Mohon tunggu...
Hts. S.
Hts. S. Mohon Tunggu... karyawan swasta -

"Tak bisa peluk ayahmu? Peluk saja anakmu!" Hts S., kompasianer abal-abal

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ulos Batak Ragidup, Simbol Pengharapan

8 September 2015   13:23 Diperbarui: 8 September 2015   13:42 2373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pragmatisme ala kapitalisme sudah merasuki kehidupan kita. Sebagian besar orang Batak memang masih berhasil mempertahankan warisan leluhur berupa adat istiadat yang baik itu. Tapi ada hal-hal yang kelihatannya sepele, yang perlu dipikirkan lebih dalam bagaimana generasi sekarang memaknai ulos.

Ada orang yang menganggap ulos tidak praktis lagi, menumpuk di rumah pengantin (misalnya) tetapi tidak bisa segera dimanfaatkan secara ekonomi (dalam arti uang). Sebab itu dengan maksud lebih praktis dan ekonomis, ada juga yang memberikan uang kepada pengantin sebagai pengganti ulos. Tentu dapat dipahami maksud baik dari orang tersebut.

Tapi tujuan dari ulos ternyata bukanlah pertukaran materi selayaknya pada pertukaran pasar (market exchange). Motivasinya bukanlah motivasi pertukaran pasar. Memberi dan menerima dalam adat istiadat adalah pertukaran (reciprocity) untuk tujuan hubungan sosial (adjudicating economic claims and social relations) yang semangatnya sangat berbeda dengan semangat ekonomi pasar.

Saatnya kita merenungkan kembali, apakah kita akan meneruskan, mempertahankan sisa-sisa yang tak banyak lagi dari tradisi leluhur dengan makna-makna yang ada di dalamnya, atau kita bergerak ke arah pragmatisme kapitalis.

 

---

Horas…

 

Bacaan:

Sihombing TM, 2000. Filsafat Batak, Tentang Kebiasaan-kebiasaan Adat Istiadat, Balai Pustaka, Jakarta

Siahaan, Bisuk, 2015. Warisan Leluhur Batak yang Terancam Punah, Jakarta

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun