Coba lihat catatan sejarah rekapitulasi beberapa Pemilu. Hasil Pemilu 2014 perolehan tertinggi: Golkar, Gerindra dan PAN untuk PDI-P urutan kedelapan, Pemilu 2019 perolehan suara terbanyak dimenangkan oleh Gerindra, PAN dan Demokrat. PDI-P kembali di urutan kedelapan (detik.com/kpud.sumbar).Â
Apakah ini yang membuat DPP PDI-P mengeluarkan pernyataan tak Pancasilais pada pemilih urang awak di Sumatera Barat? Kali kedua berada di urutan kedelapan dengan perolehan suara total keseluruhan tak sampai 300 ribuan suara. Tampaknya PDI-P sebelum adanya pernyataan Puan Maharani pun tidak menarik hati pemilih di Sumatera Barat. Apa yang salah dengan Partai Banteng moncong putih itu: Salah pemilihan tokoh lokalkah, Perilaku anggota partainyakah, Strategi Politiknyakah? Ada apa PDI-P di Sumbar?Â
Menurut penulis kekalahan PDI-P di Sumbar, Pertama, kekuatan awal keberadaan Partai Banteng Moncong putih di Sumbar tidak seperti di Jawa, dan Bali. Di Jawa dan Bali begitu kental ajaran Soekarnoisme.
Kedua,  ada kemungkinan kekecewaan historik. Keputusan Politik yang diambil oleh masa Sukarno berkuasa dulu tak menjadikan Sumbar bernilai strategik dan penting pasca PDRI (Pemerintahan Darurat Republik Indonesia) di Bukittinggi dengan Sjafruddin Prawiranegara sebagai Pejabat Presiden. Padahal pusat pemerintahan di Jogjakarta jatuh dan diduduki Belanda lewat agresi militer kedua 19 Desember 1948. Ibukota simbol negara bisa dibayangkan jika jatuh ke tangan pasukan Belanda maka tamatlah kelahiran RI 17 Agustus 1945.
Ketiga, Masyarakat Sumbar yang religius cenderung tidak menyukai partai berbau "sekuler"Â seperti PDI-P dan itu bukan sehari dua tahun terbentuk, namun melalui proses panjang. Ini ditunjukkan dengan masuknya tokoh-tokoh agama dalam bursa cawagub atau cagub pro PDI-P tak serta merta masyarakat Sumbar suka karena dianggap hanya lips service, pemanis semata.
Keempat, Resistensi yang terjadi dari masyarakat Sumbar terhadap PDI-P karena melakukan approach politik sama seperti apa yang dilakukan di Jawa dan Bali. Pendekatan di Sumbar harus dilakukan pendekatan berbeda terutama jangan heboh saat jelang Pilkada.Â
Pendekatan instan tidak akan berarti apa-apa. Sebaliknya partai politik lain melakukan kerja politik sepanjang masa. Mesin Politik di luar PDI-P lebih mobile, menembus jauh ke dalam dan dan tidak bersifat eliter.Â
Kelima, Rendahnya regenerasi dan kaderisasi PDI-P di Sumbar. DPD, PAC, PR tak ada fairness dalam proses pemilihan pengurus Partai terlihat amat datar tanpa dinamika politik yang bikin news. Elu lagi, elu lagi jadi pengurus mungkin wajah lama masih mendominasi?
Keenam, faktor keberuntungan (lucky). Dibandingkan dengan partai-partai  politik lain maka faktor keberuntungan menjadi sebab musabab PDI-P tak memenangi perebutan suara pemilih di Sumatera Barat.Â
Ketujuh, terjadinya persaingan dan perbedaan internal Partai.Â
Kedelapan, kekecewaan masyarakat pada PDI-P karena tidak selalu mengkritisi pemerintah pusat akan hal-hal yang krusial terutama keadilan dalam hukum dan pemerataan.