Mohon tunggu...
Sudiono
Sudiono Mohon Tunggu... Lainnya - I Owner Vpareto Travel Indonesia I Konsultan Ausbildung I https://play.google.com/store/apps/details?id=com.NEWVPARETOTOURNTRAVEL.android&pli=1

Pemerhati Masyarakat, Field study : Lychee des metiers des sciences et de I'industrie Robert Schuman, Le Havre (2013). Echange France-Indonesie visite d'etudes des provisieur - Scolaire Descrates Maupassant Lychee de Fecamp. Lycee Louis Modeste Leroy, Evreux (2014), Lycee Professional Jean Rostand, Rouen (2014), Asean Culinary Academy, Kuala Lumpur (2012). Departement of Skills Development Ministry of Human Resources Malaysia (2013). Seoul Technical High School (STHS) 2012. Jeju Self Governing School (2012), Assesor BNSP Marketting (2016), Assesor Akreditasi S/M (2015), Pelatihan CEC Coach Wiranesia (2022), pemilik Vpareto travel Indonesia,

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Urang Minang Tak "Pancasilais"?

4 September 2020   17:52 Diperbarui: 4 September 2020   18:11 628
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: WinnyMarlina

Tak Pancasilais?

Bicara Sumatera Barat identik dengan Urang Minang. Rabu (2.9.2020) kita dikejutkan dengan ucapan Puan Maharani selaku Ketua DPR RI 2019-2024, Cucu Presiden pertama RI Soekarno dan tentunya Pejabat Penting di PDI-P. Beliau mengatakan bahwa 'Semoga Sumbar dukung Negara Pancasila'. 

Kalimat itu terucap sesaat mengumumkan Pilkada Sumatera Barat untuk memilih Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur Pilkada Sumbar. Ucapan Puan tak pelak menimbulkan multi tafsir dari kalangan pengamat politik. Pandangan mereka terhadap statemen Puan sangat menyayangkan ucapan yang tak pada tempatnya.

Sebagaimana kita ketahui bahwa Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mengumumkan 62 pasangan calon kepala daerah dan wakilnya yang akan diusung di empat  provinsi dan 58 kabupaten/kota. Mereka akan bertarung di Pilkada Serentak 2020 (jabar.tribunnews.com. 

Begitu antusiasme Puan memberikan porsi perhatian besat pada Pilkada Sumbar. Apakah benar Provinsi Sumatera Barat selama ini sulit ditaklukan oleh PDI-P hanya karena kalah persaingan dengan Partai lain lalu dilabeli tak Pancasilais? Apakah karena Gubernur dan Wakil Gubernur bukan dari kalangan PDI-P boleh di cap tak Pancasilais?

Aspek Historis, Pendidikan dan Kekinian

Aspek Historis
Nama Sumatra Barat bermula pada zaman Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), di mana sebutan wilayah untuk kawasan pesisir barat Sumatra adalah Hoofdcomptoir van Sumatra's westkust. 

Semasa pemerintahan militer Jepang  Resident Sumatra's westkust diubah menjadi Sumatora Nishi Kaigan Shu. Di masa awal Kemerdekaan Indonesia (1945) berubah lagi menjadi Provinsi Sumatera  yang  berpusat di Bukitinggi. 

Akhirnya penggunaan nama Provinsi Sumatera Barat kembali lagi setelah PRRI mengeluarkan UU Darurat Nomor 19 Tahun 1957 pusat pemerintahan tetap di Bukittinggi. Namun, berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Sumatera Barat No. 1/g/PD/1958 tertanggal 28 Mei 1958 Ibukota Provinsi dipindahkan ke Kota Padang (wikipedia). 

Beberapa perang kemerdekaan melawan kolonial asing terjadi di Sumbar salah satunya adalah Perang Padri (1821-1837). Perang Padri terjadi karena terjadinya pertentangan antara Kaum Padri dengan Kaum Adat. 

Menurut pandangan Kaum Padri bahwa kaum adat banyak menyimpang dari Al-Qur'an dan Al-Hadist terutama berjudi, mabuk-mabukan, sabung ayam dll. Upaya Kaum Padri untuk meluruskan tata cara kehidupan masyarakat itulah yang ditentang kaum adat. 

Perang yang kemudian melibatkan Belanda karena ajakan kaum adat yang terdesak kalah kemudian meluas menjadi Perang antara Kaum Padri dan Penjajah Belanda. Penduduk Sumbar terbanyak adalah etnis Minangkabau hampir 89 persen selebihnya etnis Mandailing, Mentawai dan Jawa. Mayoritas penduduk Sumbar beragama Islam 97,5 persen selebihnya beragama Kristen, Nasrani katolik, Budha dan Hindu. 

Aspek Pendidikan
Tidak bakal terlupakan bahwa Provinsi Sumbar dalam konteks kebangsaan banyak mewarnai Indonesia. Apa sih yang mendorong kok orang-orang Sumbar peduli dengan gerakan kebangsaan? Ini tak lepas dari ada hubungannya dengan pendidikan. 

