Sekretaris
Dari kutipan lengkap di atas dapat dilihat bahwa MUI masih berkeyakinan bahwa dalam vaksin MR produk dari Serum Institute of India (SII) hukumnya haram karena  mengandung unsur babi. Dalam hukum, apapun bentuknya, ketika barang tercampur babi yang secara zat disebutkan dalam al-Qur'an sebagai benda haram, maka vaksin MR tetap dihukumi haram. Jadi, MUI tetap konsisten dengan temuannya.Â
Permasalahannya, kapan hukum haram berubah menjadi mubah? Tentu tidak mudah menjawabnya. Dalam fatwa tersebut, setidaknya, alasan utamanya adalah "kondisi keterpaksaan (dlarurat syar'iyyah)". Sejauh pengamatan saya, darurat baru bisa diberlakukan jika tidak ada pilihan lain dan kondisinya sangat membahayakan.Â
Misalnya, seseorang yang tersesat di tengah hutan boleh memakan bangkai hewan atau berburu babi jika memang tidak ada pilihan makanan lain dan dapat menyebabkan dirinya meninggal. Oleh sebab itu, penyakit campak rubella rupanya dianggap bahaya besar oleh pemerintah sehingga masyarakat wajib menggunakan vansin MR. Namun, jika tidak, maka hukum asal dari vaksin MR tetap berlaku, yakni tetap haram.Â
Hal ini sejalan dengan kaidah "Al-Dharuratu tubihu al-mahdhurat" yang artinya keadaan darurat (mendesak) dapat membolehkan melakukan sesuatu yang dilarang. Kaidah lainnya adalah "Yurtakabu Akhoff al-Dhararain li Ittiqa'i Asyaddihima", maksudnya melakukan yang lebih ringan di antara dua bahaya untuk menjaga dari yang lebih membahayakan. Jadi, MUI menilai bahwa bahaya campak Rubella lebih tinggi daripada menjaga diri terhindar dari konsumsi vaksin MR yang mengandung babi.Â
Hal yang lebih tegas juga sudah disebutkan MUI bahwa fatwa mubah ini memiliki durasi waktu. Artinya, ketika ada vaksin MR lain yang tidak mengandung babi maka kemubahan vaksin MR produk India seketika itu hilang dan murni haram.
 Hal ini sesuai dengan kaidah "al-hukmu yaduru ma'a illatihi wujudan wa adaman" artinya hukum itu berkembang sesuai dengan alasan di balik hukum itu, baik ada hukum maupun ketiadaan hukum. Inilah indahnya hukum Islam yang selalu mengikuti perkembangan zaman. Hukum Islam tidak serta merta kaku dan tidak memberi ruang sedikit pun. Semoga analisis singkat ini bermanfaat. Wa Allah A'lam.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H