Excecutive Summary
Tidak bisa dipungkiri, bila ciri "caring" keperawatan lambat laun berpotensi tergerus. Hal tersebut disebabkan oleh beban kerja perawat yang justru lebih banyak melakukan tindakan-tindakan non-keperawatan dibandingkan tindakan asuhan keperawatan yang didasarkan caring. Beban kerja yang tinggi pada perawat dapat mengakibatkan keletihan, kelelahan yang menyebakan menurunnya perilaku caring, hilangnya empati dan respon kepada klien serta kemunduran dalam penampilan kerja.
Faktanya tidak sedikit perawat yang lebih dominan melakukan tugas administratif, transportasi pasien dan pelimpahan tugas cure (bukan care). Belum adanya turunan jelas tentang detail pelaksanaan tugas berdasarkan pelimpahan wewenang baik secara mandat dan delegasi pada Undang-Undang no.38 tahun 2014 tentang Keperawatan menyebabkan resiko perawat lebih banyak melakukan tindakan-tindakan delegatif bersifat cure daripada care pada pasien, bila tidak terporsikan dengan baik/ideal.
Oleh karena tersebut, saya sebagai penulis ingin mengajak para pembaca untuk merefleksikan kembali tentang pentingnya caring sebagai ciri yang tidak boleh "luntur", melalui beberapa upaya dan rekomendasi kebijakan untuk menjawab permasalahan tersebut.
Konteks dan Urgensi Masalah
Pelayanan keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan professional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, dimana didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan yang ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat baik sehat maupun sakit (RI, 2014). Perawat dalam melakukan pelayanan keperawatan, didasarkan pada filosofi keperawatan, filosofi keperawatan adalah cara pandang dunia keperawatan mengenai fenomena yang menjadi perhatian dalam disiplin ilmu keperawatan dan mengenai nilai yang dianut perawat dalam melaksanakan tindakan keperawatan (Fawcett, 2005).
Filosofi keperawatan terdiri dari tiga unsur utama, yang dimana hal-hal tersebut menjadi keyakinan dan proses berpikir kritis dalam pengembangan ilmu keperawatan, ketiga unsur tersebut adalah human, holism, dan care. Dari ketiga unsur tersebut, diyakini bahwa manusia sebagai pusat dari asuhan keperawatan dan care/caring sebagai landasan dalam asuhan keperawatan (Nursalam, 2008). Caring merupakan hal penting yang harus dimiliki atau dilakukan oleh perawat dalam melakukan asuhan keperawatan guna terciptanya kepuasan pasien.
Namun tidak dipungkiri, bila ciri caring keperawatan ini lambat laun mulai tergerus. Hal tersebut disebabkan oleh keadaaan dimana beban kerja perawat yang justru lebih banyak melakuakan tindakan-tindakan non-keperawatan, dibandingkan tindakan asuhan keperawatan yang didasarkan pada caring. Tindakan-tindakan non-keperawatan yang justru dominan dilakukan perawat diantaranya adalah, tugas administratif, transportasi pasien dan pelimpahan tugas cure (bukan care).
Berdasarkan penelitian, nyatanya memang terdapat hubungan yang signifikan antara beban kerja dengan pelaksanaan perilaku caring perawat pelaksana. Beban kerja yang tinggi pada perawat pelaksana dapat menyebabkan keletihan, kelelahan yang berakibat pada menurunnya perilaku caring, yang dapat dilihat dari hilangnya empati dan respon kepada klien serta kemunduran dalam penampilan kerja (Juliani, 2009). Penelitian di Afrika Selatan, menemunkan bahwa 46,3% dari waktu perwat professional dihabisakan untuk tugas-tugas non keperawtan dalam Sembilan jam shift (Mellawani, 2017).
Dalam 20 tahun terakhir, sebagian besar petugas kesehatan terutama perawat menghabiskan lebih banyak waktu untuk menulis dokumentasi atau catatan medis daripada menerapkan komunikasi terapeutik pada pasien ataupun keluarganya (Baumann, Baker, & Elshaug, 2018). Padahal perawat adalah seorang profesional yang melakukan pelayanannya dengan memberikan asuhan keperawatan langsung kepada pasien melalui interaksi yang didasarkan caring.
Namun faktanya perawat masih dituntut untuk melakukan beberapa beban kerja keterampilan non-keperawatan tidak terkait yang mengakibatkan keterbatasan waktu mereka untuk berkomunikasi dengan pasien (Wilbanks et al., 2018). Â Padahal, caring adalah suatu esensi yang didasarkan pada nilai-nilai kebaikan melalui kejujuran, kepercayaan, dan niat baik yang tujuannya memberikan asuhan fisik, perhatian emosi sambil meningkatkan rasa aman dan keselamatan klien.
