Mohon tunggu...
Suer@nywhere
Suer@nywhere Mohon Tunggu... Konsultan - Mencoba membaca, memahami, dan menikmati ciptaanNya di muka bumi. Action to move forward because word is not enough. Twitter/Instagram: @suerdirantau

Mencoba membaca, memahami, dan menikmati ciptaanNya di muka bumi. Action to move forward because word is not enough. Twitter/Instagram: @suerdirantau

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ketika Indonesia Raya Jadi Lagu Pembuka

3 Juni 2016   09:26 Diperbarui: 3 Juni 2016   18:10 811
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terkait pertanyaan di awal, seberapa sering sih kita mendengarkan lagu kebangsaan Indonesia Raya, dan seberapa sering menyanyikannya?

Para pegawai negeri sipil (Aparat Sipil Negara), TNI/Polri, dan anak-anak sekolah pasti masih sering ikut upacara rutin. Bagaimana dengan warga negara yang bekerja di luar pemerintahan dan wiraswasta? Berapa banyak yang masih ikut upacara bendera sekali dalam setahun? Sebagai golongan swasta partikelir, saya ngaku 'nggak pernah' ikut upacara selepas masa sekolah.

Sedikit sekali kesempatan kita untuk mendengarkan, apalagi menyanyikan, lagu kebangsaan. Paling top ketika televisi menyiarkan upacara peringatan hari kemerdekaan. Itu setahun sekali brur en zoes!

Ketika atlit Indonesia menjuarai cabang olahraga internasional. Hmm...ya, itupun kalau ada stasiun TV yang menyiarkan langsung. Kalau dalam cuplikan berita, pasti terpotong durasi.

Ketika stasiun televisi memulai dan mengakhiri siarannya. Nah, berapa banyak yang rela bangun pagi dan tidur larut malam untuk mendengarkan lagu kebangsaan? Belum lagi ada keluarga yang mengaku tidak mau menonton TV lokal dengan alasan tertentu.

Andaikan…andaikan nih ya. Kita menyaksikan penayangan itu, apakah kita ikut menyanyi dan memperhatikan ritmenya?

Nggak ada maksud membanding-bandingkan dengan negara lain, tapi sekadar perbandingan tanpa perlu biaya studi banding. Pertama kali nonton filem di Bangkok, saya sempat dibuat panik. Sebelum pemutaran filem, semua penonton tiba-tiba berdiri dari bangkunya. Saya ikut lompat berdiri dengan waspada. Ada apa nih? Kebakaran, gempa, copet, huru-hara?

Ternyata kita berdiri untuk melihat cuplikan kegiatan Raja Thailand dengan iringan lagu kebangsaan/kerajaan. Pada acara nonton berikutnya, saya berniat untuk tetap duduk. Tapi saya urungkan. Takut ada yang nimpuk botol dari belakang. Dan lebih ngeri lagi, takut ada mata-mata yang menculik saya, lalu menuduh telah melakukan tindakan subversif: menghina raja.

Lalu setiap jam 6 sore, lagu yang sama akan berkumandang melalui radio, televisi, stasiun kereta, dan tempat-tempat yang ada pengeras suaranya. Semua orang tiba-tiba diam mematung. Waktu seolah berhenti. Setelah lagu selesai, semuanya kembali seperti semula. Hanya alien (sebutan untuk warga negara asing) yang celingukan antara takjub dan bingung.

Jadi, untuk sementara ada alasan 'pembenaran' jika kita tidak hafal lirik dan ritme lagu kebangsaan. Lha memang kita jarang dengar kan?

Kejadian di atas mendorong saya mencari dan mengunduh lagu Indonesia Raya versi asli WR Supratman dan versi orchestra karya Addie MS dan Victoria Philharmonic Orchestra. Ehh, nemu juga versi remix yang bisa bikin goyang kaki. Bahkan baru-baru ini juga ada versi gitar elektrik yang bernuansa rock. Dari unduhan itu saya jadi tambah yakin, lagu kebangsaan itu memang seharusnya dinyanyikan dengan penuh semangat dan heroik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun