Mohon tunggu...
Sudomo
Sudomo Mohon Tunggu... Guru - Guru Penggerak Lombok Barat

Trainer Literasi Digital | Ketua Komunitas Guru Penggerak Lombok Barat | Duta Teknologi Kemendikbudristek 2023 | Penulis Buku

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Daya Lenting Guru Penggerak, Penting?

4 Februari 2023   00:05 Diperbarui: 4 Februari 2023   09:13 3112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu materi dalam program Pendidikan Guru Penggerak (PGP) adalah Kompetensi Sosial Emosional (KSE).  Materi ini dipelajari pada modul 2.2 Pembelajaran Sosial Emosional (PSE). Tujuan yang diharapkan pada modul ini adalah adanya perubahan di kelas. 

Materi penting bagi guru penggerak adalah resiliensi (daya lenting). Seperti kita ketahui bersama, menjadi guru penggerak tidaklah mudah. Dalam perjalanannya menemui beragam kendala atau hambatan. 

Situasi di lingkungan kerja yang kurang kondusif merupakan salah satunya. Bisa jadi minimnya dukungan sarana dan prasarana yang menjadikan guru penggerak harus berusaha keras bertahan. 

Ditambah lagi dengan tekanan dan beban tugas yang semakin menambah runyam kondisi guru penggerak di sekolah. Diperparah lagi tanggapan-tanggapan negatif akibat rasa tidak suka terhadap keberadaannya. 

Sudah barang tentu kondisi ini membutuhkan ketangguhan. Sebuah keinginan bertahan yang bisa dipelajari secara mandiri. Pada akhirnya tantangan justru akan menguatkan. 

Apa itu Daya Lenting atau Resiliensi? 

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), resiliensi dimasukkan ke dalam kelas nomina (kata benda). Menurut KBBI, resiliensi diartikan sebagai kemampuan untuk beradaptasi dan tetap teguh dalam situasi sulit. Resiliensi juga diartikan sebagai tangguh. 

Sementara itu menurut salah seorang ahli bernama VanBreda (2013) resiliensi merupakan sebuah kekuatan dan sebuah sistem yang memungkinkan individu untuk terus kuat berada di sebuah keterpurukan. 

Ahli lain, Setyoso (2013) mendefinisikan resiliensi sebagai sebuah kapasitas bagi individu untuk bangun lagi dari kejatuhan serta bangkit kembali dari kesulitan. 

Resiliensi menurut R. G. Reed adalah kapasitas atau kemampuan untuk beradaptasi secara positif dalam mengatasi berbagai permasalahan hidup yang signifikan.

Berdasarkan definisi di atas, secara umum daya lenting atau resiliensi merupakan kemampuan seseorang untuk bertahan dan bangkit kembali dalam kondisi apa pun. 

Apa Saja Sumber Mempelajari Resiliensi Pribadi? 

Dalam modul program PGP, ada tiga sumber mempelajari daya lenting atau resiliensi ini. Ketiganya tersebut adalah "Saya memiliki", " Saya dapat", dan "Saya dapat".

Pertama, "Saya memiliki".

Sumber ini berhubungan erat dengan besarnya dukungan sosial dari lingkungan sekitar. Kualitas pembentuk dukungan sosial ini terdiri dari:

  • Hubungan yang dilandasi kepercayaan. Hal ini akan membentuk dukungan sosial positif bagi pribadi untuk berjuang. Adanya kepercayaan akan semakin mengokohkan posisi diri. 
  • Struktur dan peraturan dalam keluarga. Hal ini akan membentuk pribadi kuat dalam menghadapi segala kondisi. 
  • Model-model peran. Keberadaan pembentuk ini membuat pribadi belajar dari banyak hal di sekitar. 
  • Dorongan untuk mandiri. Motivasi intrinsik terkait kemandirian akan membentuk pribadi yang kuat melakukan sesuatu berdasarkan kekuatan diri. 
  • Akses terhadap fasilitas umum (kesehatan, pendidikan, keamanan dan
    kesejahteraan). Tercukupinya unsur pembentuk ini akan mendukung daya lenting seseorang. 

Kedua, "Saya adalah".

Sumber resiliensi ini berkaitan dengan kekuatan dalam diri sendiri. Di dalamnya terdapat perasaan, sikap, dan keyakinan individu. 

Kualitas penentu sumber ini terdiri dari:

  • Penilaian personal bahwa diri memperoleh kasih sayang dan disukai. Hal ini akan menumbuhkan karakter kuat pada seorang individu. Perasaan ini akan mendorong pribadi senantiasa menunjukkan hal-hal positif. 
  • Empati, peduli, dan cinta. Adanya perasaan ini akan membuat pribadi tidak hanya mementingkan diri sendiri. 
  • Bangga akan diri sendiri. Pada akhirnya hal ini adalah salah satu kunci kepercayaan diri menjalani sesuatu. 
  • Bertanggung jawab dan terima konsekuensi atas tindakannya. Rasa tanggung jawab dan konsekuensi membuat pribadi bijak atas tindakan. 
  • Optimis, percaya diri, dan memiliki harapan. Ketiganya dipercaya membuat pribadi yang mau dan mampu bertahan. 

Ketiga, "Saya dapat"

Sumber resiliensi yang berkaitan dengan usaha yang dapat dilakukan oleh seseorang untuk memecahkan masalah menuju kekuatan diri (kemampuan menyelesaikan persoalan, keterampilan sosial dan interpersonal). 

Kualitas penentu terdiri dari:

  • Kemampuan berkomunikasi. Komunikasi yang baik memudahkan memperoleh kemudahan akses menemukan kekuatan diri. 
  • Pemecahan masalah. Tercapainya solusi membuktikan kemampuan pribadi. 
  • Kemampuan mengelola emosi dan dorongan. Emosi yang dikelola dengan baik akan menumbuhkan daya lenting yang lebih baik. 
  • Kemampuan mengukur temperamen diri dan orang lain. Kemampuan ini akan membuat pribadi mengontrol diri. 
  • Kemampuan menjalin hubungan yang penuh kepercayaan. Hal ini akan mempermudah pribadi dalam mempertahankan diri. 

Seberapa Penting Daya Lenting Bagi Guru Penggerak? 

Sebagai agen perubahan, guru penggerak akan dihadapkan pada berbagai kondisi di lapangan. Bayangan selama mengikuti pendidikan akan berubah setelah benar-benar menyandang status guru penggerak. Bayangan tentang enaknya setelah menjadi guru penggerak bisa saja akan sirna. Musnah begitu saja. 

Di lapangan penuh dengan teka-teki. Guru penggerak harus bisa menyiapkan strategi. Yang bergelora di awal belum tentu menyala-nyala pada akhirnya. Bahkan yang semula terang benderang belum tentu terlihat dengan jelas setelahnya. 

Bagaimanapun juga sekolah adalah ekosistem yang dinamis. Selalu ada perubahan yang menyertainya. Bukan saja fisik sekolah, melainkan hati dan perasaan warganya. 

Sedikit saja kesalahan diperbuat, akan menjadi preseden buruk ke depannya. Terlebih status guru penggerak yang disandang. Secara tidak sadar dituntut menjadi tuntunan. 

Sekali saja sedikit terpeleset kemungkinan tergelincir akan terbuka lebar. Sedikit saja tidak sesuai harapan, selamanya akan dicap tidak bisa melaksanakan tugas dan kewajiban. 

Gempuran demi gempuran datang dari berbagai sisi. Hambatan demi hambatan datang menghampiri. Tantangan demi tantangan setia menemani. 

Ini bukan menakut-nakuti. Serius. Namun, ini adalah fakta yang terjadi. Menjadi guru penggerak membutuhkan kesiapan mental dan emosional. Memerlukan kewarasan dalam menyikapi berbagai hal. 

Pada kondisi seperti ini, haruskah guru penggerak menyerah? Tentu tidak! Menyerah hanya bagi orang-orang yang kalah. Guru penggerak sejatinya pemenang.

Memenangkan pertempuran dalam medan peperangan bernama pendidikan demi mewujudkan perubahan. Memenangkan egoisme sendiri untuk terus berusaha mengembangkan orang lain. 

Pendidikan selama enam atau sembilan bulan cukup menguatkan guru penggerak. Durasi yang telah ditaklukkan sebelumnya adalah tantangan. Menjadi bekal menaklukkan hambatan setelah selesain pendidikan.

Fakta di lapangan seperti inilah yang membuat daya lenting sangat penting dimiliki guru penggerak. Tujuannya agar tetap mampu bertahan dari gelombang hambatan. Selanjutnya bisa bangkit kembali menerjang gelombang dengan perubahan. 

Ini juga berlaku bagi guru penggerak yang bertugas di sekolah tanpa riak. Daya lenting juga tetap penting. Tujuannya lebih siap saat badai menghadang saat melakukan perubahan. 

Tentu daya lenting bukan monopoli guru penggerak saja. Guru lainnya pun harus memiliki. Sebab bukan tidak mungkin kondisi yang sama pun dihadapi di lapangan. 

Daya Lenting dan Rasa Suka, Bagaimana Keterkaitannya? 

Seorang guru penggerak yang memiliki daya lenting tinggi akan mampu bergegas bangkit. Sosok ini tidak akan betah berlama-lama dalam keterpurukan. Tidak akan suka berkarib dengan kelemahan. 

Sosok ini akan tumbuh menjadi guru yang disukai. Pantang menyerah dan terus berjuang di bawah bayang-bayang hambatan adalah nilai plus. Kelebihan ini akan membuat orang lain  merasa salut. 

Rasa salut yang diberikan akan menimbulkan rasa suka pada guru penggerak dan perubahan yang dilakukan. Pada akhirnya rasa suka inilah menjadi kunci dukungan sepenuhnya. 

Namun, guru penggerak harus tetap berhati-hati. Tidak dipungkiri, faktanya adalah banyak sejawat yang bermuka dua. Di depan mendukung perubahan, tetapi di belakang diam-diam menjatuhkan. 

Bahkan ada pula oknum sejawat yang sengaja menjadikan dirinya ujian. Oknum ini ingin melihat sekuat apa seorang guru penggerak bertahan. Biasanya dilandasi rasa tidak suka atau takut tersaingi. 

Tenang saja! Daya lenting yang ada di dalam diri guru penggerak akan membuat hambatan menjadi keberhasilan. Akan mengubah tantangan menjadi sesuatu yang membanggakan. 

Semoga bermanfaat! 

Salam Bloger Penggerak

Sudomo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun