Mohon tunggu...
aldis
aldis Mohon Tunggu... Insinyur - Arsitektur Enterprise

Arsitektur Enterprise, Transformasi Digital, Travelling,

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Resistensi Perubahan Kampus : Relasi Akreditasi , Teknologi Informasi, Emosi

8 September 2024   15:54 Diperbarui: 8 September 2024   18:21 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Di tengah persaingan global yang semakin ketat, perguruan tinggi di Indonesia terus berupaya untuk meningkatkan kualitas institusi demi mencapai akreditasi unggul dan pengakuan internasional. Transformasi digital, peningkatan mutu akademik, serta perubahan dalam tata kelola institusi menjadi agenda penting untuk bersaing di tingkat global. Salah satu aspek kunci dalam proses ini adalah penerapan teknologi informasi, yang memainkan peran vital dalam mendukung efisiensi, transparansi, serta inovasi di lingkungan kampus. Namun, meskipun teknologi terus berkembang, adopsinya di kalangan akademisi dan tenaga pendukung sering kali mengalami hambatan, terutama ketika individu atau kelompok dalam organisasi merasa nyaman dengan cara kerja konvensional yang telah mereka kenal selama bertahun-tahun.

Perubahan teknologi tidak hanya sekadar mengganti alat atau sistem lama dengan yang baru. Ini melibatkan perubahan pola pikir, kebiasaan, serta adaptasi terhadap proses baru. Di sinilah tantangan terbesar muncul. Sebuah perguruan tinggi yang berusaha menerapkan sistem informasi manajemen modern, seperti Enterprise Resource Planning (ERP) atau Learning Management System (LMS) berbasis cloud, sering kali mendapati resistensi dari para penggunanya. Meskipun teknologi ini dirancang untuk mempercepat pencapaian akreditasi unggul dan akreditasi internasional, penerapannya dapat terhambat oleh ketidakmauan sebagian individu untuk berubah.

Sama halnya dengan individu, institusi sering kali mencerminkan pola pikir dan perilaku para anggotanya. Ketika individu, baik staf, dosen, maupun pimpinan sulit beradaptasi terhadap perubahan teknologi dan pola kerja digital, upaya institusional untuk mencapai target besar tersebut menjadi lebih lambat dan penuh tantangan. Meskipun perguruan tinggi sudah menyusun strategi dan rencana aksi yang jelas, perubahan budaya dan perilaku sering kali menjadi penghalang yang sulit ditembus.

Mengapa resistensi ini terjadi? Mengapa individu dan organisasi merasa sulit untuk berubah meskipun perubahan tersebut merupakan kebutuhan? , dengan meminjam perspetikf psikologi, mari kita coba  memahami mekanisme mendasar yang menyebabkan manusia dan, secara lebih luas, organisasi perguruan tinggi cenderung sulit berubah, meskipun dihadapkan pada tuntutan peningkatan mutu, penerapan teknologi informasi, dan daya saing global.

Pembentukan Keyakinan yang Mendalam

Salah satu alasan utama manusia sulit berubah seiring bertambahnya usia adalah karena terbentuknya keyakinan yang kuat. Setiap individu, berdasarkan pengalaman hidupnya, membangun seperangkat keyakinan dan nilai yang kemudian mempengaruhi cara berpikir dan berperilaku. Keyakinan ini bisa menjadi kekuatan pendorong sekaligus penghalang. Ketika seseorang memiliki keyakinan negatif seperti "Saya tidak bisa sukses" atau "Perubahan itu menakutkan," mereka secara otomatis akan menolak perubahan, meskipun perubahan tersebut dapat membawa hasil positif. Keyakinan seperti ini sering kali tidak disadari, tetapi sangat berpengaruh terhadap keputusan yang kita buat.

Menurunnya Neuroplastisitas Otak

Saat kita masih anak-anak, otak kita berada dalam kondisi yang disebut neuroplasticity, yaitu kemampuan otak untuk terus berkembang dan beradaptasi dengan cepat terhadap lingkungan baru. Anak-anak belajar dengan cepat dan mudah karena otak mereka masih terbuka untuk pengalaman baru. Namun, seiring berjalannya waktu, neuroplastisitas ini menurun. Otak mulai membangun jalur saraf yang lebih stabil, yang berarti kita cenderung kembali ke pola pikir dan kebiasaan lama. Kebiasaan ini menjadi otomatis, dan semakin sulit untuk diubah. Itulah sebabnya, sebagai orang dewasa, kita sering merasa nyaman dengan rutinitas dan resistif terhadap perubahan.

Pengkondisian Lingkungan dan Pengalaman Masa Lalu

Lingkungan dan pengalaman hidup membentuk banyak aspek kehidupan kita. Sejak kecil, kita dipengaruhi oleh lingkungan keluarga, sekolah, hingga lingkungan kerja. Pengkondisian ini menciptakan pola pikir dan perilaku yang kemudian kita jalani secara otomatis.  pola ini disebut sebagai "program" yang berjalan di bawah sadar. Misalnya, jika seseorang tumbuh dalam lingkungan yang menekankan stabilitas dan keamanan, perubahan mungkin akan terasa mengganggu. Sebaliknya, lingkungan yang mendukung eksplorasi dan fleksibilitas bisa membuat seseorang lebih terbuka terhadap perubahan.

Ketakutan akan Ketidakpastian

Rasa aman adalah kebutuhan dasar manusia. Ketika kita kecil, rasa ingin tahu sering kali lebih kuat daripada rasa takut, sehingga kita lebih berani menghadapi hal-hal baru. Namun, ketika dewasa, kita cenderung lebih menghindari ketidakpastian. Ketidakpastian sering kali dikaitkan dengan risiko, dan risiko bisa berarti rasa tidak nyaman, kegagalan, atau bahkan kehilangan. Oleh karena itu, perubahan sering kali ditolak karena dianggap mengganggu rasa aman yang telah kita bangun dengan susah payah.

Asosiasi Emosional dan Pengalaman Masa Lalu

Pengalaman masa lalu bisa meninggalkan jejak emosional yang kuat dalam diri kita. Jika seseorang pernah mengalami kegagalan atau rasa sakit ketika mencoba sesuatu yang baru, mereka mungkin akan mengasosiasikan perubahan dengan emosi negatif tersebut.  Asosiasi emosional ini memengaruhi bagaimana kita merespons situasi yang mirip di masa depan. Jika perubahan di masa lalu dikaitkan dengan kegagalan, maka perubahan di masa sekarang akan cenderung dihindari.

Model Dunia yang Kaku

Setiap orang memiliki peta mental atau "model dunia" yang menggambarkan bagaimana mereka melihat dan menafsirkan realitas. Ketika kita kecil, model dunia ini masih berkembang dan fleksibel, memungkinkan kita untuk lebih mudah menyesuaikan diri dengan hal-hal baru. Namun, seiring bertambahnya usia, model dunia ini menjadi lebih kaku. Segala sesuatu yang tidak sesuai dengan peta mental kita sering kali dianggap sebagai ancaman atau gangguan, sehingga kita lebih mungkin menolak perubahan yang tidak sejalan dengan cara pandang kita.

Identitas Diri yang Terbentuk

Seiring bertambahnya usia, identitas diri kita semakin kuat. Kita mulai melihat diri kita sebagai bagian dari peran tertentu dalam kehidupan sebagai orang tua, profesional, atau pemimpin, misalnya. Identitas ini bisa menjadi penghalang besar terhadap perubahan, terutama jika perubahan tersebut dianggap akan mengguncang fondasi identitas yang telah kita bangun. Identitas diri merupakan elemen penting dalam proses perubahan. Jika perubahan dianggap mengancam identitas diri, seseorang akan cenderung menolak perubahan tersebut demi menjaga konsistensi dengan siapa mereka.

Mengapa Penting untuk Tetap Terbuka terhadap Perubahan?

Meskipun perubahan bisa terasa menakutkan, tetap terbuka terhadap perubahan adalah kunci untuk pertumbuhan pribadi dan profesional. Berbagai teknik psikologi untuk membantu individu mengatasi ketakutan mereka terhadap perubahan, seperti reframing (melihat situasi dari perspektif baru) dan anchoring (menggunakan asosiasi positif untuk mendukung perubahan). Dengan memahami bagaimana keyakinan, emosi, dan identitas diri mempengaruhi sikap kita terhadap perubahan, kita bisa mulai mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjadi lebih fleksibel dan adaptif.

Pada akhirnya, meskipun perubahan menjadi lebih sulit seiring bertambahnya usia, hal itu bukanlah sesuatu yang mustahil. Dengan kesadaran yang tepat dan penerapan teknik psikologi yang efektif, kita bisa belajar untuk merangkul perubahan dengan lebih positif, seperti halnya ketika kita masih anak-anak yang terbuka, penasaran, dan siap untuk berkembang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun