Mohon tunggu...
aldis
aldis Mohon Tunggu... Insinyur - Arsitektur Enterprise

Arsitektur Enterprise, Transformasi Digital, Travelling,

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Transformasi Bisnis Proses dan Teknologi Informasi untuk Percepatan Pengembangan Energi Panas Bumi

20 November 2024   08:42 Diperbarui: 20 November 2024   08:46 6
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS


"Program panas bumi ini sedang kita upayakan untuk memendekkan proses perizinan. Jadi proses perizinan sedang diupayakan kalau yang tadinya tidak salah 18 bulan, kita kemarin sudah berupaya untuk menjadi lima hari" 

Indonesia memiliki potensi energi baru terbarukan yang sangat besar, mencapai 3.687 gigawatt (GW), dengan sekitar 23 GW berasal dari energi panas bumi. Namun, potensi besar ini sering kali terhambat oleh kendala birokrasi dan proses perizinan yang panjang. Menyadari hambatan tersebut, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengambil langkah strategis dengan memangkas durasi perizinan energi panas bumi dari sebelumnya 18 bulan menjadi hanya lima hari.

Langkah inovatif ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Eniya Listiani Dewi, dalam acara ESG Symposium 2024 di Jakarta, Selasa (19/11/2024). Menurutnya, penyederhanaan ini merupakan hasil dari transformasi proses bisnis yang bertujuan menghilangkan hambatan birokrasi tanpa mengorbankan kepatuhan terhadap regulasi.

Pemangkasan durasi perizinan tidak hanya menjadi solusi untuk mempercepat pengembangan energi panas bumi, tetapi juga menunjukkan bagaimana reformasi proses bisnis dan pemanfaatan teknologi informasi dapat mendorong efisiensi, meningkatkan daya tarik investasi, serta mendukung transisi menuju energi yang lebih berkelanjutan.Pentingnya Proses Bisnis Re-engineering dalam Sektor Panas Bumi

Proses bisnis re-engineering (business process re-engineering atau BPR) adalah pendekatan radikal untuk merancang ulang proses bisnis yang ada dengan tujuan mencapai peningkatan dramatis dalam hal efisiensi, kualitas, dan kecepatan. Dalam konteks sektor energi panas bumi, pendekatan ini sangat relevan karena sektor ini menghadapi tantangan signifikan, seperti proses perizinan yang panjang, tumpang tindih regulasi, dan birokrasi yang rumit.

Dengan BPR, Kementerian ESDM telah mengidentifikasi bahwa proses perizinan KKPR dan AMDAL dapat disederhanakan tanpa mengurangi aspek kepatuhan terhadap regulasi lingkungan dan tata ruang. Langkah ini memungkinkan pengembang untuk memulai proyek lebih cepat, sementara izin detail dapat diselesaikan setelah lokasi pengeboran yang optimal ditemukan. Pendekatan ini mencerminkan filosofi inti dari BPR, yaitu fokus pada hasil akhir dengan memanfaatkan teknologi untuk menyederhanakan proses.

OSS sebagai Pilar Teknologi dalam Transformasi Proses

Online Single Submission (OSS) menjadi komponen utama dalam transformasi digital sektor perizinan panas bumi. Sistem ini dirancang untuk mengintegrasikan berbagai proses administratif dalam satu platform digital, mengurangi redundansi data, dan memungkinkan kolaborasi lintas lembaga.

Dengan OSS, proses perizinan dapat dilacak secara transparan, mengurangi peluang penyalahgunaan wewenang dan mempercepat penyelesaian dokumen. Selain itu, OSS mendukung data-driven decision making, di mana data spasial dan lingkungan dapat diintegrasikan untuk membantu pengembang menentukan lokasi pengeboran yang paling efisien.

Pemanfaatan OSS juga sejalan dengan prinsip-prinsip smart government, di mana teknologi digunakan untuk meningkatkan efisiensi pelayanan publik. Transformasi ini tidak hanya meningkatkan daya saing sektor energi panas bumi, tetapi juga menjadi model bagaimana teknologi informasi dapat mendukung pelaksanaan regulasi berbasis risiko, seperti yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2021.

Manfaat Bagi Investor dan Ekonomi Nasional

Pemangkasan durasi perizinan secara signifikan berdampak pada meningkatnya daya tarik investasi di sektor panas bumi. Salah satu indikator yang disampaikan oleh Direktur Jenderal EBTKE adalah peningkatan Internal Rate of Return (IRR) investasi sebesar 1,5%. Hal ini memberikan insentif tambahan bagi investor untuk terlibat dalam pengembangan energi terbarukan di Indonesia.

Dampak positif lainnya adalah peningkatan efisiensi alokasi sumber daya. Dengan waktu perizinan yang lebih singkat, pengembang dapat fokus pada eksplorasi dan eksploitasi sumber daya panas bumi. Hal ini tidak hanya mempercepat pengembangan proyek tetapi juga mendukung pencapaian target energi terbarukan dalam bauran energi nasional.

Selain itu, pengembangan sektor panas bumi menciptakan efek berganda (multiplier effect) bagi perekonomian lokal, seperti penciptaan lapangan kerja dan pengembangan infrastruktur. Dengan efisiensi proses perizinan, dampak ekonomi ini dapat dirasakan lebih cepat, sehingga memberikan manfaat langsung bagi masyarakat sekitar.

Tantangan dalam Implementasi Transformasi Proses Bisnis

Meskipun langkah ini merupakan kemajuan besar, implementasi transformasi proses bisnis tidak bebas dari tantangan. Salah satu tantangan utama adalah resistensi terhadap perubahan dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk lembaga pemerintah daerah yang masih menerapkan proses manual.

Selain itu, adopsi OSS membutuhkan infrastruktur teknologi yang memadai dan sumber daya manusia yang kompeten untuk mengelola sistem ini. Kurangnya pelatihan dan kapasitas teknologi di beberapa daerah dapat menghambat efektivitas OSS dalam mempercepat perizinan.

Di sisi regulasi, perubahan aturan yang diperlukan, seperti revisi Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK), memerlukan koordinasi lintas kementerian yang sering kali memakan waktu. Oleh karena itu, diperlukan upaya kolaboratif yang kuat untuk memastikan implementasi transformasi ini berjalan lancar.

Peran Data dan Teknologi dalam Optimasi Proses

Pemanfaatan teknologi informasi tidak hanya terbatas pada OSS, tetapi juga dapat diperluas untuk mendukung optimalisasi proses di seluruh siklus proyek panas bumi. Misalnya, penggunaan teknologi big data dan geographic information systems (GIS) dapat membantu pengembang dalam melakukan analisis lokasi secara lebih akurat.

Selain itu, kecerdasan buatan (artificial intelligence) dapat digunakan untuk memprediksi potensi panas bumi berdasarkan data geologi dan seismik. Dengan demikian, pengembang dapat mengurangi risiko eksplorasi dan memaksimalkan efisiensi sumber daya.

Teknologi berbasis blockchain juga memiliki potensi untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam proses perizinan. Dengan mencatat semua transaksi dan persetujuan dalam rantai blok yang tidak dapat diubah, blockchain dapat memberikan jaminan kepada investor bahwa proses perizinan berjalan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

Dengan transformasi proses bisnis dan adopsi teknologi, sektor panas bumi di Indonesia memiliki prospek cerah. Percepatan perizinan memungkinkan lebih banyak proyek untuk diselesaikan dalam waktu yang lebih singkat, mendukung target bauran energi terbarukan yang lebih ambisius.

Di sisi lain, adopsi teknologi juga membuka peluang inovasi dalam pengembangan energi panas bumi. Misalnya, pengembangan teknologi binary cycle untuk memanfaatkan sumber panas bumi dengan suhu rendah dapat meningkatkan kapasitas produksi energi secara keseluruhan.

Transformasi ini juga menjadi contoh bagaimana kebijakan yang tepat dan pemanfaatan teknologi dapat mempercepat transisi energi di Indonesia. Dengan potensi energi terbarukan yang melimpah, langkah ini dapat menjadi model bagi sektor energi lainnya untuk mengikuti jejak transformasi serupa.

Pemangkasan durasi perizinan energi panas bumi menjadi hanya lima hari adalah langkah revolusioner yang mencerminkan keberhasilan penerapan business process re-engineering dan teknologi informasi dalam sektor energi. Melalui sistem OSS, Kementerian ESDM tidak hanya meningkatkan efisiensi perizinan tetapi juga menciptakan lingkungan yang lebih kondusif bagi investasi.

Namun, untuk mencapai hasil yang optimal, diperlukan upaya berkelanjutan dalam mengatasi tantangan implementasi dan memanfaatkan teknologi secara lebih luas. Dengan sinergi yang kuat antara pemerintah, investor, dan masyarakat, transformasi ini dapat menjadi fondasi bagi pengembangan energi terbarukan yang berkelanjutan di Indonesia.

Transformasi proses bisnis dan teknologi informasi tidak hanya mempermudah pengembangan energi panas bumi, tetapi juga mengukuhkan Indonesia sebagai pemimpin dalam transisi energi di kawasan. Hal ini menjadi langkah penting dalam membangun masa depan energi yang lebih bersih, efisien, dan berkelanjutan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun