Kedua, Menurut data IPTC (Akbar PC) Pemprov DKI Jakarta kepadatan penduduk Jakarta sendiri menurut wilayah Jakarta Pusat dihuni (22.877/Km2), Jakarta Barat (19.592 jiwa/Km2, Jakarta Timur (16.924 jiwa/Km2), Jakarta Selatan (16.600 Jiwa/Km2) Jakarta Utara (12409 Jiwa/Km2), dan Kepulauan Seribu (3.334 jiwa/Km2).Â
Kepadatan penduduk berpotensi menciptakan transmisi lokal dan klaster keluarga. Ketiga, para kepala daerah Bodetabek merasa mereka adalah bagian dari Jakarta apa yang terjadi di Jakarta akan berimbas pada wilayah tersebut. PSBB ketat akan berpengaruh bila berhasil atau gagal juga atas koordinasi wilayah tersebut.
Jadi ikut pada keputusan gubernur DKI Jakarta adalah jalan terbaik. Kepala daerah harus melupakan PSBM (Pembatasan Sosial Berskala Mikro) jangan ikuti apa kata Gubernur Jawa Barat sebab Bodetabek jauh dari Bandung.Â
Keempat, jeleknya komunikasi pusat yang tak sepenuhnya mendukung Anies Baswedan misalnya para kepala daerah Bodetabek menginginkan layanan kereta commuter line di batasi hentikan di tolak Kemenhub. Jam operasional harusnya mulai pukul 04.00 - 18.00 WIB ini efektif untuk menuntut pada penglaju untuk tidak terlalu lama di kantor dan diperjalanan sebab semakin lama di jakarta risiko tertular cukup besar.Â
Padahal angkutan kereta ini walaupun menerapkan protokol ketat kepadatan dalam rangkaian commuter line ternyata tetap saja berpotensi menularkan pada orang lain.Â
Kelima, bandelnya warga terutama orang Jakarta yang paling mendasar dalam protokol kesehatan yaitu tdk bermasker. Berkali-kali dilakukan razia oleh Satpol PP, Polri dan TNI tetap saja pelanggaran tak bermasker sangat besar hingga Gubernur DKI jakarta mengeluarkan Peraturan Gubernur dengan Denda Progresif.
Denda dua kali lipat bagi mereka yang kedapatan dua kali melanggar aturan yang sama. Lihat di Pasar Gembrong Jakarta Timur pedagang dan pembeli mainan banyak tak bermasker. Ada razia tak mungkin dilakukan di tempat yang sama selama berhari-hari.Â
Keenam, banyak warga Jakarta terlena menganggap bahwa terkena Covid-19 ada jaminan perawatan tanpa perlu bayar di Rumah Sakit.Â
Kita pikir inilah letak kekeliruan masyarakat Jakarta. Bagaimana mungkin mereka bisa berpendapat demikian . Kita Sehat itu karunia, kalau sakit pun mereka tak perlu menyiapkan uang.Â
Padahal uang pengobatan dibayar Pemprov DKI Jakarta untuk mengobati pasien Covid-19 berasal dari APBD Jakarta. Banyak program Kebijakan Strategis Daerah (KSD) yang merupakan upaya Gubernur menuju Visi dan misi di masa menjabat Gubernur tahun 2020 tak sesuai target.
Bayangkan dana digelontorkan kalau satu orang membutuhkan biaya Rp 100 jutaan betapa besarnya dana penyembuhan pasien Covid-19 untuk per 12 September 2020 yang dinyatakan pulih dari perawatan sejumlah 40.183 orang (kompas.com 12/9/2020).