Permintaan para nelayan tradisional pengguna pukat harimau mini (trawl) di Kota Bengkulu agar pemerintah memberikan alat tangkap alternatif ditolak oleh Kadis Kelautan dan perikanan Provinsi Bengkulu, Reynaldi.
Hal ini ia sampaikan saat dengar pendapat antara ratusan nelayan Kota Bengkulu di Tempat Pelelangan Ikan (TPI), Pulau Baai, Bengkulu, Senin (19/1/2015).
Awalnya Reynaldi memberikan illustrasi, ada beberapa nelayan di Bengkulu di kawasan Pasar Malabero melaut menggunakan perahu dayung tak menggunakan trawl. Reynaldi juga menyebutkan beberapa jenis alat tangkap lainnya lalu ia mengimbau para nelayan meninggalkan trawl.
Namun, imbauan tersebut disanggah oleh oleh seorang nelayan dari kelompok nelayan Jangkar Mas, Simatupang.
“Pak Kadis tak mudah mengganti alat tangkap pukat harimau mini dengan alternatif lain, apalagi contoh alat tangkap yang bapak sebut tadi harganya ratusan juta, kami ini terpaksa gunakan trawl mini,” kata
Keluhan ini dijawab oleh Reynaldi, bahwa hal yang sama telah ia sampaikan pada kementerian kelautan dan perikanan, namun alasan tersebut ditolak.
“Kementerian katakan, mereka (nelayan) sudah 25 tahun gunakan trawl tersebut untuk apalagi negara memberikan alat tangkap, mereka melanggar aturan, merusak lingkungan,” kata Reynaldi menyampaikan jawaban dari kementerian kelautan.
Sebelumnya tak kurang dari 250 nelayan tradisional yang menggunakan pukat harimau mini (trawl) di Kota Bengkulu mengalami kesulitan hidup akibat larangan melaut.
“Saat ini ada tak kurang dari 250 nelayan kecil menggunakan trawl mini, saat ini kondisi laut Bengkulu semakin sedikit ikan apalagi di kawasan tepi,” kata Sihombing kata salah seorang nelayan setempat, Senin (19/1/2015).
Para nelayan miskin tersebut telah lama menggunakan trawl mini, mereka bermodalkan perahu sederhana, kayu yang disusun sedemikian rupa tanpa standar layak berlayar nekat melaut menggunakan trwal mini.
“Saat ini mereka takut melaut, sementara bantuan alat tangkap lain mereka tak punya, kami nelayan sepakat dilarang menggunakan trawl namun harus ada solusi agar kami dapat mencari ikan dan tak ditangkap aparat,” demikian Sihombing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H