Guna memaksimalkan potensi rekan sejawat sebagai coachee, percakapan perlu diakhiri dengan tindak lanjut konkret. Tindak lanjut ini diputuskan sendiri oleh rekan sejawat selalu coachee.Â
Selain itu, coachee memilih dan menentukan tindak lanjut yang menurutnya paling memungkinkan akan berhasil dilakukan. Setelahnya coachee pun menarik kesimpulan sendiri hasil percakapan.Â
Siapa Saja yang Terlibat dalam Coaching?Â
Pada percakapan coaching, ada dua orang aktor yang terlibat. Aktor tersebut adalah coach dan coachee. Coach adalah seseorang yang melakukan proses coaching. Sedangkan coachee adalah seseorang yang ingin dibantu ditingkatkan kompetensinya dalam coaching.Â
Dalam perannya sebagai coach, guru penggerak di sekolah bisa melakukannya saat sedang benar-benar luang. Strategi lainnya adalah sengaja meluangkan waktu bagi rekan sejawat yang membutuhkan penyelesaian masalah. Tujuannya agar coach tidak terdistraksi dengan hal lain dan bisa hadir seutuhnya bagi coachee.Â
Sebagai coachee di sekolah adalah seluruh warga sekolah. Terutama rekan sejawat dan murid. Rekan sejawat bisa melakukan percakapan dengan guru penggerak terkait permasalahan proses pembelajaran yang dihadapi di kelas. Namun, tidak menutup kemungkinan juga permasalahan lainnya terkait sekolah.Â
Sedangkan bagi murid sebagai coachee, dapat melakukan percakapan terkait permasalahan belajarnya. Dalam hal ini murid bisa secara sadar menemui gurunya atau menunggu dipanggil oleh gurunya.Â
Apa Saja Fakta Terkait Praktik Coaching oleh Guru Penggerak?Â
Fakta di lapangan menunjukkan sebagian besar guru penggerak telah melakukan praktik coaching ini. Sebagai coach, guru penggerak telah berperan baik dalam menumbuhkan kesadaran diri rekan sejawat untuk menemukan solusi permasalahan.Â
Hanya saja masih belum menjadi budaya di sekolah. Faktor penyebabnya bermacam-macam. Kesulitan menemukan waktu yang benar-benar luang salah satunya. Faktor lainnya disebabkan karena rekan sejawat belum terbiasa membuka percakapan lebih dulu.Â
Sama halnya dengan fakta lain terkait coaching pada murid. Beragam latar belakang murid termasuk tingkat usia membutuhkan pendekatan yang berbeda-beda.Â
Melakukan coaching dengan murid tingkat SD tentu akan berbeda dengan tingkat SMP atau SMA. Masing-masing memiliki kerangka berpikir yang berbeda-beda.Â
Selain itu, murid juga cenderung menyimpan masalahnya sendiri. Belum adanya keterbukaan ini disebabkan karena belum adanya ikatan emosional yang kuat antara murid dengan guru.Â