Perilaku caring perawat akan menolong klien meningkatkan perubahan positif dalam aspek fisik, psikologis, spiritual, dan sosial (Alligood, 2014). Oleh karena tersebut, saya sebagai penulis ingin mengajak para pembaca untuk merefleksikan kembali tentang pentingnya caring pada praktik keperawatan dalam meningkatkan perubahan positif guna kesembuhan pasien, dimana hal tersebut merupakan ciri dari profesi keperawatan yang tidak boleh "luntur", apapun alasannya.
Kebijakan yang ada
Beberapa kebijkan yang telah ada sebenarnya sudah memberikan keterkaitan tentang asuhan keperawatan yang tak lepas daripada "caring". Undang-undang No.38 tahun 2014 tentang Keperawatan, menjelasakan bahwa dalam menyelenggarakan praktik keperawatan, perawat bertugas sebagai pemberi asuhan keperawatan, penyuluh dan konselor bagi klien, Â pengelola pelayanan keperawatan, peneliti keperawatan, pelaksana tugas berdasarkan pelimpahan wewenang dan/atau pelaksana tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu.
Namun sampai saat ini, Â belum adanya turunan lebih jelas tentang detail pelaksana tugas berdasarkan pelimpahan wewenang yang didalamnya terdapat pelimpahan tugas secara mandat dan delegasi. Hal tersebut menyebabkan resiko perawat lebih banyak melakukan tindakan-tindakan delegatif bersifat cure daripada tindakan asuhan keperawatan yang bersifat care pada pasien, apabila tidak terposrikan dengan baik/ideal.
Oleh karena tersebut perlu adanya turunan mengenai batasan-batasan yang jelas, terkait pelaksana tugas berdasarkan pelimpahan wewenang dari tenaga medis pada tenaga keperawatan yang jangan sampai justru mengurangi kesempatan perawat dalam melakukan asuhan keperawatan yang didasarkan pada caring.
Kemudian pada PMK RI No.33 tahun 2015 menjelaskan terkait analisis beban kerja, standar minimal dan analisis kerja, awalnya kebijakan ini merupakan kebijakan yang dapat menjadi angin segar dalam menjawab "ambiguitas" pada UU no.38 tahun 2014 tentang keperawatan, akan tetapi didalam PMK Â tersebut belum juga menyinggung tentang beban kerja non-keperawatan yang dilakukan perawat.
Oleh karena tersebut, penulis merasa perlu adanya kebijakan baru tentang tugas pokok perawat yang mampu memberikan kejelasan detail secara terperinci dan tidak tumpang tindih antar profesi, agar asuhan keperawatan yang berlandasakan caring perawat pada pasien dapat teroptimalkan dan tidak terbebani oleh beban kerja yang sifatnya "non-keperawatan".
Pilihan/usulan kebijakan alternatif
Menurut penulis, terdapat beberapa pilihan/usualan kebijakan alternatif yang dapat diambil, pertama perlu adanya kebijakan turunan baru mengenai UU No.38 Tahun 2014 tentang keperawatan berupa Peraturan Menteri Kesehatan yang memperincikan batasan-batasan tindakan pelimpahan wewenang dari tenaga medis pada tenaga keperawatan yang memberikan kesempatan perawat dalam melakukan asuhan keperawatan didasarkan pada caring.
Batasan-batasan tersebut diperlukan agar tidak terjadinya tumpang tindih antar profesi. Kesinergisan yang sesuai porsi, perlu ada dalam mewudujkan pelayanan yang bersifat pada mutu kualitas, keselamatan dan kepuasan pasien. Kedua, perlu adanya gerbarakan profesi perawat dalam "menggalakkan" perilaku asuhan keperawatan yang berladaskan caring.
Tidak bisa dipungkiri, perlu adanya evaluasi untuk merefleksikan tentang "sudahkah cukup caring kah kita dalam melakukan tugas sebagai pendorong perubahan positif kesembuhan pasien ?", dimana hal tersebut merupkan ciri dari profesi keperawatan yang tidak boleh "luntur". Sehingga perlu adanya aturan atau SOP baru di tiap-tiap Rumah Sakit untuk memberikan keleluasaan waktu lebih pada perawat untuk melakukan pendekatan-pendekatan yang bersifat caring pada tiap-tiap pasien.Â