"Cupu Manik Astagina" (Rudy Rianto) perlambang "critical conditions" Indonesia, ini "prolog" Kebangkitan Agama dan Spiritualisme yang bersemi di Bumi Pertiwi, dan terprogram sebagai pondasi Peradaban Milenium.
Saya menulis tentang "Kebangkitan Agama-agama dan Spiritualisme", yang ditanggapi oleh Mas Rudy dengan pertanyaan: "Intisarinya yang "cupu manik astagina" di urutan mana, yak ?" Saya baru sadar bahwa tulisan tersebut sebenarnya analog dengan kisah Ramayana episode "Rahwana lawan Rama di Alengka". Seyogyanya ini didahului oleh episode "Cupu Manik Astagina" sebagai "Prolog.", yaitu gambaran "critical conditions" menjelang "Pencerahan" (Kebangkitan). Urutan ini merupakan kenyataan yang berlaku bagi "homo sapiens", baik sebagai pribadi ataupun masyarakat. Tahapan proses ini juga dialami oleh Nabi Ayub a.s. dan Nabi Muhammad SAW, bahkan oleh para Sufi seperti Imam Al-Ghazali.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Wa'alaikumussalaam Wr. Wb.
Terimakasih atas penjelasannya.
Cupu Manik Astagina dari kata Sufu man istignaa.
Sufu /sufi /sofa = mengetahui petunjuknya sifat
man = siapa yang
istigna = Maha Kaya.
Saya kira cupu itu wujudnya ilmu yang menurut qisotnya dimiliki oleh Resi Gotama. Yaitu ilmu yang memahami petunjuknya sifat Kalaamullah sehingga mengetahui dengan jelas siapa Yang Maha Kaya.
Saya menemukan satu ayat yang mendekati qisot itu, yaitu QS 2:65
"..... kamu mengetahui (dengan ilmu) tentang tingkah-lakumu, yang melanggar janji (wujudnya janji itu ilmu /pemahaman) diantara kamu dalam waktu yang sudah ditetapkan (menggunakan istilah hari Sabat /Sabtu) maka kami berfirman (wujudnya petunjuknya Kalaam) kepada mereka bahwa mereka itu (yang dimaksud "mereka" adalah tingkah-laku kita yang mengabaikan pemahaman /ilmu) hukumnya adalah kera yang hina."
Mengetahui diperebutkan anak-anaknya, Cupu itu dibuang (dilontarkan sejauh-jauhnya) oleh Resi Gotama.
Tempat jatuhnya Cupu menjadi danau. Danau itu air, air itu mengibaratkan ilmu. Makin banyak air, makin sulit menjadi najis. Makin banyak ilmu makin sulit marah, makin sulit tersinggung, makin sulit untuk nyombong.
Mengira bahwa cupu itu jatuh ke danau, Sugriwa dan Subali yang tampan nyilem.
Kitapun menyelami ilmu sekedar mencari cupu, yaitu sesuatu yang kita sangka sangat berharaga namun kita tidak mengenalnya.
Ketika keluar dari air, keduanya menjadi kera.
Setelah menyelami ilmu, baru kita tahu (dari petunjuknya Kalaam) bahwa kita ini tidak pantas bangga dan tidak pula patut dibanggakan.