Pragmatisme ala kapitalisme sudah merasuki kehidupan kita. Sebagian besar orang Batak memang masih berhasil mempertahankan warisan leluhur berupa adat istiadat yang baik itu. Tapi ada hal-hal yang kelihatannya sepele, yang perlu dipikirkan lebih dalam bagaimana generasi sekarang memaknai ulos.
Ada orang yang menganggap ulos tidak praktis lagi, menumpuk di rumah pengantin (misalnya) tetapi tidak bisa segera dimanfaatkan secara ekonomi (dalam arti uang). Sebab itu dengan maksud lebih praktis dan ekonomis, ada juga yang memberikan uang kepada pengantin sebagai pengganti ulos. Tentu dapat dipahami maksud baik dari orang tersebut.
Tapi tujuan dari ulos ternyata bukanlah pertukaran materi selayaknya pada pertukaran pasar (market exchange). Motivasinya bukanlah motivasi pertukaran pasar. Memberi dan menerima dalam adat istiadat adalah pertukaran (reciprocity) untuk tujuan hubungan sosial (adjudicating economic claims and social relations) yang semangatnya sangat berbeda dengan semangat ekonomi pasar.
Saatnya kita merenungkan kembali, apakah kita akan meneruskan, mempertahankan sisa-sisa yang tak banyak lagi dari tradisi leluhur dengan makna-makna yang ada di dalamnya, atau kita bergerak ke arah pragmatisme kapitalis.
Â
---
Horas…
Â
Bacaan:
Sihombing TM, 2000. Filsafat Batak, Tentang Kebiasaan-kebiasaan Adat Istiadat, Balai Pustaka, Jakarta
Siahaan, Bisuk, 2015. Warisan Leluhur Batak yang Terancam Punah, Jakarta