Dalam perjalanan hidup yang kompleks ini, seringkali kita mendapati diri kita terjebak dalam pergulatan antara cita-cita dan realitas, antara idealisme dan pragmatisme. Konsep ibda' bi nafsik atau "mulailah dari dirimu sendiri" merupakan salah satu prinsip yang telah ditanamkan dalam berbagai tradisi filsafat dan spiritual, termasuk dalam ajaran tasawuf yang dikenal akan kedalaman pemikirannya. Prinsip ini menawarkan pandangan yang mendalam tentang perubahan pribadi, namun disamping itu kita perlu memperluas perspektif pribadi untuk memahami dinamika yang terlibat dalam proses perubahan itu sendiri.
Memahami Konteks Perubahan
Pertama-tama, penting untuk memahami bahwa kebutuhan akan perubahan tidak selalu muncul dari kekurangan atau keburukan yang melekat pada diri kita sendiri. Terkadang, perubahan dipicu oleh faktor-faktor eksternal, seperti perubahan lingkungan sosial, politik, atau ekonomi. Sebagai contoh, seseorang mungkin merasa terdorong untuk mengubah pandangan atau perilaku mereka sebagai respons terhadap perubahan nilai-nilai sosial yang berkembang di masyarakat.
Selain itu, perubahan juga dapat dipicu oleh pengalaman-pengalaman pribadi yang mengubah pandangan atau pemahaman kita tentang diri dan dunia di sekitar kita. Misalnya, pengalaman kehilangan atau kegagalan dapat menjadi titik balik yang memicu refleksi mendalam tentang nilai-nilai dan prioritas hidup.
Membalik Perspektif: Dari "Mulailah dari Diri Sendiri" ke "Mulailah dari Konteks"
Dalam melihat konsep ibda' bi nafsik, kita seringkali terfokus pada upaya individu untuk memperbaiki diri sendiri. Namun, penting untuk juga mempertimbangkan bagaimana konteks sosial, budaya, dan politik mempengaruhi kemampuan individu untuk melakukan perubahan.Â
Kondisi sosial dan ekonomi yang tidak merata, ketidaksetaraan dalam akses terhadap pendidikan dan sumber daya, serta struktur kekuasaan yang tidak adil dapat menjadi hambatan yang signifikan bagi individu dalam upaya mereka untuk berkembang dan berubah.
Dengan demikian, Â perubahan pribadi memang penting, selain itu kita juga harus mengakui perlunya perubahan sosial yang lebih luas untuk menciptakan kondisi yang mendukung perkembangan individu secara menyeluruh. Ini menempatkan tanggung jawab bukan hanya pada individu untuk mengubah diri mereka sendiri, tetapi juga pada masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang mendukung perubahan dan pertumbuhan.
Mengatasi Tantangan Dalam Perjalanan Perubahan
Proses perubahan pribadi seringkali dipenuhi dengan tantangan dan hambatan yang harus diatasi. Salah satu tantangan utama adalah resistensi terhadap perubahan itu sendiri.Â
Manusia cenderung nyaman dengan kebiasaan dan pola pikir yang sudah dikenal, dan mengubah hal-hal tersebut seringkali memerlukan usaha yang besar dan adopsi sikap yang terbuka terhadap ketidakpastian.
Selain itu, perubahan juga membutuhkan kesabaran dan ketekunan. Perubahan yang sejati tidak akan terjadi dalam semalam, tetapi membutuhkan waktu, upaya, dan kesabaran untuk mengembangkan pola pikir, sikap, dan perilaku baru yang lebih sejalan dengan nilai-nilai yang diinginkan.
Jarak Antara Idealisme dan Pragmatisme
Seringkali dalam perjalanan perubahan, kita dihadapkan pada pertarungan antara idealisme dan pragmatisme. Idealisme mendorong kita untuk mengejar cita-cita dan nilai-nilai yang tinggi, Â pragmatisme mengajarkan kita untuk memperhitungkan realitas dan keterbatasan yang ada. Tantangan terbesar seringkali adalah menemukan keseimbangan yang tepat antara kedua pendekatan ini.
Idealisme tanpa disertai dengan pragmatisme dapat membuat kita terjebak dalam mimpi-mimpi yang tidak realistis dan tidak dapat diwujudkan. Di sisi lain, pragmatisme tanpa disertai dengan idealisme dapat membuat kita kehilangan arah dan tujuan yang jelas dalam hidup. Oleh karena itu, penting untuk mengintegrasikan kedua pendekatan ini dalam perjalanan perubahan kita, dengan mempertahankan visi yang jelas tentang apa yang ingin dicapai, sambil tetap realistis tentang langkah-langkah yang perlu diambil untuk mencapainya.
Pentingnya Dukungan dan Kolaborasi
Terakhir, tidak dapat diabaikan bahwa proses perubahan pribadi seringkali memerlukan dukungan dan kolaborasi dari orang lain. Melibatkan teman, keluarga, atau komunitas dalam perjalanan perubahan dapat memberikan dukungan emosional, motivasi, dan akuntabilitas yang diperlukan untuk mencapai tujuan kita. Selain itu, bekerja sama dengan orang lain juga dapat membuka pintu untuk pembelajaran dan pertumbuhan yang lebih luas melalui pertukaran ide, pengalaman, dan dukungan yang saling menguntungkan.
Kesimpulan
Dalam kesimpulannya, konsep ibda' bi nafsik atau "mulailah dari dirimu sendiri" merupakan prinsip yang kuat dan relevan dalam upaya perubahan pribadi. Namun, untuk memahami sepenuhnya dinamika dan tantangan yang terlibat dalam proses perubahan, kita perlu memperluas perspektif kita untuk melihat konteks yang lebih luas di mana perubahan terjadi. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor eksternal, menavigasi antara idealisme dan pragmatisme, serta mengakui pentingnya dukungan dan kolaborasi, kita dapat mengembangkan pendekatan yang lebih holistik dan efektif dalam perjalanan perubahan kita.
Bacaan terkait :Â
Tolle, Eckhart. The Power of Now. New World Library, 1999.
Frankl, Viktor E. Man's Search for Meaning. Beacon Press, 2006.
Dweck, Carol S. Mindset: The New Psychology of Success. Ballantine Books, 2007.
Dalai Lama XIV, and Howard C. Cutler. The Art of Happiness. Riverhead Books, 2009.
Brooks, David. The Social Animal: The Hidden Sources of Love, Character, and Achievement. Random House, 2011.
Heath, Chip, and Dan Heath. Switch: How to Change Things When Change Is Hard. Crown Business, 2010.
Brown, Bren. Daring Greatly: How the Courage to Be Vulnerable Transforms the Way We Live, Love, Parent, and Lead. Avery, 2012.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H