Puasa akan segera berakhir. Dalam kebiasaan Yang Mulia Rasulullah SAW beliau biasa mengencangkan ikat pinggang beliau ketika sepuluh hari yang terakhir di bulan suci ini. Ini berarti bahwa segala upaya dan kesungguhan ibadah betul-betul dikerahkan dalam sepuluh hari terakhir guna mencapai derajat Taqwa. Jika seorang hamba dalam menjalani keseluruhan hari dalam bulan Ramadhan ini dengan kesungguhan ibadah semata-mata hanya di persembahkan kepada Allah Ta’ala, kemudian dari kesungguhan itu dia tercipta menjadi pribadi yang baru dan terwujud perubahan-perubahan suci dalam dirinya maka orang tersebut dapat di sebut “‘Ibādur Rahmān” Hamba-hamba Tuhan yang Maha Pemurah.
Untuk mendapatkan ciri-ciri ‘Ibādur Rahmān ini bukan suatu yang mudah, karena dia akan dituntut oleh keadaan yang mengharuskan dia untuk menjadi profil yang bisa mewakili sifat-sifat Allah Ta’ala yaitu Ar-Rahmaan (Pemurah). Hal ini mengandung maksud bahwa dia harus memiliki sifat Pemurah kepada siapapun juga. Sifat Allah Ta’ala Ar-Rahman yakni Dia memberikan berkah dan karunia-Nya tidak memandang apakah dia Muslim atau Kafir, mendapat petunjuk atau mengingkari petunjuk. Sebagai contoh, Allah Ta’ala telah menjadikan air, maka siapapun berhak untuk mengambil manfaat dari air tersebut. Tidak peduli kafir atau mu’min dan tidak pula domba atau babi, semua memiliki hak yang sama dalam hal memanfaatkannya.
Namun tentunya ada standarisasi atau syarat-syarat yang lebih spesifik seseorang layak di katakan ‘Ibādur Rahmān yaitu dalam hal ini dapat di lihat dalam Qur’an Karim surah Al Furqan : 63-64:
1. Yamsyûna ‘alal ardhi haunan : mereka berjalan di muka bumi dengan rendah hati dan santun.
Yakni yang dapat dikatakan seorang ‘Ibādur Rahmān dia harus dapat berlaku rendah hati kepada siapa pun juga. Seorang ‘Ibādur Rahmān harus dapat menjadi penyejuk, pengayom dan setiap orang merasa nyaman jika ia hadir di tengah-tengah khalayak. Segala apa yang dia bincangkan selalu akan membawa ketentraman kepada khalayak ramai. Dia juga memberikan perhatian kepada penunaian hak-hak hamba Allah Ta’ala. Jika dia telah melakukan itu semua tidak ada sifat sombong angkuh merasa besar diri baik pikiran maupun amalan.
2. Wa idza khâthabahumul jâhilûn-a qâlû salâman : Dan apabila orang-orang jahil menegur, mereka mengucap selamat.
Ciri yang kedua bagi seorang ‘Ibādur Rahmān yaitu dia akan menghindarkan diri dari segala bentuk perkelahian dan perselisihan dan jika ada kondisi memaksa dia untuk terlibat atau dia menjadi tumpuan bagi terselaikannya perselisihan tersebut maka dia akan senantiasa memberikan solusi dengan lemah lembut dan bijak sana melihat masalah dengan adil dan tidak berat sebelah. Dia akan mengambil keputusan sesuai fakta walaupun seberapa besar tekanan yang mendesaknya. Dalam hal ini ada juga masud lain yakni dia akan selalu menyebarkan keselamatan kepada siapa pun baik lawan maupun kawan. Bagi ‘Ibādur Rahmān selalu akan ada cobaan yang meprovokasi kesabaran dan pribadinya, namun seorang ‘Ibādur Rahmān dia akan terus melangkah dengan pasti menuju kebaikan seraya memenuhi hak-hak Allah Ta’ala dan hak-hak kemanusiaan walaupun orang-orang yang tidak bersimpatik memusuhinya. Jika datang ujian kepadanya maka dia akan bersabar sesuai kapasitas dia, serta tidak membalas kekotoran dengan kekotoran, dan senantiasa akan menganggap semua orang adalah saudara.
3. Walladzīna yabītûna lirabbihim sujjadan wa qiyâman : Dan orang-orang yang melewatkan malam untuk Tuhan mereka dengan bersujud dan berdiri.
Yang ketiga adalah merupakan keadaaan khusus yang harus di ciptakan seorang ‘Ibādur Rahmān dalam menjalankan aktifitasnya sebagai pribadi yang apapun itu profesinya, baik seorang buruh, pegawai atau pun abdi Negara. Dimana kondisi ini yang akan memberikan kekuatan baru dalam aktifitasnya menjalankan kewajibannya serta akan menjadi sumber inspirasi dan ide baru dalam menyelesaikan masalah-masalah yang menuntutnya. Dia akan selalu setiap waktu menyandarkan dirinya hanya kepada Allah Ta’ala. Dalam keadaan kritis baik menyangkut kehidupan pribadi atau pemenuhan hak-hak masyarakat, dia akan meminta petunjuk secara spiritual kepada Allah Ta’ala Tuhannya. Maupun dalam kondisi aman, dia akan senantiasa berucap syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Singkat kata Tuhan menjadi sumber inspirasi dan semangat baru untuk memudahkan segala urusannya.
