Mohon tunggu...
Sudomo
Sudomo Mohon Tunggu... Guru - Guru Penggerak Lombok Barat

Trainer Literasi Digital | Ketua Komunitas Guru Penggerak Lombok Barat | Duta Teknologi Kemendikbudristek 2023 | Penulis Buku

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Peran Guru Penggerak dalam Literasi Digital, Apa Saja?

23 Februari 2023   17:25 Diperbarui: 25 Februari 2023   08:40 819
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi guru penggerak. Sumber: Kompas.com/Adiwinata Solihin

Peran guru penggerak tidak lepas dari empat pilar pendidikan. Empat pilar tersebut adalah murid, sekolah, orang tua, dan masyarakat. 

Dalam menjalankan peran ini, guru penggerak memiliki nilai-nilai yang dipegang. Nilai-nilai tersebut akan memengaruhi penentuan bentuk pendekatan yang dilakukan. 

Dalam menjalankan perannya, guru penggerak menyesuaikan dengan kebutuhan belajar masing-masing pilar. Hal ini mengacu pada kemampuan guru penggerak dalam melakukan diferensiasi program. 

Salah satu program yang bisa dikembangkan guru penggerak adalah literasi digital. Saat ini literasi digital menjadi poin penting seiring perkembangan teknologi. 

Apa hubungan guru penggerak dengan literasi digital? 

Guru penggerak hendaknya juga mampu menempatkan diri sebagai garda depan dalam literasi digital. Terlebih maraknya berbagai berita hoaks yang seringkali menghiasi dinamika kehidupan. 

Hal ini seperti terungkap dalam Training of Trainee (ToT) Edukasi Literasi Digital dengan Pendekatan Komunikasi Antar Personal (KAP). Pada hari pertama ToT, fasilitator menyampaikan materi terkait komunikasi antar pribadi. 

Kegiatan yang dipandu Kiky dari Unicef Indonesia ini membahas strategi KAP yang efektif. Sebagai guru penggerak merasa materi yang didapat tidak jauh berbeda dengan modul coaching. 

Materi yang disampaikan di Hotel Fave Mataram tersebut layaknya penyegaran materi coaching yang pernah didapat. Kedua materi sangat selaras karena sama-sama menggunakan prinsip coaching. Keduanya juga merupakan bentuk Pembelajaran Orang Dewasa (POD). 

Materi komunikasi antar pribadi hari ini (23/2) meliputi salah satunya adalah teknik menambah keakraban. Hal ini sama seperti salah satu prinsip coaching yaitu membangun kemitraan. Selain itu, juga selaras dengan prinsip hadir seutuhnya. 

Materi lain yang disampaikan dalam ToT yang diselenggarakan oleh ICT Watch, Kominfo, dan Unicef tersebut, yaitu terkait teknik saling mendengarkan dan berbicara. Hal ini sesuai prinsip coaching lainnya, yaitu mendengarkan aktif dan percakapan yang memberdayakan. 

Sedangkan pada materi kunci komitmen sama persis dengan salah satu alur TIRTA dalam coaching, yaitu TAnggung Jawab. Meskipun demikian keduanya memiliki perbedaan. Dalam KAP bisa diterapkan secara berkelompok. 

Sedangkan coaching biasanya diterapkan kepada individu. Namun, demikian keduanya tetaplah hal yang bisa dianggap sama. Artinya, bahwa secara tidak langsung guru penggerak bisa menjalankan perannya dalam literasi digital melalui KAP atau coaching. 

Salah satunya adalah dalam menyebarkan pemahaman dalam menyikapi sebuah berita yang belum tentu kebenarannya. Peran ini bisa dijalankan di kalangan murid, sejawat, orang tua, dan masyarakat. 

Ilustrasi kegiatan ToT edukasi literasi digital dengan pendekatan KAP (Foto: dokumentasi pribadi) 
Ilustrasi kegiatan ToT edukasi literasi digital dengan pendekatan KAP (Foto: dokumentasi pribadi) 

Bagaimana peran guru penggerak dalam literasi digital? 

Uraian tersebut di atas menjadi gambaran adanya korelasi antara guru penggerak dengan literasi digital. Terutama dalam upaya peningkatan kesadaran diri dan orang lain dalam menanggapi berita hoaks. 

1. Peran bagi murid

Bagi murid, guru penggerak dapat menempatkan diri sebagai fasilitator. Terutama dalam kegiatan sekolah yang terkait upaya penyebaran hoaks. 

Guru penggerak dapat melakukan komunikasi antar pribadi dengan murid di sekolah. Bisa saja menerapkan materi KAP atau coaching. Keduanya memiliki kesamaan dalam proses implementasinya. 

2. Peran bagi rekan sejawat

Bagi sejawat, guru penggerak bisa menempatkan diri sebagai mitra belajar. Artinya, proses peningkatan kesadaran dilakukan dengan pendekatan POD. 

Dengan demikian guru penggerak akan sama-sama belajar dengan berangkat dari pengalaman. Tentu ini akan lebih memudahkan guru penggerak untuk mengubah pola pikir sejawat terkait menangkal hoaks. 

3. Peran bagi orang tua dan masyarakat

Bagi orang tua murid, guru penggerak pun bisa melakukannya dengan pendekatan POD. Tentu saja berangkat dari pengalaman yang berbeda dengan sejawat. 

Sejawat bisa jadi hanya sebatas pengalaman hoaks bilang pendidikan. Namun, dengan orang tua dan masyarakat bisa jadi pengalaman terkait hoaks lebih kompleks lagi. 

Peran-peran tersebut di atas akan dapat berjalan dengan baik melalui latihan dan pembiasan. Adanya keterlibatan guru penggerak diharapkan dapat memberikan warna baru dan inovasi dalam peningkatan kesadaran murid, sejawat serta orang tua dan masyarakat terkait upaya menangkal hoaks. 

Semoga bermanfaat! 

Salam Bloger Penggerak

Sudomo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun