Mohon tunggu...
Sudiono
Sudiono Mohon Tunggu... Lainnya - I Owner Vpareto Travel Indonesia I Konsultan Ausbildung I https://play.google.com/store/apps/details?id=com.NEWVPARETOTOURNTRAVEL.android&pli=1

Pemerhati Masyarakat, Field study : Lychee des metiers des sciences et de I'industrie Robert Schuman, Le Havre (2013). Echange France-Indonesie visite d'etudes des provisieur - Scolaire Descrates Maupassant Lychee de Fecamp. Lycee Louis Modeste Leroy, Evreux (2014), Lycee Professional Jean Rostand, Rouen (2014), Asean Culinary Academy, Kuala Lumpur (2012). Departement of Skills Development Ministry of Human Resources Malaysia (2013). Seoul Technical High School (STHS) 2012. Jeju Self Governing School (2012), Assesor BNSP Marketting (2016), Assesor Akreditasi S/M (2015), Pelatihan CEC Coach Wiranesia (2022), pemilik Vpareto travel Indonesia,

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Crime Note: "Koboi Kota"

14 Agustus 2020   17:49 Diperbarui: 15 Agustus 2020   04:12 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Laken (Dok.Pribadi)

BUDAYA AWAL WESTERN 
Kalau kita menyaksikan tayangan televisI tahun 1980-an di mana film-film Hollywood masih banyak kita saksikan dan beberapa film serial barat pasti kalian tahu film The Bonanza, The Wild Wild West, Rin, Tintin dan lain-lain. Apa yang menarik dari tayangan film-film barat tersebut?

Para aktor-aktor film tersebut tampil gaya dan keren dengan latar belakang kehidupan abad ke-19. Berkuda dengan memacu kecepatan tinggi, pakai laken, celana gombrang, tangan kiri menarik, dan memegang tali laso, tangan kanan memegang senjata api kaliber, terkadang dengan teriakan khas koboi.

Settingan saat bangsa pendatang Kulit Putih ke Benua Amerika konflik dengan penduduk asli Amerika Suku Indian berujung bunuh membunuh. Suku Indian mempertahankan wliayahnya dari jajahan pendatang asing yaitu kaum berkulit putih yang merupakan kaum imigran dari Inggris Raya. Di tanah kelahiran Queen Elizabeth II sekarang, dulu banyak penduduk Inggris yang terdzalimi dan tertindas oleh penguasa. 

Ketakutan dan kekhawatiran akan keselamatan diri mereka dan keluarga. Sehingga banyak dari mereka eksodus dan memilih Benua Amerika sebagai tanah tujuan akhirnya.

Senjata api dipakai oleh kaum imigran kulit puith membela diri termasuk dengan suku India. Hanya bedanya Suku Indian belum mengenal senjata api. Mereka berperang dengan Kaum putih menggunakan alat-alat perang tradisional seperti panah, tombak dan senjata tajam.

Ya, sekali lagi senjata alat yang sangat mematikan. Tanpa ampun siapapun yang tertembak pada organ vital manusia maka nyawa berpindah ke alam barzah. 

Penduduk kulit putih yang berkuasa sekarang atas Suku Indian di negara Uncle Sam menang karena faktor lucky (keberuntungan) karena memiliki senjata api. Penulisan sejarah barangkali harus direvisi kalau konflik kedua kelompok tadi sama-sama menggunakan persenjataan yang sama.

Kepemilikan senjata api pun hingga kini menjadi hal biasa di Amerika Serikat tidak tidak bisa menuding apa-apa yang memang sudah tercipta lewat perjalanan panjang bangsa itu. Tak heran apakah ada hubungannya kepemilikan senjata pemusnah massal seperti Nuklir, dan arsenal lainnya didasari oleh budaya awal western, yaitu penaklukan (conquer) dan mempertahankan diri (self defense).

Kaum imigran kulit putih memenangi konflik dengan suku Indian selain didorong oleh motivasi ekonomi juga banyak faktor lain, motivasi ekonomi yaitu menguasai wilayah yang diperkirakan mengandung emas dan berharga mineral lainnya. 

Tampak motif ekonomi lebih mendominasi dan mampu menutup cara berpikir kulit putih kenapa mesti menggunakan kekerasan terhadap sesamanya apalagi menggunakan senjata api. Jika mesin waktu boleh dihadirkan kembali "bisakah mereka kaum Imigran kulit putih berdamai, negoisasi, atau win-win solution dengan pemilik sah benua Amerika, Suku Indian" 

Itu kejadiannya nun jauh di sana, meski begitu penggunaan senjata api terus berkembang pesat hingga saat kini termasuk di Indonesia khususnya di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan kota besar lainnya. 