Sebelum kita mengenal konsep pendidikan nasional seperti sekarang bahwa pendidikan ternyata menjadi sarana vital untuk memanusiakan manusia bebas dari belenggu kebodohan. Keberadaan INS Kayu tanam (Indonesich Nedherlandsche School) dengan formulasi model pendidikan yang menanamkan pada kebebasan berpikir dan memotivasi timbulnya kreativitas siswa. Kalau sekarang kita mengenal sebutan Sekolah Merdeka, guru Merdeka, Organisasi Penggerak oleh Kemendikbud RI 2020. Pertama pencetusnya sebenarnya sekolah ini. 

INS Kayu Tanam yang didirikan 31 Oktober 1926 oleh Mochammad Sjafei sebagai model pendidikan alternatif namun memperkuat pendidikan berbasis islam. Pendidikan alternatif diartikan sebagai konvergensi antara model pendidikan berbasis kolonial belanda dan berbasis pendidikan Islam. 

Kita tahu bahwa yang bersekolah sekolah kolonial adalah anak-anak yang secara historik punya keturunan orangtua bangsawan atau keluarga yang selevel. Bicara INS muncul nama-nama besar dalam sejarah politik dan seni nasional. Misalnya saja Tarmizi Taher, Ali Akbar Navis, Mochtar Lubis, Hasnan Habib dan Kaharuddin Nasution (liputan6).

Keberadaan sekolah di Sumbar amat berperan penting. Sangat jarang di luar provinsi Sumbar kala itu yang memiliki lembaga pendidikan berkelas /unggulan kecuali hanya di Pulau Jawa. Melalui pendidikan intens maka hasil yang di petik pengaruhnya sangat luarbiasa dalam melahirkan tokoh-tokoh pejuang kemerdekaan asal Sumbar.

Nama-nama lain seperti: Muhammad Yamin, Mohammad Hatta, Abdul Halim, Hamka, Abdul Muis, Adnan Kapau Gani, Agus Salim, M. Natsir, Rasuna Said, Sutan Sjahrir, Tan Malaka dll adalah para tokoh bukan kaleng-kaleng tetapi nasional dan internasional kiprah mereka yang berbagi peran bahu membahu ikut memerdekan bangsa ini. 

Di antara para tokoh tak ada yang saling menjatuhkan. Sikap "Basamo" merasakan pedih dan  penderitaan di bawah kaki penjajah menjadi soliditas melawan kolonial Belanda. 

Kalau Mohammad Hatta, selain negarawan Bung Hatta juga banyak melahirkan konsep pemikiran perjuangan berbasis ekonomi terutama kemandirian sebagaimana tercantum Pasal 33 ayat (1) UUD RI 1945. 

Maka tak heran sejarah mencatat selain pernah menjadi Wakil Presiden bersama Soekarno. Bung Hatta juga di kenal sebagai tokoh pendiri koperasi karena gagasannya original. Bagaimana koperasi bisa memakmurkan masyarakat kecil terutama petani dan para pedagang kecil yang jumlahnya tersebar di se-antero nusantara.

Aspek Kekinian
Bicara aspek kekinian atau kontemporer maka pusaran keberadaan Sumbar tetap menjadi sentral perebutan pengaruh partai-partai politik baik berbasis keagamaan dan nasionalis.

Coba lihat catatan sejarah rekapitulasi beberapa Pemilu. Hasil Pemilu 2014 perolehan tertinggi: Golkar, Gerindra dan PAN untuk PDI-P urutan kedelapan, Pemilu 2019 perolehan suara terbanyak dimenangkan oleh Gerindra, PAN dan Demokrat. PDI-P kembali di urutan kedelapan (detik.com/kpud.sumbar). 

Apakah ini yang membuat DPP PDI-P mengeluarkan pernyataan tak Pancasilais pada pemilih urang awak di Sumatera Barat? Kali kedua berada di urutan kedelapan dengan perolehan suara total keseluruhan tak sampai 300 ribuan suara. Tampaknya PDI-P sebelum adanya pernyataan Puan Maharani pun tidak menarik hati pemilih di Sumatera Barat. Apa yang salah dengan Partai Banteng moncong putih itu: Salah pemilihan tokoh lokalkah, Perilaku anggota partainyakah, Strategi Politiknyakah? Ada apa PDI-P di Sumbar? 

Menurut penulis kekalahan PDI-P di Sumbar, Pertama, kekuatan awal keberadaan Partai Banteng Moncong putih di Sumbar tidak seperti di Jawa, dan Bali. Di Jawa dan Bali begitu kental ajaran Soekarnoisme.

Kedua,  ada kemungkinan kekecewaan historik. Keputusan Politik yang diambil oleh masa Sukarno berkuasa dulu tak menjadikan Sumbar bernilai strategik dan penting pasca PDRI (Pemerintahan Darurat Republik Indonesia) di Bukittinggi dengan Sjafruddin Prawiranegara sebagai Pejabat Presiden. Padahal pusat pemerintahan di Jogjakarta jatuh dan diduduki Belanda lewat agresi militer kedua 19 Desember 1948. Ibukota simbol negara bisa dibayangkan jika jatuh ke tangan pasukan Belanda maka tamatlah kelahiran RI 17 Agustus 1945.

Ketiga, Masyarakat Sumbar yang religius cenderung tidak menyukai partai berbau "sekuler"  seperti PDI-P dan itu bukan sehari dua tahun terbentuk, namun melalui proses panjang. Ini ditunjukkan dengan masuknya tokoh-tokoh agama dalam bursa cawagub atau cagub pro PDI-P tak serta merta masyarakat Sumbar suka karena dianggap hanya lips service, pemanis semata.

Keempat, Resistensi yang terjadi dari masyarakat Sumbar terhadap PDI-P karena melakukan approach politik sama seperti apa yang dilakukan di Jawa dan Bali. Pendekatan di Sumbar harus dilakukan pendekatan berbeda terutama jangan heboh saat jelang Pilkada. 

Pendekatan instan tidak akan berarti apa-apa. Sebaliknya partai politik lain melakukan kerja politik sepanjang masa. Mesin Politik di luar PDI-P lebih mobile, menembus jauh ke dalam dan dan tidak bersifat eliter. 

Kelima, Rendahnya regenerasi dan kaderisasi PDI-P di Sumbar. DPD, PAC, PR tak ada fairness dalam proses pemilihan pengurus Partai terlihat amat datar tanpa dinamika politik yang bikin news. Elu lagi, elu lagi jadi pengurus mungkin wajah lama masih mendominasi?

Keenam, faktor keberuntungan (lucky). Dibandingkan dengan partai-partai  politik lain maka faktor keberuntungan menjadi sebab musabab PDI-P tak memenangi perebutan suara pemilih di Sumatera Barat. 

Ketujuh, terjadinya persaingan dan perbedaan internal Partai. 

Kedelapan, kekecewaan masyarakat pada PDI-P karena tidak selalu mengkritisi pemerintah pusat akan hal-hal yang krusial terutama keadilan dalam hukum dan pemerataan.

Kesembilan, penduduk Sumbar lebih kritis, objektif dan tidak "Love blind" melihat partai-partai politik yang bertarung di Sumatera Barat. Ini rentetan probability kenapa PDI-P manyun perolehan suaranya tiap Pemilu dan Pilkada di Provinsi Sumatera Barat. 

Kesepuluh, kekecewaan masyarakat Sumbar pada masa orde lama banyak tokoh Minang di penjara antara lain: Syahrir, Hamka dan M. Natsir mungkinkah membekas hingga kini, Jadi melihat relasi sejarah lalu dan kekinian memang ada benarnya (republika.co.id).

Penutup 

Pernyataan Puan Maharani mengatakan Semoga Pemilih Sumbar Pancasilais seolah bumerang. Sebuah pernyataan sikap tak ksatria. Puan Maharani tidak seperti kakeknya yang banyak baca, merenung, berfilosofi. Dan mencari tahu lebih detail akar permasalahan yang terjadi pada masyarakat bangsanya jauh melampaui jamannya.

Kelemahan Puan Maharani justru sumber kekuatan yang pada Soekarno muda kemampuan merangkai visi, prolog, dialog, dan epilog tiap-tiap persoalan kebangsaan sehingga dapatkan benang merah atas setiap persoalan.

Dengan pemikiran tajam dan visioner Soekarno mampu menjawab lebih banyak tantangan bangsa ini dibandingkan dengan kegagalannya. Mampu merubah sesuatu yang sulit menjadi mudah karena kecerdasan dan instink politiknya.

Jadi Belajarlah dari Sang kakek Puan Maharani harus banyak belajar berulang kali, meliterasi diri dengan bacaan berkualitas, politikus bukan dadakan dan gratisan. Banyak melibatkan diri pada persoalan-persoalan bangsa bukan sekedar pemadam kebakaran. 

Jika itu yang terjadi maka setiap kalimat yang keluar dari  Puan Maharani selaku Ketua DPP PDI-P dan Ketua DPR RI  adalah suara rakyat yang butuh percepatan kemakmuran, akselerasi kesejahteraan dan ekualiti  keadilan. Bukan lagi suara yang hanya merepresentasikan kepentingan partai semata. 

Provinsi Sumbar dengan segala kelebihannya adalah wajah demokrasi Indonesia, kita harus apresiasi semua perbedaan dan tidak men-judge dengan sebutan a-Pancasilais. PDI-P perlu cermin dan belajar lagi untuk memahami apa yang menjadi penyebab kekalahan Pemilu dan Pilkada di Sumatera Barat.

 Wallahu'alam bis'sawab. (4/9/2020) 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun