Mohon tunggu...
Hts. S.
Hts. S. Mohon Tunggu... karyawan swasta -

"Tak bisa peluk ayahmu? Peluk saja anakmu!" Hts S., kompasianer abal-abal

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tentang Cinta dan Masakan Ibu

5 November 2015   09:52 Diperbarui: 5 November 2015   10:32 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Rahasia Masakan Ibu

Bukannya mau memuji-muji, ini memang penilaian pribadi saya, tetapi ditambah testimoni orang lain juga. Masakan ibu saya itu enak. Tidak mudah membuat magap (= kondisi tingkat kepuasan nol, atau marginal utility nol). Kita menikmatinya itu bisa lama.

Kalau ada saudara yang pulang ke Siborongborong, mereka akan mengakui perihal rasa dari masakan ibuku itu. Di samping udara dingin yang meningkatkan selera makan disana, rasa dari masakan ibuku juga pas di lidah.

Sesekali ibuku berkunjung juga ke perantauan ini, menengok cucu-cucunya. Kita mintalah beliau memasak dengan cita rasa kampung. Kalau kebetulan ada arisan, beliau yang meracik bumbunya. Sambil meracik bumbu itu, kita tanya apa rahasianya.

“Molo mangalompa jagal dang pola godang massam ni bumbuna baenon antong. Molo bawang merah boi ma gumodang. Asal ma pas parsirana. Molo pagodanghu bumbu, gabe so tarida be rasa ni jagal i”

Artinya: “Kalau masak daging, jangan terlampau bermacam-macam bumbunya. Bawang merahnya dibanyakin. Garamnya harus pas. Kalau kebanyakan bumbu, nanti rasa inti dari daging itu jadi tidak muncul”

Begitu beliau menerangkan, sambil mengupas bawang, serai, jahe, lengkuas, menambahkan andaliman, dan cabai secukupnya. “Tidak usah pake peccin inang…” petujuknya kepada parumaen (menantu)-nya yang belum mahir memasak itu. Parumaennya memperhatikan dengan seksama.

Jadi rahasia masakan ibuku terletak pada kesederhanaan bumbunya.

---

Masakan istri dan cintanya

Menurutku rasa masakan itu juga dipengaruhi rasa cinta. Salah satu wujud nyata dari cinta adalah penghargaan kepada pasangan. Maka dari itu, apapun yang disuguhkan istri untuk kami makan, semua terasa enak saja kunikmati. Karena itu cinta. Kalau ada yang kurang, tidak langsung saya bilang tidak enak. “Mama lupa kasih jeruk nipis ya…” paling kubilang begitu. Besok-besoknya, istriku tahu kalau goreng ikan laut lebih nikmat setelah dikasih jeruk nipis sebelum digoreng. Menikmati masakan istri dengan penuh sukacita, membuatnya juga bersuka cita. Di hari-hari tertentu, saya yang memasak agar istri bisa menikmati masakan saya juga.

---

Ekspresi Cinta

“Bapak ga pernah kasih aku dulu boneka atau puisi” protes istriku melihat jejeran boneka adiknya. Adiknya memang banyak menerima hadiah-hadiah dari teman-teman prianya yang berusaha pendekatan.

“Ma, cinta bapak mirip masakan ompung kampung itu, tidak banyak bumbunya tapi enak, ga bosanin” kujawab dengan inspirasi dari masakan ibuku.

Mendengar jawaban itu, istriku antara terima atau tidak. “Ah, bapak bisa saja…”

---

Nasihat dari Pemandu Wisata

Pada suatu kesempatan, saya pernah ikut rombongan wisata. Dalam daftar perjalanan kami akan mengunjungi sebuah rumah makan. Katanya kami akan mencicipi masakan yang dulu menjadi makanan para bangsawan. Dalam bus yang kami tumpangi menuju rumah makan tersebut, pemandu wisata memberi banyak narasi, tentang budaya dan tempat yang kami lalui. Dan beliau juga mengingatkan “tidak ada makanan yang tidak enak, yang ada adalah perbedaan selera”. Maksud beliau, jangan sampai ada yang ngedumel bilang “tidak enak” nanti.

Benar saja, makanan yang kami nikmati itu flat saja rasanya. Tidak ada cabai. Kurang garam. Yang dominan hanya rasa ginseng dan lada. Plus minum arak yang rasanya membakar tenggorokan. Ternyata begitu ya selera para bangsawan disana. Kalau disuruh pilih, tentu saya memilih sop kambing di Dukuh Zamrud, gurih!

Barangkali cinta pun demikian. Berbeda orang, berbeda ekspresinya. Bisa gaya cabe-cabean, bisa juga terong-terongan. Mau pakai coklat, mau pakai boneka, seikat mawar atau berlembar puisi boleh jadi hanya masalah selera. Asal dilakukan dengan tulus dan penuh penghargaan.

Bagaimana menurut anda?

(berdasarkan kisah nyata)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun