"Guru penggerak dapat menerapkan nilai diri melalui kolaborasi dengan pihak terkait." - Sudomo
Salah satu nilai yang dimiliki guru penggerak adalah kolaboratif. Nilai ini merupakan perilaku yang ditunjukkan oleh guru penggerak dalam kehidupan sehari-hari. Terutama terkait dengan kemampuan guru penggerak dalam membangun kerjasama positif dan harmonis dengan berbagai pihak.Â
Pihak-pihak tersebut di antaranya, yaitu rekan sejawat, murid, orangtua murid, komite sekolah, organisasi pendidikan, Dinas Pendidikan, dan pihak terkait lainnya. Setiap komponen membutuhkan strategi khusus dalam proses membangunnya.Â
Apa itu kolaborasi?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kolaborasi merupakan kata benda yang merujuk ke perbuatan. Kolaborasi diartikan sebagai kerja sama untuk membuat sesuatu.Â
Sesuai definisi ini konsep kolaborasi guru penggerak adalah kerja sama dengan pihak lain dalam mencapai tujuan.Â
Kolaborasi menurut Jonathan (2004) diartikan sebagai proses interaksi di antara beberapa orang yang berkesinambungan.
Berdasarkan pengertian ini, guru penggerak melakukan interaksi dengan berbagai pihak. Bukan saja hanya dengan guru penggerak, melainkan pihak terkait lainnya secara terus-menerus.Â
Sedangkan menurut Gray (1989), kolaborasi diartikan sebagai suatu proses berpikir di mana pihak yang terlibat memandang aspek-aspek perbedaan dari suatu masalah serta menemukan solusi dari perbedaan tersebut dan keterbatasan pandangan mereka terhadap apa yang dapat dilakukan.
Bagaimana strategi membangun kolaborasi?Â
1. Kolaborasi dengan murid
Guru dapat melakukan kolaborasi dengan murid dalam banyak hal. Salah satunya adalah melalui penyelenggaraan program kepemimpinan murid.Â
Kolaborasi yang dilakukan berupa kerja sama dalam perencanaan, penyelenggaraan, dan evaluasi pelaksanaan program. Melalui strategi ini akan menumbuhkan jiwa kepemimpinan murid.Â
Strategi lainnya melalui kegiatan persiapan proses pembelajaran di kelas. Guru penggerak dengan murid melakukan kerja sama menemukan bahan ajar sesuai kebutuhan murid.Â
Guru penggerak bisa mengajak beberapa murid yang memiliki kebutuhan beragam. Bersama murid-murid tersebut, guru penggerak berusaha menemukan bahan ajar. Selanjutnya bahan ajar tersebut dikompilasi untuk dimanfaatkan dalam proses pembelajaran.Â
Kolaborasi lain bisa dilakukan dengan integrasi pengembangan karakter dalam proses pembelajaran. Misalnya, mengajak murid melakukan pembersihan lingkungan saat sedang mengidentifikasi faktor biotik dan abiotik lingkungan sekolah.Â
2. Kolaborasi dengan rekan sejawat
Strategi kolaborasi dapat dilakukan dalam upaya merintis, mengembang, dan merawat keberlanjutan komunitas praktisi di sekolah. Upaya yang dapat dilakukan di antaranya, yaitu melalui diskusi rutin dengan sejawat.Â
Proses diskusi dilaksanakan dengan memposisikan sejawat sebagai teman belajar dalam bentuk saling coaching. Bentuk kolaborasi ini pada akhirnya akan mampu mengembangkan kompetensi sejawat dalam komunikasi dengan orang lain.Â
Kolaborasi juga bisa dilakukan dalam bentuk team teaching. Dalam team ini guru penggerak dan rekan sejawat dapat saling melakukan supervisi akademik dengan paradigma berpikir coaching. Melalui strategi ini akan menumbuhkan upaya pengembangan kompetensi masing-masing guru di sekolah secara lebih optimal.Â
3. Kolaborasi dengan orangtua
Kolaborasi dengan orangtua juga sangat penting dilakukan oleh guru penggerak. Upaya ini dilakukan dengan tujuan untuk menyampaikan informasi kemajuan belajar murid di sekolah.Â
Strategi yang dilakukan bisa mengadvokasi kepala sekolah agar menyelenggarakan pertemuan rutin dengan orangtua/wali murid. Pertemuan ini membahas kemajuan belajar murid. Selain itu, bisa juga melalui pertemuan informal dengan orangtua murid yang bermasalah dalam proses pembelajaran.Â
Strategi lainnya adalah melibatkan orangtua dalam proses pembelajaran. Terutama orangtua yang memiliki kompetensi terkait dengan materi yang sedang diajarkan. Misalnya, guru penggerak yang mengajar IPA materi pencemaran dapat mengundang orangtua murid yang memiliki kompetensi daur ulang sampah.Â
4. Kolaborasi dengan dinas/instansi
Kolaborasi bisa dilakukan bersama dengan komunitas belajar yang ada. Bentuknya berupa upaya advokasi, komunikasi, dan koordinasi.Â
Strategi advokasi bisa dilakukan dengan mendorong dinas/instansi terkait kebijakan dalam pengelolaan guru penggerak sebagai aset Sumber Daya Manusia (SDM) bagi daerah.Â
Selain itu, bisa melibatkan diri secara aktif melalui komunitas dalam program yang dilaksanakan dinas/instansi terkait peningkatan kompetensi guru.Â
Sedangkan terkait komunikasi, bentuk kolaborasi yang bisa dilakukan adalah penyelenggaraan pertemuan rutin, formal atau informal dengan pihak dinas/instansi terkait. Berbagai hal dapat dikomunikasikan untuk perubahan pendidikan di wilayah guru penggerak.Â
Terkait dengan koordinasi bisa dilakukan guru penggerak saat mengimplementasikan prakarsa perubahan di sekolah. Tujuannya agar dinas/instansi terkait memperoleh gambaran nyata perubahan di sekolah. Nantinya menjadi bahan masukan bagi dinas/instansi untuk dijadikan program sekolah lainnya.Â
Oleh karena itu, penting kiranya guru penggerak menyampaikan pelaporan secara tertulis kepada kepala sekolah untuk diteruskan ke dinas/instansi terkait.Â
5. Kolaborasi dengan pihak lainnya
Bentuk kolaborasi ini bisa berupa kemitraan dengan pihak lain. Tidak ada salahnya guru penggerak berkolaborasi dengan pihak lain secara mandiri.Â
Kemitraan ini nantinya akan memberikan dukungan terhadap kiprah guru penggerak di sekolah. Kemitraan dapat dilakukan dengan pihak swasta atau BUMN. Guru penggerak dapat menginisiasi tentunya melalui koordinasi terlebih dahulu dengan pihak sekolah.Â
Demikian strategi kolaborasi yang dapat dilakukan oleh guru penggerak untuk mendukung implementasi nilai dan perannya di sekolah. Semoga bermanfaat!
Salam Bloger Penggerak
Sudomo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H