Menurut Ki Hajar Dewantara, maksud dari pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak. Tujuannya agar mereka sebagai manusia maupun anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.Â
Proses pendidikan yang terjadi di sekolah, tidak saja dalam proses pembelajaran. Namun, juga dalam budaya positif pembiasaan. Budaya positif pembiasan ini dipercaya akan membentuk karakter positif murid.Â
Sebagai seorang pendidik, guru penggerak tentu menyadari profil muridnya yang beragam. Setiap murid memiliki keunikan dan kodratnya masing-masing. Tugas guru penggerak adalah berupaya memenuhinya.Â
Mengapa literasi juga berdiferensiasi?Â
Kita ketahui bersama bahwa murid memiliki keunikan dan kodrat berbeda. Pemenuhan kebutuhan selain lewat proses pembelajaran juga melalui pembiasan literasi.Â
Dengan pertimbangan tidak semua murid suka membaca, perlu adanya solusi. Bisa jadi karena mereka belum menemukan buku yang disukainya. Mungkin juga karena program literasi kurang menarik baginya. Bisa juga karena memang ada murid yang masih kesulitan membaca.Â
Di sinilah tugas guru penggerak menerapkan nilai inovatif yang dimilikinya. Guru penggerak harus memahami hal-hal tersebut sebagai kekuatan menemukan ide program di sekolah.Â
Tidak salah jika literasi pun harus berdiferensiasi. Tujuannya agar minat baca murid lebih meningkat karena terpenuhi kebutuhan membacanya.Â
Bagaimana strategi implementasi literasi berdiferensiasi ini?Â
Strategi implementasi literasi berdiferensiasi sebenarnya sama dengan program literasi lainnya. Perbedaannya terletak pada pemetaan kebutuhan baca murid sebagai ruh berdiferensiasi.
Berikut ini uraian lengkap tentang strategi yang dapat diterapkan bagi guru yang ingin mereplikasi program kepemimpinan murid di sekolah masing-masing.Â
Pertama, koordinasi dengan kepala sekolah
Ini merupakan hal wajib yang pertama kali dilakukan saat akan mengimplementasikan program. Tujuannya untuk mengomunikasikan rencana dan memperoleh dukungan dari sekolah.Â
Kedua, kolaborasi dengan komunitas praktisi di sekolah
Kolaborasi dengan sejawat dilakukan dalam bentuk pembagian tugas. Diskusi akan lebih bermakna jika dilakukan secara informal. Melalui pendekatan personel akan ditemukan sejawat yang memiliki visi sama memajukan literasi sekolah.Â
Ketiga, melakukan pemetaan kebutuhan baca murid
Pemetaan dilakukan berkolaborasi dengan Urusan Kesiswaan dan guru Bimbingan Konseling (BK). Tujuannya untuk memperoleh gambaran kebutuhan baca murid di sekolah. Kebutuhan ini nantinya akan diupayakan dipenuhi oleh pihak sekolah.Â
Pemetaan dilakukan untuk mengetahui minat, kesiapan belajar, dan profil belajar murid. Pemetaan minat didasarkan pada pilihan murid terhadap jenis buku bacaan.Â
Pilihan ini meliputi buku cerita bergambar, buku fiksi, olahraga, kecakapan hidup, pengetahuan populer, dan lain-lain. Nantinya akan diupayakan pengadaannya oleh sekolah.Â
Terkait pemetaan kesiapan belajar, murid dikelompokkan menjadi belum dan sudah mahir. Bagi murid yang belum mahir membaca, guru akan mendampinginya. Sedangkan bagi yang sudah, diberikan kesempatan membaca secara mandiri.Â
Sementara terkait aspek profil belajar, dipetakan menjadi buku cetak manual, digital, audiobook atau videobook. Nantinya pihak sekolah juga memfasilitasi melalui pemanfaatan laboratorium komputer yang ada.Â
Pilihan-pilihan tersebut tentu menyesuaikan dengan kesiapan masing-masing sekolah untuk memenuhinya. Pada dasarnya tidak semua harus terpenuhi. Namun, paling tidak sudah ada upaya ke arah sana.Â
Keempat, melatih murid pemimpin literasi
Proses ini juga dilakukan saat awal implementasi. Pada masing-masing kelas dilakukan pemilihan pemimpin literasi. Pemimpin ini bertugas mengkoordinir pelaksanaan literasi kelas. Bentuk pelatihan yang dilakukan adalah pembekalan kepemimpinan literasi.