Perilaku caring perawat akan menolong klien meningkatkan perubahan positif dalam aspek fisik, psikologis, spiritual, dan sosial (Alligood, 2014). Oleh karena tersebut, saya sebagai penulis ingin mengajak para pembaca untuk merefleksikan kembali tentang pentingnya caring pada praktik keperawatan dalam meningkatkan perubahan positif guna kesembuhan pasien, dimana hal tersebut merupakan ciri dari profesi keperawatan yang tidak boleh "luntur", apapun alasannya.
Kebijakan yang ada
Beberapa kebijkan yang telah ada sebenarnya sudah memberikan keterkaitan tentang asuhan keperawatan yang tak lepas daripada "caring". Undang-undang No.38 tahun 2014 tentang Keperawatan, menjelasakan bahwa dalam menyelenggarakan praktik keperawatan, perawat bertugas sebagai pemberi asuhan keperawatan, penyuluh dan konselor bagi klien, Â pengelola pelayanan keperawatan, peneliti keperawatan, pelaksana tugas berdasarkan pelimpahan wewenang dan/atau pelaksana tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu.
Namun sampai saat ini, Â belum adanya turunan lebih jelas tentang detail pelaksana tugas berdasarkan pelimpahan wewenang yang didalamnya terdapat pelimpahan tugas secara mandat dan delegasi. Hal tersebut menyebabkan resiko perawat lebih banyak melakukan tindakan-tindakan delegatif bersifat cure daripada tindakan asuhan keperawatan yang bersifat care pada pasien, apabila tidak terposrikan dengan baik/ideal.
Oleh karena tersebut perlu adanya turunan mengenai batasan-batasan yang jelas, terkait pelaksana tugas berdasarkan pelimpahan wewenang dari tenaga medis pada tenaga keperawatan yang jangan sampai justru mengurangi kesempatan perawat dalam melakukan asuhan keperawatan yang didasarkan pada caring.
Kemudian pada PMK RI No.33 tahun 2015 menjelaskan terkait analisis beban kerja, standar minimal dan analisis kerja, awalnya kebijakan ini merupakan kebijakan yang dapat menjadi angin segar dalam menjawab "ambiguitas" pada UU no.38 tahun 2014 tentang keperawatan, akan tetapi didalam PMK Â tersebut belum juga menyinggung tentang beban kerja non-keperawatan yang dilakukan perawat.
Oleh karena tersebut, penulis merasa perlu adanya kebijakan baru tentang tugas pokok perawat yang mampu memberikan kejelasan detail secara terperinci dan tidak tumpang tindih antar profesi, agar asuhan keperawatan yang berlandasakan caring perawat pada pasien dapat teroptimalkan dan tidak terbebani oleh beban kerja yang sifatnya "non-keperawatan".
Pilihan/usulan kebijakan alternatif
Menurut penulis, terdapat beberapa pilihan/usualan kebijakan alternatif yang dapat diambil, pertama perlu adanya kebijakan turunan baru mengenai UU No.38 Tahun 2014 tentang keperawatan berupa Peraturan Menteri Kesehatan yang memperincikan batasan-batasan tindakan pelimpahan wewenang dari tenaga medis pada tenaga keperawatan yang memberikan kesempatan perawat dalam melakukan asuhan keperawatan didasarkan pada caring.
Batasan-batasan tersebut diperlukan agar tidak terjadinya tumpang tindih antar profesi. Kesinergisan yang sesuai porsi, perlu ada dalam mewudujkan pelayanan yang bersifat pada mutu kualitas, keselamatan dan kepuasan pasien. Kedua, perlu adanya gerbarakan profesi perawat dalam "menggalakkan" perilaku asuhan keperawatan yang berladaskan caring.
Tidak bisa dipungkiri, perlu adanya evaluasi untuk merefleksikan tentang "sudahkah cukup caring kah kita dalam melakukan tugas sebagai pendorong perubahan positif kesembuhan pasien ?", dimana hal tersebut merupkan ciri dari profesi keperawatan yang tidak boleh "luntur". Sehingga perlu adanya aturan atau SOP baru di tiap-tiap Rumah Sakit untuk memberikan keleluasaan waktu lebih pada perawat untuk melakukan pendekatan-pendekatan yang bersifat caring pada tiap-tiap pasien.Â
Dari  kedua alternatif kebijakan diatas, penulis pun yakin bila tidak sepenuhnya hal tersebut sudah sangat ideal. Kekuarangan dari usulan tersebut adalah,benarkah hal tersebut sesuai dengan keterbutuhan untuk menjawab permasalahan yang ada, atau bahkan sebaliknya.
Karena tidak bisa dipungkiri bila caring yang merupakan suatu perilaku,yang tidak terlepas daripada individual dari tiap person ataupun seseoarang itu sendiri. Namun kembali pada "marwah" perawat sebagai pendorong perubahan positif kesembuhan pasien, yang dimana hal tersebut merupkan ciri dari profesi keperawatan yang tidak boleh "luntur".
Harapannya kedua pilihan/usulan diatas dapat menjadi kebijakan alternatif yang dapat diambil untuk menjawab permasalahan beban kerja perawat yang lebih banyak melakuakan tindakan-tindakan non-keperawatan (tugas administratif, transportasi pasien serta pelimpahan tugas cure (bukan care)), dibandingkan tindakan asuhan keperawatan yang didasarkan pada "caring".Â
Rekomendasi
Penulis berpandangan dalam menyelesaikan permasalahan caring diatas. Kedua pilihan/usulan alternatif kebijakan tersebut adalah langkah-langkah praktik spesifik yang tepat untuk direkomendasikan.
Kebijakan turunan baru mengenai UU No.38 Tahun 2014 tentang keperawatan berupa Peraturan Menteri Kesehatan yang memperincikan batasan-batasan tindakan pelimpahan wewenang dari tenaga medis pada tenaga keperawatan, akan memberikan tatanan pelayanan yang lebih sistematis (tidak tumpang tindih antar profesi), sehingga dapat menurunkan beban kerja non-keperawatan pada perawat.
Adanya aturan atau SOP baru di tiap Rumah Sakit untuk memberikan keleluasan waktu lebih banyak pada perawat dalam melakukan pendekatan yang bersifat caring, akan mengembalikan kembali perawat pada jalurnya, berada lebih dekat pada pasien, bukan pada urusan administratif.
Menurut penulis, selain upaya diatas sebagai bentuk upaya eksternal, perlu pula adanya upaya internal. Merujuk pada caring merupakan suatu perilaku,yang tidak terlepas daripada individual dari tiap person ataupun seseoarang itu sendiri, perlu adanya kesadaran dan refleski dari perawat sendiri tentang penting "caring" dalam meningkatkan perubahan positif untuk kesembuhan pasien. Komunikasi teraupetik, kedekatan dan rasa saling percaya antara perawat dan pasien, semua dilandaskan pada caring.
Sehingga, penulis merekomendasaikan bukan hanya tentang upaya ekstrenal, melainkan didukung oleh upaya internal. Harapannya dengan adanya upaya-upaya tersebut dapat menjadi bentuk langkah untuk merawat filosofi "caring" pada perawat, yang output-nya mutu pelayanan keperawatan, keselamatan dan kepuasan pasien.
Referensi
Alligood, M. R. (2014). Nursing theoriests and their works. St. Louis: Mosby Elsevier, Inc.
Baumann, L. A., Baker, J., & Elshaug, A. G. (2018). The impact of electronic health record systems on clinical documentation times: A systematic review. Health policy, 122(8), 827-836. doi:10.1016/j.healthpol.2018.05.014
Fawcett, J. (2005). Contemporary nursing knowledge: analysis and evaluation of nursing models and theories. Philadelphia: F.A. Davis Company.
Juliani, e. (2009). Hubungan Beban Kerja dengan Pelaksanaan Perilaku Caring Perawat Pelaksana Menurut Persepsi Klien di Irna Lantai Jantung RS Husada Jakarta. Universitas Indonesia, Depok.
Mellawani. (2017). Pentingnya Kebijakan Rumah Sakit Dalam Mengatasi Masalah Beban Kerja Perawat Non Keperawatan.
Nursalam, F. E. (2008). Pendidikan dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Undang-undang No. 34 tahun 2014 tentang keperawatan, Â (2014).
Wilbanks, B. A., Berner, E. S., Alexander, G. L., Azuero, A., Patrician, P. A., & Moss, J. A. (2018). The effect of data-entry template design and anesthesia provider workload on documentation accuracy, documentation efficiency, and user-satisfaction. International Journal of Medical Informatics, 118, 29-35. doi:10.1016/j.ijmedinf.2018.07.006
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H