Kloter (kelompok terbang) awal rombongan jemaah calon haji (calhaj) Indonesia tahun 2018/1439H telah dimulai serentak pada tanggal 17 Juli 2018 dari sejumlah embarkasi ke Madinah dan kloter terakhir tanggal 15 Agustus 2018 ke Jedah. Inilah titik awal suatu perjalanan untuk memenuhi panggilanNya bagi pemeluk agama Islam. Gembira dan haru menyatu setelah calhaj menanti hingga belasan tahun. Berbagai hambatan seakan sirna berganti debaran-debaran untuk menghadapi peristiwa-peristiwa tak terduga selama di tanah suci.
Haji adalah rukun Islam paling buncit yang sudah kita hafal sejak sekolah dasar. Itupun masih diberi tambahan, bagi umat Islam yang mampu. Mampu secara fisik, batin, waktu, dan finansial. Mengingat waktu antrian yang sangat lama, bisa jadi ini adalah satu-satunya ibadah yang dilakukan sekali seumur hidup. Bisa jadi ini adalah perjalanan ibadah satu arah karena malaikat maut menjemputnya di tanah suci.
Inilah jenis ibadah yang paling heboh bagi umat Islam, sejak pendaftaran hingga kembali ke kampung halaman. Heboh bagi calhaj dan keluarganya (bahkan tetangganya), kementerian agama, kementerian kesehatan, imigrasi, biro perjalanan atau pembimbing ibadah haji, armada transportasi, perhotelan, perbankan, termasuk pemerintah Arab Saudi. Saking hebohnya, penyelenggaraannya dapat merambat menjadi peristiwa kriminal dan politik karena adanya perputaran uang dalam jumlah buuessarrr....
Banyak yang mengatakan bahwa ibadah haji merupakan ibadah yang memerlukan kekuatan fisik. Benar dan masuk akal. Lebih dari dua juta umat Islam dari berbagai negara, termasuk Indonesia yang menyumbang 221.000 jemaah. Semuanya akan berada di Arafah dan Muzdalifah pada waktu yang bersamaan. Lalu semuanya berbondong-bondong melintasi terowongan menuju lokasi lempar batu (jumroh) di Mina. Sebagian rombongan segera ke Masjidil Haram untuk tawaf dan sa'i, sebagian lagi menunggu waktu yang tepat untuk menuntaskan prosesi haji.
Perjalanan menuju Arafah, Muzdalifah, Mina memerlukan obat anti lelah lantaran antrian yang mengular menunggu bis resmi dari penyelenggara haji Pemerintah Arab Saudi. Bisnya memang banyak, tetapi jemaah calhaj jauh lebih banyak. Daya tampung setiap bis sekitar 40-50 orang berjejal-jejal. Kitapun hanya boleh menaiki bis dengan nomor yang sesuai dengan negara asal calhaj.
Ketahanan tubuh kembali diperlukan ketika berjalan kaki dari maktab (markas setiap rombongan haji di Mina) ke lokasi lontar jumroh yang berjarak sekitar 4 km. Untungnya, saat ini jalur menuju pelontaran jumroh dan jalur kembali ke penginapan di Mina sudah terpisah. Namun kerumunan manusia tetap tak terhindarkan karena ada yang mengejar waktu yang dianggapnya paling afdhol.Â
Demikian juga saat tawaf di Masjidil Haram, potensi benturan antara rombongan yang baru memulai tawaf berpapasan dengan yang sudah selesai dan akan keluar dari barisan yang sedang mengelilingi ka'bah. Maka bersiaplah untuk berhimpitan, berdesakan, berjalan sambil berdoa dalam rengkuhan suhu yang membuat keringat meleleh.
Tidak sedikit kisah calhaj yang berangkat dalam kondisi segar bugar tapi tak berdaya saat di tanah suci. Sebaliknya, yang tampak lemah justru tegar menjalani setiap prosesi. Dengan kondisi itu, para pendahulu dan pembimbing haji selalu mengingatkan calhaj untuk menjaga kesehatan, menjaga makanan dan minuman sejak berangkat dan selama di tanah suci. Jangan begini, jangan begitu. Pakai ini, pakai itu. Bawa ini, bawa itu. Hindari ini, hindari itu. Mendengar itu semua, membuat saya ngeri dan ragu, apakah saya mampu secara fisik?
Setelah dijalani, ternyata ketahanan fisik bukanlah segalanya. Ada banyak fasilitas dan asistensi untuk mengatasinya. Petugas medis, klinik/rumah sakit, obat-obatan, kursi roda hingga ambulan.Â
Ada petugas resmi Kementerian Agama atau Biro Perjalanan/Bimbingan Haji bahkan tenaga bayaran dari mukimin asal Indonesia. Fasilitas dan asistensi itu umumnya gratis kecuali jika menggunakan tenaga bayaran dan sewa kursi roda.
Sebaliknya, ketahanan mental dan batin lebih banyak bergantung pada persiapan dan kemampuan setiap individu calhaj. Jika dalam kehidupan sehari-hari calhaj terbiasa dengan layanan prima, selalu diprioritaskan dan dihormati, maka persiapan mental-batiniah lebih diperlukan. Kenapa? Ya karena banyak sekali godaan untuk protes, mengeluh, atau marah karena perlakuan atau layanan yang tidak sesuai harapan.Â