Sabtu malam di akhir Oktober 2022  sempat mengunjungi Jalan Lengkong, Kota Bandung. Katanya sepanjang jalan itu kiri kanan full banget dengan beaneka ragam kuliner. Tepat pukul 20.45 WIB saya masuk  ke arah jalan lengkong.Â
Wow, benar juga kenyataannya tanda-tanda kepadatan tampak jelang limapuluh  meter menuju pusat kuliner pinggir jalan. Mobil saya bersatu dengan kendaraan bermotor lainnya yang juga sama-sama satu arah. Macet!, satu kata.Â
Mobil yang saya kendarai tampak jarum speedometer nyaris ngga jauh dari angka nol kilometer kecepatannya. Berjalan terasa lambat sekali pas memasuki jalan Lengkong apa yang saya lihat sangat luarbiasa yaitu lautan manusia, bercampur dengan para penjaja kuliner. Menakjubkan berakhir pekan  Sabtu malam seperti daya sihir. Kenapa gitu ?
Pertama, keramaian manusia  sangat banyak dan nyaris tak ada tempat di Jakarta yang saya lihat seperti di Bandung. Mulai dari orang berlalu-lalang disela-sela jalan, sisi mobil, sisi motor pokoknya padat. Mereka move mencari lokasi jajanan  yang kosong dan nyatanya hampir tak ada kursi tersisa.
Kedua, trotoar yang disediakan tidak mampu menampung seluruh pedagang yang hampir 99% diisi dengan dagangan makanan dan minuman ala Bandung, western dan Korea/Jepang. Banyak toko, rumah pribadi dan lain lain juga tak mau ketinggalan membukanya entah itu disewakan atau dikelola sendiri. Ini menunjukkan beragam selera pengunjung menjadi pilihan bagi meeka yang membuka usaha di sepanjang Jalan Lengkong.
Ketiga, melihat keseruan kiranya masa pandemik Covid-19 sudah berlalu di Jalan Lengkong. Padatnya orang yang berjalan, makan di tenda-tenda, duduk dan kongkow diluar hampir melupakan jarak aman dan tanpa masker. Asyiknya suasana dan santapan makan apakah menjadikan mereka alpa prokes ? saya kurang paham yang jelas  belum melihat semalam adanya petugas pengawas Covid-19 atau berada di lokasi lain?
Keempat, kepadatan pengunjung menyebabkan jalur lalu lintas dua arah jadi tersendat karena kadang orang menyeberang dan lalulalang hampir menutup sisi jalan pengendara mobil.Â
Bisa saja ini sebagai pertanda bahwa pembiaran macet setiap sabtu dan minggu pertanda baik bagi pelaku usaha dan Pemkot Bandung. Lumayan kan restribusi yang di sumbangkan pelaku UMKM menambah pundi-pundi Penghasilan Asli Daerah (PAD) Kota Bandung.
Kelima, Parkir kendaraan roda dua yang memakai jalur lalulintas disisi kiri kanan mempersempit lalulintas dua arah, tak jarang satu motor yang keluar area parkir langsung di isi oleh pengunjung yang baru masuk. Nah, coba deh pengelolaan parkir di tata cari lokasi yang pas dan tak jauh dari lokasi jajanan agar pengunjung nyaman parkir dan menikmati suasana malamnya.
Tidak menghitung berapa persisnya pedagang di sana namun perkiraan saya lebih dari 500 pedagang tumplek di Jalan Lengkong. Hitung2 iseng saja kalau mau mencicipi semua makanan tiap hari maka butuh waktu lebih dari satu tahun. Hmmm.........
Karena susah mendapatkan parkir mobil maka hasrat saya untuk kuliner malam di Jalan Lengkong harus saya tunda untuk kesempatan lain dan bergeser ke Restoran Pawon Pitoe sambil menikmati live musik.
Apa yang menarik dari pengamatan tadi malam ? saran untuk pemkot Bandung/pihak terkait :
1. Buatlah kantong2 parkir baik untuk R2, dan R4 yang tidak jauh dari lokasi kuliner sehingga penikmat kuliner aman dan nyaman.
2. Pengolahan limbah bekas makanan dan pembuangan air bekas cuci wadah makanan dan minuman yang mungkin harus secepatnya dibersihkan oleh Dinas kebersihan.
3. Dishub menutup jalur jalan lengkong dan memberikan ruang lebih banyak kepada pejalan kaki dan pedagang meningkatkan jumlah kursi dan volume ketersediaan makanan.
4. Belum melihat bagaimana cara atasi jika musim hujan tiba dan hujan dadakan dari pedagang kuliner makanan dan minuman.
5. Pertahanankan harga yang sesuai dgn budget sehingga tetap menarik pengunjung untuk datang. Mungkin salah satu faktor yang membuat pengunjung mau datang ke sana walaupun macet dan padat karena tren, harga ekonomis dan ekspresi memilih kuliner.
Wallahu'alam bis sawab
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H