Dewasa ini kita sama-sama melihat masalah-masalah yang terjadi dimasyarakat Indonesia. Timbulnya gejolak-gejolak dimasyakat adalah merupakan buah cipta atau ekses ketidak terwujudannya Rahmaniyat Allah Ta’ala baik pada tataran Pemerintah maupun Masyarakat itu sendiri. Masih ingatkah kita dengan penyerangan terhadap saudara-saudara kita dari Jama’ah Ahmadiyah yang dilakukan oleh beberapa ormas Islam yang tentunya mengatasnamakan Islam? Dimana sudah jelas bagi kita Jamaah Ahmadiyah adalah saudara kita sesama muslim, yang dari mulut mereka mengeluarkan syahadat, dan amal mereka mengerjakan sholat. Barang kali sulit untuk mengukur apalagi mengetahui benar tidaknya keislaman mereka, karena itu bukan pada ranah kita untuk dapat menghakimi keyakinan yang dirasakan oleh saudara kita dari Ahmadiyah. Lebih-lebih sekarang antipati terhadap Ahmadiyah lebih diperparah oleh pernyataan Menteri Agama tentang niatnya yang akan membubarkan Jamaah Ahmadiyah dari NKRI ini. Menteri Agama Suryadharma Ali menegaskan, Jamaah Ahmadiyah harus membubarkan diri. Suryadharma beralasan, Ahmadiyah bertentangan dengan Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri. "Harusnya Ahmadiyah segera dibubarkan. Kalau tidak dibubarkan masalahnya akan terus berkembang," kata Suryadharma setelah mengikuti rapat gabungan di Gedung DPR, Senayan, Senin 30 Agustus 2010. (http://www.tempointeraktif.com/hg/kesra/2010/08/30/brk,20100830-275156,id.html)
Menurut saya, melihat fenomena pemberitaan yang begitu gencar tentang Ahmadiyah, kita tidak boleh gegabah memutuskan masalah keyakinan saudara kita dari Ahmadiyah. Karena masalah keyakinan tidak dapat di sentuh oleh hukum, kecuali implementasi dari sebuah keyakinan ajaran itu akan mendatangkan kerugian jiwa bagi yang meyakini atau masyarakat yang tidak meyakini maka dalam hal ini aparat yang berwajib berhak untuk meminta pertanggung jawabannya. Menteri Agama terlalu gegabah untuk menilai Ahmadiyah sebelah mata, bahkan berkeinginan untuk membubarkannya. Sungguh satu sikap yang tidak mencerminkan pribadi hamba Tuhan yang Maha Pemurah.
Sejarah membuktikan, Jamaah Ahmadiyah yang sudah cukup lama dinegeri ini telah ikut sama-sama membangun Indoenasia. Beberapa tokoh Pahlawan Nasional Bangsa ini juga sebagian adalah para tokoh-tokoh dari kalangan ahmadi, dan pemuda-pemudi ahmadi juga turut membidani lahirnya Indonesia ini dengan cara mempropagandakan kemerdekaan hingga ke negeri-negeri Timur Tengah khususnya India. Maka dengan melihat fakta-fakta tersebut maka pemerintah harus berhati-hati untuk ikut campur dalam keyakinan mereka. Masalah Ahmadiyah dapat diselesaikan dengan pendekatan diskusi-diskusi akademis, karena jika memang keyakinan itu benar maka diuji dengan alat apapun itu dia akan tetap benar.
Oleh karenanya pemerintah yang dalam kapasitasnya memberikan pelayanan kepada masyarakat, harus dapat mewujudkan sifat rahmaniyat Allah Ta’ala dan masing-masing oknum negarawan juga wajib menjadi pribadi ‘Ibādur Rahmān tidak terkecuali seorang Menteri Agama, baru dia akan dapat mempertanggung jawabkan kepada manusia dan Tuhan yang dia yakini. Saat ini merupakan detik-detik hari terakhir puasa Ramadhan yang harusnya masing-masing kita mengembangkan diri dan potensi kita untuk menjadi ‘Ibādur Rahmān (Hamba-hamba dari Yang Maha Pemurah), yang kita semakin mencintai saudara kita yang muslim atau pun yang bukan muslim yang tadinya kita benci menjadi simpati sebagai bukti kita mengikuti sifat Allah Ta’ala Ar-Rahman yakni memberikan cinta kasih tanpa memandang dari kalangan manapun dan dari keyakinan manapun itu, sehingga kita dapat menjadi seorang yang dapat diterima oleh khalayak ramai. Dengan menjadi pribadi tersebut maka akan bertambah mulia Allah Ta’ala di mata saudara-saudara kita yang lainnya. ‘IDUL FITRI sudah di depan mata, semoga hasil dari puasa ini dapat menjadikan diri kita sebagai ‘Ibādur Rahmān yang Allah Ta’ala inginkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H