Mohon tunggu...
Suer@nywhere
Suer@nywhere Mohon Tunggu... Konsultan - Mencoba membaca, memahami, dan menikmati ciptaanNya di muka bumi. Action to move forward because word is not enough. Twitter/Instagram: @suerdirantau

Mencoba membaca, memahami, dan menikmati ciptaanNya di muka bumi. Action to move forward because word is not enough. Twitter/Instagram: @suerdirantau

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ketika Indonesia Raya Jadi Lagu Pembuka

3 Juni 2016   09:26 Diperbarui: 3 Juni 2016   18:10 811
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya bertanya kepada beberapa kawan, kapan terakhir kali menyanyikan lagu Indonesia Raya? Ahh..ini bukan survei resmi ala Badan Pusat Statistik, sekedar menjawab rasa penasaran. Supaya nggak mati penasaran. Jadi saya tanya beberapa teman dekat yang bukan anggota Pegawai Negeri, bukan TNI/Polri, bukan anak sekolah dan guru-gurunya. Jawabannya ternyata antara 5-20 tahun lalu. Saya tergolong yang 5 tahun itu. Hehehe…. Ada yang lebih lama dari 20 tahun?

Masih terbayang saat-saat diomelin Mas Dibyo, pelatih vokal mahasiswa baru di Balairung Universitas Indonesia. Jangan tanya tahun berapa deh. Pokoknya duluuuu...banget. Beliau marah dan merepet karena kita menyanyikan lagu kebangsaan tanpa semangat. Ribuan mahasiswa baru yang kinyis-kinyis itu secara tak sengaja mengubah aransemen lagu kebangsaan menjadi lagu hymne yang mendayu-dayu bin datar.

Latihan berulang-ulang memaksa kita untuk menyanyikannya dengan baik dan benar, sesuai irama musik dan ayunan tangan dirijen. Suara fals kalah telak dengan mayoritas gegap gempita.

Tanpa disangka-sangka, saya mendengar kembali lagu Indonesia Raya versi hymne di dua kegiatan lokakarya sebuah kementerian dalam tempo satu minggu. Arrghhh… andai ada Mas Dibyo, semua pasti kena damprat tanpa kecuali.

Di acara pertama, seorang dirijen dadakan memimpin sekitar 70 peserta untuk menyanyikan lagu kebangsaan. Sang dirijen mendadak menghentikan gerakan tangannya memandu, padahal bagian terakhir (refrain) baru dinyanyikan satu kali. Akibatnya sebagian besar hadirin berhenti kecuali beberapa orang yang terlanjur buang suara “Indoneeee…” lalu tercekat sambil celingukan. Hening. Kok yang lain diem? Ini lagu udah abis ato belom sih?

Beberapa hari kemudian, ada lagi acara lagi yang dihadiri ratusan pegawai dari kementerian yang sama. Pesertanya perwakilan dari seluruh Indonesia, dihadiri menteri dan para dirjen. Kali ini panitianya lebih cerdas. Lirik lagu Indonesia Raya ditampilkan di bagian depan ruangan. Termasuk bait terakhir (refrain) ditulis dua kali.

Indonesia Raya, Merdeka, merdeka, Tanahku, neg'riku yang kucinta; Indonesia Raya, Merdeka, merdeka, Hiduplah Indonesia Raya....

Indonesia Raya, Merdeka, merdeka, Tanahku, neg'riku yang kucinta; Indonesia Raya, Merdeka, merdeka, Hiduplah Indonesia Raya.

Teks lagu. Foto by @suerdirantau
Teks lagu. Foto by @suerdirantau
Kali ini sang dirijennya pun sempat menghentikan gerakan tangan sejenak di bait refrain pertama, tapi karena semua hadirin terus bernyanyi, tangan dirijen pun bergerak lagi. Dirijen mengikuti suara mayoritas, keren kan?

Persoalan ritme dan semangat lagu kebangsaan dijamin nggak akan terjadi pada acara-acara resmi kenegaraan. Wajar. Ada kelompok paduan suara terlatih, dirijen terlatih, dan iringan musik. Suara mereka jelas mendominasi lantunan lagu kebangsaan, apalagi dengan bantuan pengeras suara. Peserta yang hadir tinggal lip sync alias buka-buka mulut sedikit dengan suara pelan.

Lha kalau ada seminar atau lokakarya yang nekat mengobarkan nasionalisme pesertanya melalui lagu Indonesia Raya? Peserta kegiatan otomatis menjadi kelompok paduan suara dengan dirijen dadakan dan tanpa iringan musik. Maka... walaupun ada beberapa orang yang sudah menyanyi sesuai kodrat lagu kebangsaan, suaranya kalah mutlak dengan koalisi suara fals-hymne.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun