Sore hari menjelang magrib, saya sudah kembali ke Camp Furu, tempat seluruh peserta kegiatan ini bermarkas. Tenda dome berbaris dinaungi terpal biru di tepi Sungai Furu.
Doni, anggota tim urusan logistik, tampak berlari tergesa-gesa menemui saya.
“Mas…Gawat mas…, gawaaatt!!!” teriaknya dengan tampang pucat dan gugup.
“Eh, kenapa kau?”, tanya saya heran.
“orang kampung Dabra marah sama kita, mas. Mereka mau ke sini, bawa parang sama tombak!”
“Hah?....ini ada apa sih? Sini..sini..tenang...ceritain kenapa mereka tiba-tiba marah, ada masalah apa?”.
Antara bingung dan panik, Doni terduduk lemas di tepi Sungai Furu. Saya panggil Farid, rekan kerja saya di Jayapura untuk mendengarkan.
“Gini mas. Tadi saya ke kampung. Belanja sayur dan buah. Ternyata di kampung lagi heboh, ada anggota DPRD dari Jayapura”.
“lha hubungannya sama kita apa?,” potong saya. Gantian saya yang nggak sabar.
“Masyarakat melaporkan kita meracuni air Sungai Furu. Ada warga yang menemukan banyak ikan ngambangdi sungai. Orang DPRD bilang mau laporkan kasus ini ke Jayapura. Tetua adat jadi ikut marah, terus masyarakat mau mengamuk. Jadi sekarang mereka sedang berperahu ke sini. Banyak sekali mas. Mereka bawa parang dan tombak. Makanya saya cepat-cepat kembali, takut mereka mau serang kita!”.
Eh busyeeettt….!!!