Apakah Anda ingin awet muda? Bergeraklah secepat cahaya!
Ini merupakan fakta sains. Sayangnya tips tersebut tidak bisa dilakukan oleh obyek 'seberat' kita. Ada dua penghalang serius yang masuk akal. Pada kecepatan mendekati kecepatan cahaya, energi yang didapat oleh partikel-partikel penyusun tubuh kita menjadi luar biasa besarnya dan sanggup melepaskan dari keterikatannya. Akhirnya tubuh kita pun buyar berantakan. Kedua, ada kendala kelembaman. Pada kecepatan mendekati kecepatan cahaya, massa benda yang dipahami awam sebagai 'berat' benda juga akan meningkat. Misalnya kecepatannya dinaikkan menjadi 99.999% kecepatan cahaya, massa setiap partikel menjadi 70.000 kali semula. Artinya benda cenderung lebih lembam atau sulit bergerak. Dibutuhkan energi yang luar biasa besarnya oleh benda masif pada kecepatan cahaya.
Karena itu hanya partikel-partikel cahaya atau foton-foton yang sanggup melakukannya.
Tapi, bagaimana mungkin foton merupakan benda yang tidak berumur? Bukankah dikatakan bahwa cahaya menempuh sejumlah waktu untuk mencapai kita? Bahkan sains juga memberitahu kita bahwa foton-foton dari cahaya matahari tiba terlambat di retina mata. Oleh karena jauhnya jarak yang terbentang, maka matahari yang kita lihat adalah matahari delapan menit yang lalu.
Kita juga tahu bahwa butuh waktu jutaan sampai miliaran tahun supaya cahaya bintang-bintang yang jauh itu sampai ke bumi. Artinya cahaya sudah berulang tahun jutaan hingga miliaran kali sebelum singgah di bumi. Jelas-jelas kita memberi label umur sekian untuk cahaya tersebut bukan?
Sebelum kita membahas lebih lanjut, mau tidak mau kita mengintip isi makalah Albert Einstein yang dipublikasikan pada tahun 1905 di majalah Annalen der Physik edisi 18:639-641. Dalam Bahasa Jerman berjudul "Ist die Trägheit eines Körpers von seinem Energiegehalt abhängig?" yang jika diterjemahkan berbunyi "Apakah kelembaman benda tergantung dari kandungan energinya?" Makalah tersebut kelak dikenal sebagai Teori Relativitas Khusus. Silahkan klik link ini:
http://www.fourmilab.ch/etexts/einstein/E_mc2/www/
Teori Relativitas Khusus didasarkan atas salah satu postulat terpenting abad ini: kecepatan cahaya di ruang hampa sebesar 300.000 km/detik adalah nilai universal yang absolut, tidak memandangi gerak sumber cahaya maupun gerak pengamat yang mengukurnya.
Kalau kecepatan cahaya dianggap absolut, lalu dimana relativitasnya? Relativitasnya terjadi pada waktu, ruang dan massa. Artinya, bertentangan dengan akal sehat kita sehari-hari yang menyimpulkan bahwa waktu itu absolut, maka Einstein mengatakan tidak ada waktu yang mutlak.
Ironisnya, sekalipun 'panjang' sebagai unsur ruang dan "waktu" bersifat relatif, tetapi kecepatan cahaya ternyata bersifat mutlak. Kecepatan cahaya adalah konstanta universal. Biar bagaimanapun kecepatan wahana atau pengamat, laju merambatnya cahaya selalu 300.000 km/detik. Pada kecepatan mendekati kecepatan cahaya maka ruang menciut, massa bertambah tapi waktu melentur.
Kenapa waktu harus melentur?. Saya tidak berkata bahwa alam semesta wajib tunduk pada hukum relativitas tapi Einstein menemukan bahwa alam semesta memang berperilaku seganjil itu pada kecepatan mendekati kecepatan cahaya.
Demi menjaga kekonstanan kecepatan cahaya, dimensi waktu akan memanjang pada saat dimensi ruang memendek. Dengan cara itu kecepatan cahaya selalu bernilai sama. Artinya kalau terjadi kontraksi alias pemendekan dalam "panjang" partikel maka pada saat itu akan terjadi dilatasi, pemanjangan, pelenturan atau pemalaran waktu. Pemanjangan waktu berarti waktu melambat. Demikian sebaliknya.
Nah, salah satu rumus yang dikembangkan dari teori relativitas itu adalah yang sebagai berikut:
t1 = t0 / akar kuadrat (1- (v^2/c^2)
t0 adalah waktu yang dialami benda diam, yang tidak bergerak
t1 adalah waktu yang dialami benda yang bergerak
v adalah kecepatan benda tersebut
c adalah kecepatan cahaya
Pada kecepatan biasa, misalnya pada pesawat yang bergerak dengan kecepatan suara
masih belum terlihat dampaknya.
Mari kita asumsikan ada dua bayi yang masing-masing berumur 0 tahun, 0 bulan, 0 hari. Alias baru dilahirkan. Bayi yang satu berdiam di bumi. Bayi ini kita sebut saja Abu. Sedangkan bayi yang lainnya, namanya kita sebut saja Ali, diterbangkan ke ruang angkasa dengan kecepatan tinggi. Untuk Abu, selang waktunya adalah t0 dan untuk Ali selang waktu yang dialaminya adalah t1.
Misalkan untuk 100 tahun lama waktu yang dialami Abu yang berdiam di bumi, maka akan kita nyatakan sebagai berikut:
t0= selang waktu Abu yaitu 100 tahun
t1= selang waktu Ali, nilainya akan kita ubah sesuai kecepatan pesawat Ali
v=asumsi kecepatan pesawat Ali
c= kecepatan standar cahaya, 300.000 km/detik
Pada kecepatan yang makin tinggi, mendekati kecepatan cahaya, akan didapat waktu yang dilakoni Ali berturut-turut sebesar berikut:
pada saat v= 0,8c ——-> t1 = 60 tahun
0,9c ——-> t1= 43,6 tahun
0,95c ——> t1 = 31.2 tahun
0,99c ——> t1 = 14,1 tahun
0,999c —–> t1 = 4,48 tahun atau 4 1/2 tahun alias 4 tahun 6 bulan
Lihat pada angka terakhir! Pada selang waktu 100 tahun sebagaimana yang diukur Abu di bumi, Ali hanya menganggapnya hanya  4 tahun 6 bulan. Bukan lagi 100 tahun. Saat Abu sudah berumur 100 tahun, Ali baru berumur 4 tahun enam bulan. Berarti si Ali hemat umur 95 tahun 6 bulan. Wow...
Jika dinaikkan kecepatannya maka selang waktu menjadi semakin kecil, sampai mendekati nol. Bayangkan kalau Ali bergerak pada kecepatan cahaya. Ali bukan saja menjadi Peterpan yang tetap muda selamanya, tapi karena baru berangkat pada umur 0 hari, maka Ali tetap berumur 0 hari juga.
Maka nilai v^2/c^2 menjadi 1, sehingga akar kuadrat terhadap nol bernilai tak terhingga!
Artinya bahwa bila Ali bergerak dengan kecepatan cahaya, ia akan sama sekali tidak berumur alias tidak menghabiskan sedetikpun waktu! Untunglah rumus ini tidak mengijinkan kecepatan di atas kecepatan cahaya sebab nilainya menjadi tak masuk akal. Coba saja.
Itulah dilatasi waktu. Waktu melentur pada kecepatan mendekati kecepatan cahaya.
Jadi walaupun kita yang diam di bumi ini merasakan bahwa cahaya bintang itu butuh waktu bermilyar-milyar tahun sampai ke bumi, tapi bagi foton-foton cahaya yang melesat itu sendiri selang waktunya hanya nol detik.
Sebagai catatan, cahaya dilahirkan saat usia semesta baru mencapai sekitar 300 ribu tahun. Waktu, yang merupakan komponen keempat dari bangunan manunggal ruang-waktu alam semesta ini lahir jauh hari sebelumnya. Yaitu sekitar 13, 2 sampai dengan 13,7 miliar tahun yang lalu.
Anda masih ingin abadi? Menjelmalah sebagai foton dalam keabadian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H