hukum oleh jenderal bintang dua  FS telah mencemari citra Kepolisian Republik Indonesia. Bagaimana tidak, seorang pemimpin, apalagi petinggi kepolisian, dan juga seorang petinggi penegak hukum, malahan melanggar hukum secara berjemaah bersama jajarannya, sehingga tidak berintegritas dan tidak menunjukkan keteladanan sebagai Pemimpin Kepolisian.
BALI. Kasus pelanggaranPerhatian publik terhadap kasus ini sangat besar. Selama 2 bulan terakhir,  kasus ini memenuhi ruang publik. Terungkap berbagai kekhawatiran tentang objektivitas penanganan kasus ini. Intinya,  masyarakat berharap agar Pemimpin Kepolisian dapat  menangani kasus ini  secara berintegritas, sehingga tercipta  Pemimpin Kepolisian  teladan bagi masyarakat.
Dalam hal ini, Integritas adalah ekspresi perilaku dari batin yang baik, sedangkan keteladanan merupakan ekspresi sikap yang baik. Oleh karena itu, apabila seorang Pemimpin memiliki karakter (perilaku) integritas (yang baik), maka dia akan menjadi teladan bagi orang-orang yang dipimpinnya.
Setidaknya terdapat 6 karakter seorang Pemimpin, yaitu: integritas (integrity) berada pada urutan pertama, disusul motivasi (motivation) di urutan kedua; kapasitas (capacity) di urutan ketiga; pemahaman (understanding) di urutan keempat; pengetahuan (knowledge) di urutan kelima dan pengalaman (experience) pada urutan ke enam.
Masing-masing karakter memiliki hubungan satu sama lain dalam bentuk ungkapan sebagai berikut: "Tanpa integritas, motivasi menjadi berbahaya; tanpa motivasi, kapasitas menjadi tak berdaya; tanpa kapasitas, pemahaman menjadi terbatas; tanpa pemahaman, pengetahuan tidak ada artinya; tanpa pengetahuan, pengalaman menjadi buta"
Sesuai dengan urutan karakter di atas, urutan karakter terendah adalah pengalaman, sebab pada dasarnya pengalaman adalah mudah untuk menyediakan dan cepat dimanfaatkan dengan baik oleh seseorang dengan kualitas apa pun.
Sebaliknya, urutan karakter tertinggi adalah integritas, Â merupakan gambaran dari karakter (perilaku) seseorang di setiap waktu. Bahkan integritas merupakan kompas yang mengarahkan perilaku seseorang. Sehingga, integritas merupakan karakter yang sangat diperlukan seorang Pemimpin agar menjadi teladan orang-orang yang dipimpinnya.
Dalam struktur pemerintahan di Indonesia, kecuali Presiden Republik Indonesia yang terpilih dalam Pemilihan Umum, maka semua Aparatur Sipil Negara (ASN), termasuk Polisi,  adalah pembantu presiden  yang  dalam jabatan apa pun akan berperan ganda sebagai Pemimpin sekaligus sebagai sosok seorang Staf.
ASN selaku Pemimpin, tentunya harus memiliki karakter integritas agar menjadi teladan Stafnya. Sedangkan, ASN selaku Staf, harus meneladani karakter integritas  pemimpinnya. Sehingga  Staf tinggal meneladani agar dirinya memiliki karakter berintegritas yang sama.
Kesulitan Staf muncul, apabila Pemimpin yang harusnya diteladani, ternyata hipokret (tidak berintegritas), yakni munafik, tidak satunya kata dengan perbuatan, yang ditandai dengan pelanggaran terhadap hukum atau ketentuan per undang-undangan yang berlaku.
Dalam kondisi seperti ini, Staf wajib mengingatkan secara lisan kepada pemimpinnya, sebab ada kemungkinan Pemimpin lupa atau lalai untuk mematuhi hukum dan ketentuan peraturan per Undang-undangan yang berlaku. Termasuk Kode Etik Profesi masing-masing.
Tetapi, apabila pandangan / sikap perilaku Pemimpin tidak berubah, maka Staf perlu menyampaikan secara tertulis posisinya, mulai dari pandangan / sikap Staf yang berbeda dengan Pemimpinnya, hingga keluar dari sistem permanen yang ada. Entah minta pindah ke unit lain, atau mengundurkan diri. Hal ini, tentunya sangat situasional dan perlu pertimbangan matang.
Lebih dari pada itu, pelanggaran oleh Pemimpin dapat saja langsung dilaporkan kepada aparat pengawasan / penegak hukum, seperti pelanggaran terhadap tata kelola pemerintahan yang baik dilaporkan kepada Komisi Aparatur Sipil Negara. Pelanggaran dalam bentuk korupsi dilaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).Â
Pelanggaran berupa tindak pidana umum dilaporkan kepada kepolisian. Pelanggaran Kode Etik dilaporkan kepada atasannya atasan atau Komisi Kode Etik Profesi.
Tindakan Staf untuk melaporkan pelanggaran oleh Pemimpinnya tentunya bersyarat dan memerlukan pertimbangan matang, yakni di satu pihak hanya jika Staf meyakini betul bahwa Pemimpin betul-betul melakukan pelanggaran, di pihak lain hanya jika aparatur pengawas / penegak hukum betul-betul menerapkan tata kelola pemerintahan yang baik, atau tidak ada potensi pelanggaran hukum oleh penegak hukum itu sendiri.
Manakala Staf tidak betul-betul meyakini dua syarat di atas secara utuh, sebaiknya tidak melaporkan pelanggaran oleh Pemimpinnya kepada siapa pun, karena laporan yang disampaikan akan sangat mungkin tidak ditindaklanjuti oleh Aparatur Pengawas / Penegak Hukum, dan Staf pasti akan merugi dalam kondisi ini karena akan tidak disukai Pemimpin yang dilaporkannya.
Berdasarkan kondisi di atas, maka menjadi terang benderang bahwa  aparat pengawas / penegak hukum yang berintegritas di segala tingkatan organisasi  merupakan faktor kunci dan menjadi muara tata kelola pemerintahan yang baik. Selanjutnya integritas akan diteladani dan menjadi perilaku masyarakat. Kehidupan masyarakat menjadi teratur dan harmonis. Kehidupan masyarakat Indonesia akan adil dan Makmur.
Di sinilah urgensi  Pemberhentian Tidak Dengan Hormat  (PTDH) terhadap Irjen FS dan penjatuhan vonis hukuman setimpal dalam peradilan nanti, merupakan pertaruhan dalam mengembalikan citra Pemimpin Kepolisian yang memiliki karakter integritas dan keteladanan. Semoga. (S.Sumas / sugiarto@sumas.biz / 09052015)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H