Membangunkan warga untuk makan sahur mungkin bukan hal baru di beberapa daerah. Masyarakat setempat memiliki beragam cara membangunkan warganya.Â
Sebagian daerah memilih membangunkan lewat pengeras suara. Sebagian lagi melalui arak-arakan keliling desa.Â
Tidak terkecuali di wilayah kota Mataram. Di ibukota provinsi Nusa Tenggara Barat ini, tradisi membangunkan sahur masih kuat.Â
Seperti yang terlihat di salah satu wilayah kecamatan Ampenan. Tepatnya di wilayah kelurahan Dayan Peken.Â
Remaja masjid Lebai Sandar di lingkungan Dayan Peken keliling wilayah sekitar kelurahan membangunkan warga untuk sahur. Kegiatan ini dimulai pukul 03.00 hingga 04.00 Wita.Â
Bagaimana Situasi dan Tantangan yang Ada?
Tradisi yang ada berupa arak-arakan dengan membawa alat musik tabuh. Sekelompok remaja masjid membunyikan alat tabuh berkeliling kampung.Â
Tentunya sambil menyuarakan, "Sahur, sahur, sahuurrrr!" Lantunan suara alat musik tabuh pun beradu dengan pengeras suara.Â
Iring-iringan remaja masjid itu terus berkeliling kampung. Tujuannya hanya satu, yaitu agar warga tidak terlambat bangun sahur.Â
Tujuan itu dapat tercapai secara efektif. Kegaduhan di jalan bahkan mengalahkan suara alarm yang sudah disetel.Â
Teriakan demi teriakan pun terus menggema hingga waktu yang telah ditentukan. Semua remaja masjid yang terlibat terlihat bahagia.Â
Iring-iringan ini terasa sangat menggoda. Bahkan ada sebagian anak-anak yang ikut bergabung di dalamnya.Â
Terlebih beberapa anak yang merengek terbangun dan ingin menyaksikannya. Tentu beberapa hal tersebut merupakan pelajaran positif yang dirasakan dari tradisi tahunan ini.Â
Secara umum tidak ada tantangan yang berarti dalam pelaksanaannya. Tantangan yang muncul hanyalah ketepatan kehadiran remaja masjid saja.Â
Tantangan dari warga juga tidak ada. Hal ini karena kegiatan ini sudah menjadi tradisi sejak lama.Â
Tantangan utama justru bagaimana mengemas kegiatan tersebut menjadi menarik. Tujuannya agar warga yang terbangun bisa terhibur.Â
Apa Saja Aksi yang Dilakukan?
Pertama, Menyiapkan Alat Musik
Alat musik yang disiapkan berupa alat musik tabuh. Terdiri dari empat alat musik.Â
Keempatnya berupa drum berbagai ukuran. Ada yang besar dan kecil. Tentu beserta alat pukulnya.Â
Persiapan dilakukan sebelum Ramadan tiba. Tujuannya agar pada hari pertama puasa, siap digunakan.Â
Kedua, Menyiapkan Personel Penabuh Drum
Personel penabuh drum dipilih yang memiliki keahlian khusus. Tujuannya agar tabuhan menghasilkan irama yang enak terdengar.Â
Personel berasal dari remaja masjid setempat. Biasanya remaja-remaja yang beranjak dewasa secara bergantian.Â
Sementara remaja-remaja lainnya ikut berbaris. Mereka secara serempak membangunkan warga untuk sahur. Tentu saja dengan irama yang tidak memekakkan telinga.Â
Ketiga, Melaksanakan Keliling Kampung
Keliling kampung dilaksanakan tepat saat warga memulai aktivitas menyiapkan makan sahur. Biasanya mulai pukul 03.00 Wita rombongan telah berkumpul di titik kumpul.Â
Pemilihan waktu tersebut berdasarkan kebiasaan warga menyiapkan makan sahur. Selain itu, juga menyesuaikan dengan warga yang akan melaksanakan salat malam.Â
Kegiatan keliling kampung dihentikan tepat pukul 04.00 Wita. Tujuannya memberikan kesempatan kepada remaja yang berkeliling untuk santap sahur.Â
Kegiatan ini diusahakan tidak melewati kampung yang mayoritas nonmuslim. Tujuannya agar mereka tidak merasa terganggu.Â
Bagaimana Refleksi dan Dampak Kegiatan Ini?
Pembelajaran utama dari kegiatan ini adalah sikap peduli kepada warga sekitar. Terutama agar warga kampung terbangun untuk menyiapkan sahur dan salat malam.Â
Pembelajaran lainnya adalah dalam melakukan tradisi ini diperlukan adanya kekompakan. Kekompakan yang terjalin menjadi kunci sukses pelaksanaan kegiatan.Â
Dampak Bagi Remaja Masjid
Remaja masjid memiliki kegiatan positif selama Ramadan. Mereka dapat menyalurkan hobinya pada hal positif.Â
Selain itu, adanya kekompakan juga merupakan dampak tersendiri. Mereka dapat bersatu dalam satu kegiatan tanpa terpecah belah.Â
Dampak Bagi Warga Kampung
Bagi warga kampung, kegiatan ini mampu membuat senang. Mereka bisa memperoleh tontonan dan hiburan.Â
Selian itu, juga terbiasa bangun lebih awal untuk menyiapkan santap sahur. Warga kampung juga lebih terbiasa bangun untuk salat malam.Â
Demikian ulasan tradisi membangunkan sahur saat Ramadan ini ditulis. Semoga tradisi ini tidak luntur sehingga dampaknya dapat dirasakan oleh warga kampung.Â
Semoga bermanfaat!Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H