Mohon tunggu...
Sudomo
Sudomo Mohon Tunggu... Guru - Guru Penggerak Lombok Barat

Trainer Literasi Digital | Ketua Komunitas Guru Penggerak Lombok Barat | Duta Teknologi Kemendikbudristek 2023 | Penulis Buku

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Euforia Guru Penggerak, Lebai!

5 Februari 2023   00:05 Diperbarui: 5 Februari 2023   00:04 679
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kelulusan pendidikan adalah saat yang dinanti-nantikan. Bukan saja oleh murid kelas akhir, melainkan juga guru yang mengikuti program Pendidikan Guru Penggerak (PGP). 

Setelah enam atau sembilan bulan mengikuti pendidikan, guru penggerak layak merayakan kebahagiaan. Diawali dengan lokakarya 7, pesta pun mulai digelar. Sepenuh suka cita guru penggerak menggelar karya terbaiknya. 

Masing-masing berusaha memberikan yang terbaik. Aroma baru pun tercipta. Euforia guru penggerak pun terjadi. Bukan kolaborasi, melainkan kompetisi. Tentu ini akan memberikan dampak kurang baik jika terjadi kompetisi tidak sehat. 

Euforia pun berlanjut setelahnya. Sesaat dinyatakan lulus, wajah guru penggerak pun berubah seketika. Kebahagiaan seolah menyelimuti. Kelegaan pun memenuhi seluruh rongga. 

Hingga tiba-tiba semua seakan berubah. Kelulusan justru menjadikan seorang guru penggerak merasa telah menguasai keilmuan tentang pembelajaran berpusat pada murid. Guru penggerak merasa telah tahu banyak tentang pendidikan. 

Euforia pun menjadi kebablasan. Sayangnya akhirnya justru membuat guru penggerak tumbuh menjadi sosok yang merasa paling tahu. Bukan itu saja, guru penggerak juga berkembang menjadi antikritik.

Lebih parah lagi guru penggerak bahkan merasa diri yang paling benar. Sehingga membuatnya tidak mau disalahkan. Bahkan guru penggerak malah menjadi bekerja seenaknya sendiri dengan dalih merdeka mengajar. 

Inilah potret guru penggerak yang merayakan kebahagiaan berlebihan. Euforia kelulusan telah mengantarkan mereka ke jurang kehancurannya sendiri. Kehancuran filosofi pendidikan yang seharusnya menjadi pedoman. 

Memang ada guru penggerak yang seperti itu? 

Sepertinya ada. Meskipun mungkin jumlahnya tidak seberapa, tetapi beragam karakter memungkinkan hal itu ada. Terlebih dari sekian ribu orang guru penggerak yang ada. 

Guru penggerak yang seperti ini, tentu telah salah karena terlalu membanggakan pencapaiannya. Padahal sejatinya sama saja seperti guru lainnya. Sama-sama masih harus terus belajar. 

Guru penggerak yang bijak tentulah bisa mengelola rasa bangga dan bahagianya. Pengelolaan yang baik akan memberikan gambaran yang baik tentang eksistensi guru penggerak. Namun, bagaimanapun juga terkadang mengelola diri sendiri lebih sulit dibandingkan mengelola orang lain. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun