Mohon tunggu...
Sudirman Hasan
Sudirman Hasan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Asli Jombang dan kini mengabdikan diri di sebuah lembaga pendidikan di Malang. "Dengan menulis, aku ada. Dengan tulisan, aku ingin hidup seribu tahun lagi..."

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Analisis Hukum Fatwa MUI tentang Vaksin MR dari Haram Menjadi Mubah

23 Agustus 2018   16:40 Diperbarui: 23 Agustus 2018   16:56 982
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekretaris

Dari kutipan lengkap di atas dapat dilihat bahwa MUI masih berkeyakinan bahwa dalam vaksin MR produk dari Serum Institute of India (SII) hukumnya haram karena  mengandung unsur babi. Dalam hukum, apapun bentuknya, ketika barang tercampur babi yang secara zat disebutkan dalam al-Qur'an sebagai benda haram, maka vaksin MR tetap dihukumi haram. Jadi, MUI tetap konsisten dengan temuannya. 

Permasalahannya, kapan hukum haram berubah menjadi mubah? Tentu tidak mudah menjawabnya. Dalam fatwa tersebut, setidaknya, alasan utamanya adalah "kondisi keterpaksaan (dlarurat syar'iyyah)". Sejauh pengamatan saya, darurat baru bisa diberlakukan jika tidak ada pilihan lain dan kondisinya sangat membahayakan. 

Misalnya, seseorang yang tersesat di tengah hutan boleh memakan bangkai hewan atau berburu babi jika memang tidak ada pilihan makanan lain dan dapat menyebabkan dirinya meninggal. Oleh sebab itu, penyakit campak rubella rupanya dianggap bahaya besar oleh pemerintah sehingga masyarakat wajib menggunakan vansin MR. Namun, jika tidak, maka hukum asal dari vaksin MR tetap berlaku, yakni tetap haram. 

Hal ini sejalan dengan kaidah "Al-Dharuratu tubihu al-mahdhurat" yang artinya keadaan darurat (mendesak) dapat membolehkan melakukan sesuatu yang dilarang. Kaidah lainnya adalah "Yurtakabu Akhoff al-Dhararain li Ittiqa'i Asyaddihima", maksudnya melakukan yang lebih ringan di antara dua bahaya untuk menjaga dari yang lebih membahayakan. Jadi, MUI menilai bahwa bahaya campak Rubella lebih tinggi daripada menjaga diri terhindar dari konsumsi vaksin MR yang mengandung babi. 

Hal yang lebih tegas juga sudah disebutkan MUI bahwa fatwa mubah ini memiliki durasi waktu. Artinya, ketika ada vaksin MR lain yang tidak mengandung babi maka kemubahan vaksin MR produk India seketika itu hilang dan murni haram.

 Hal ini sesuai dengan kaidah "al-hukmu yaduru ma'a illatihi wujudan wa adaman" artinya hukum itu berkembang sesuai dengan alasan di balik hukum itu, baik ada hukum maupun ketiadaan hukum. Inilah indahnya hukum Islam yang selalu mengikuti perkembangan zaman. Hukum Islam tidak serta merta kaku dan tidak memberi ruang sedikit pun. Semoga analisis singkat ini bermanfaat. Wa Allah A'lam.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun