mengalir ke Singapura.
Mungkin karena penduduk Indonesia yang cukup banyak, nomor 4 terbanyak setelah China, India, dan Amerika Serikat, maka Pemerintah Indonesia masih tergolong agak abai terhadap "brain drain" WNI berkualitas melalui proses naturalisasi menjadi warga negara lain.
Mungkin pula karena dininabobokan oleh adanya kekayaan alam yang melimpah, menyebabkan masyarakat Indonesia masih terlihat kurang peduli terhadap fakta semakin maraknya naturalisasi WNI menjadi warga negara Singapura.
Padahal, kekayaan alam sesungguhnya tidak terlalu berarti untuk menyejahterakan masyarakat apabila tanpa didukung sumber daya manusianya yang berkualitas
Membiarkan situasi dan kondisi ini terus berlanjut, sesungguhnya Indonesia sedang mengabaikan warga negaranya sebagai kekayaan negara yang sesungguhnya.
Tidak ada kata terlambat, sudah seharusnya masyarakat Indonesia meningkatkan kualitas pendidikan di dalam negeri agar mengurangi minat sekolah di luar negeri, mengikat pelajar yang berkualitas di luar negeri melalui beasiswa, dan membuka peluang se-luas-luasnya untuk berkiprah di tanah air bagi lulusan luar negeri melalui penciptaan iklim investasi yang lebih kondusif di tanah air.
Dengan demikian, naturalisasi bagi warga negara asing yang memang betul-betul membawa manfaat bagi Indonesia di berbagai bidang profesi, termasuk profesi pemain sepakbola, patut dikembangkan.
Disertai pengembangan  mekanisme seleksinya, agar kasus naturalisasi pemain sepakbola selama ini yang kurang berhasil tidak terulang lagi.
Sebaliknya, pelepasan WNI menjadi WNA harus dicegah melalui membangun perasaan beruntung dan bangga menjadi WNI.  (S.Sumas / sugiarto@sumas.biz).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H