Kelima, mengimplementasikan literasi berdiferensiasi
Waktu implementasi literasi berdiferensiasi menyesuaikan dengan kebijakan sekolah masing-masing. Bisa saja 30 menit sebelum proses pembelajaran berlangsung. Bisa juga dilaksanakan setiap hari atau seminggu sekali.Â
Selain membaca buku dan menulis jurnal, kegiatan juga dikombinasikan dengan menghadirkan narasumber pada waktu tertentu. Narasumber yang dihadirkan bisa berasal dari orang tua/wali murid yang aktif bergerak di bidang literasi.Â
Implementasi literasi berdiferensiasi dilakukan dalam bentuk pengelompokan. Kelompok yang memilih buku digital, diarahkan membaca di laboratorium komputer dengan didampingi pengelola laboratorium komputer. Bagi murid yang lebih nyaman membaca manual, membaca buku di kelas dengan pendampingan wali kelas.Â
Sementara bagi murid yang lebih suka membaca tanpa gangguan, diarahkan ke perpustakaan. Di sana mereka didampingi oleh koordinator perpustakaan.Â
Implementasi literasi berdiferensiasi juga memperhatikan aspek konten, proses, dan produk. Diferensiasi konten dilakukan melalui penyediaan beragam buku bacaan sesuai minat murid.Â
Diferensiasi proses dilakukan dalam bentuk membaca mandiri bagi yang mahir dan dengan pendampingan bagi yang belum mahir. Selain itu, juga pada membaca manual dan digital.Â
Sedangkan diferensiasi produk terletak pada penulisan jurnal membaca secara manual dalam buku jurnal atau digital menggunakan aplikasi Microsoft Word. Jurnal ini dibacakan oleh perwakilan murid dalam setiap kelompok pada setiap akhir kegiatan.Â
Tentu ketiga diferensiasi tersebut tidak harus sekaligus dilakukan semuanya. Sekali lagi implementasi tergantung kondisi, potensi, dan kekuatan masing-masing sekolah. Tidak ada pemaksaan ketiganya harus bisa dilakukan semua. Pilihlah diferensiasi yang sekiranya bisa dan mudah dilakukan. Itu kuncinya.Â
Keenam, melakukan monitoring dan evaluasi.Â
Kegiatan monitoring dilakukan saat implementasi literasi berdiferensiasi oleh kepala sekolah, koordinator literasi, wali kelas, dan murid ketua literasi kelas. Monitoring fokus pada aktivitas murid membaca menggunakan format khusus.Â
Evaluasi dilakukan secara rutin pada akhir bulan. Tujuannya untuk memperoleh gambaran kemajuan pelaksanaan program. Evaluasi dilakukan dalam bentuk refleksi pelaksanaan program. Sekaligus sebagai bahan penyusunan tindak lanjut program.Â
Ketujuh, menyusun laporan pelaksanaan kegiatan
Penyusunan laporan dilakukan oleh koordinator program literasi berdiferensiasi. Proses pembuatannya melibatkan murid ketua literasi.Â
Laporan ini disusun dalam bentuk manual diserahkan kepada kepala sekolah. Selain itu juga dalam bentuk digital melalui website sekolah. Hal ini sebagai bentuk pelaporan ke orang tua/wali murid. Tujuannya agar orang tua/wali murid mendukung kegiatan yang dilaksanakan.Â
Demikian strategi literasi berdiferensiasi yang dapat dijadikan solusi untuk memenuhi kebutuhan membaca murid yang bervariasi. Semoga menginspirasi!
Salam Bloger Penggerak
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H