Untuk Galtung, ada harmoni kepentingan antara inti dari pusat bangsa dan pusat di negara pinggiran; kurangnya keselarasan kepentingan di dalam negara pinggiran daripada di dalam negara pusat dan ketidakharmonisan kepentingan antara pinggiran bangsa pusat dan pinggiran negara pinggiran
(Galtung, 1971: 83).
D. HEGEMONI
Menurut Galtung, mekanisme dasar imperialisme struktural berkisar pada dua bentuk interaksi, 'vertikal' dan 'feodal'.
Prinsip interaksi 'vertikal' menyatakan bahwa hubungan bersifat asimetris; bahwa aliran kekuasaan adalah dari negara yang lebih maju ke negara yang kurang maju, sementara manfaat dari sistem mengalir ke atas dari negara-negara kurang berkembang ke negara-negara pusat.
Prinsip interaksi 'feudal' menyatakan bahwa ada 'interac-tion sepanjang jari-jari, dari pinggiran ke pusat hub; tetapi tidak di sepanjang tepi, dari satu negara pinggiran ke yang lain '(Galtung, 1971: 89).
E. TEORI KRITIS
Sebagaimana yang telah dirumuskan kembali oleh Habermas, Teori Kritis bukanlah teori 'ilmiah' karena dikenal luas oleh publik akademis di masyarakat kita. Habermas menggambarkan Teori Kritis sebagai metodologi yang berdiri dalam ketegangan dialektis antara filsafat dan sains (sosiologi).
Teori Kritis adalah Ideologi-Kritik (Critical-Ideology), yang merupakan refleksi diri untuk membebaskan pengetahuan manusia dan teori kritis adalah kemampuan seseorang yang memandang masalah dari perspektif lain dan orang yang kritis tidak takut pada kekuasaan. Berpikir kritis muncul karena ada keinginan untuk menciptakan kebebasan, keadilan yang setara.
F. PUBLIK SPHERE
Diskusi tentang ruang publik, dimulai dengan pendapat Jurgen Habermas pada tahun 1962 dalam tulisannya yang kemudian diterjemahkan pada tahun 1997 berjudul The Structural Transformation of The Public Sphere.