Model, tipe dan ukuran senjata api semakin lama semakin praktis di bawa-bawa. Ada model senjata yang bisa disimpan dalam kaos kaki, diselipkan di dalam kemeja, hingga di simpan di dalam laci mobil pribadi.

Jika ada ungkapan "The man behind of the Gun" perilaku manusia memegang senjata api tergantung dari siapa yang memegang senjata api. Bagi pihak kepolisian, senjata api adalah alat untuk melumpuhkan penjahat. 

Penggunaan senjata api pada aparat kepolisian pun mengikuti Standar Operation Prosedure (SOP) mulai dari peringatan tembakan ke udara dua kali, baru kemudian tembakan ketiga diarahkan untuk melumpuhkan penjahat.

Nah, permasalahannya bagaimana jika senjata api tersebut di pegang dan disalahgunakan? Seperti yang ramai diberitakan oleh Media Massa hari ini (Warta Kota, 14 Agustus 2020), bahwa dalam minggu-minggu ini kita dikejutkan dengan peristiwa penembakan misterius yang terjadi di Tangerang. 

Di lanjutkan terjadinya penembakan jarak dekat atas pengusaha Pelayaran di Kawasan Bisnis Kelapa Gading. Kalau kejadian di Tangerang korban mengalami luka-luka, lain hal penembakan di Kelapa Gading korban seorang pengusaha pelayaran tewas ditembak 4 butir peluru.

Senjata api bisa sangat membahayakan orang lain jika di tangan para kriminal, bromocorah atau pembunuh bayaran untuk menuntaskan tugas atas order perintah oknum seseorang.

Kesedihan, kemarahan dan rasa geram keluarga korban yang luka ataupun yang tewas kita dapat merasakan penderitaan mereka. Kalau korban penembakan adalah para kepala keluarga yang berusia produktif maka bagaimana kelanjutan kehidupan keluarga yang ditinggalkan menyangkut biaya pendidkan anak-anaknya dan kebutuhan hidup sehari-hari mereka? Belum lagi kerugian psikologis dan fisik keluarga korban.

Ini menunjukkan pada kita bahwa perilaku Koboi Kota sangat menakutkan mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan. Apa latarbelakang motif seseorang bertindak nekat membunuh orang lain dengan menggunakan senjata api? Tidak mungkin si pelaku berani kalau tanpa dilatarbelakangi motif tertentu.

Persaingan atau kompetisi bisnis yang tidak sehat kah? Dendam pribadi kah? atau konflik keluarga siapapun boleh menduga-duga. Biarlah pihak kepolisian yang mengungkap. Saya mencoba membedahnya:

Pertama, ini menunjukkan di Jakarta banyak "Koboi Kota" yang memiliki senjata api tanpa izin dari pihak kepolisian. Kalau pihak kepolisian pastinya tahu senjata api berizin yang beredar sehingga mudah menelusuri senjata-senjata yang dimiliki perseorangan jika ada pelanggaran penggunaan senjata.

Namun, Senjata api liar yang beredar di masyarakat pihak kepolisian belum tahu di mana beredar, siapa yang pegang, dan dari mana sumbernya termasuk dari mana pasokan peluru di dalamnya.

Kedua, masuknya senjata api liar mengindikasikan bahwa ada pasokan dari luar negeri ke dalam teritori Negara kita dengan cara diselundupkan. 

Apakah ada permintaan tinggi terhadap senjata api di dalam negeri terkait rasa aman masyarakat sekarang? Ataukah ada organisasi terlarang semacam mafia yang memang memiliki memiliki jaringan di dalam dan luar negeri hanya khusus berbisnis illegal senjata api? Seolah ini memberi petunjuk bahwa aparat harus mulai benar-benar fokus pada kasus senjata api liar.

Ketiga, secara teoritis kepemilikan senjata api adalah datang dari masyarakat menengah ke atas. Kelompok yang secara finansial memiliki kecukupan uang jadi manakala semua kebutuhan dasar manusia sudah terpenuhi mulai sandang, pangan dan papan maka kebutuhan yang tak kalah penting yaitu aktualisasi diri. 

Aktualisasi diri dimaksud adalah ingin berbeda dengan kebanyakan orang atau masyarakat pada umumnya. Apakah aktualisasi diri dengan mempersenjatai diri dengan senjata api bagian hidup masyarakat kota seperti Jakarta ini? Jangan keliru lho bahwa masyarakat ibukota termasuk golongan menengah jumlahnya cukup banyak.

Keempat, secara teoritis orang yang menggunakan senjata dan melakukan tepat sasaran saat menembak. Saya percaya mereka datang dari kelompok terlatih, terbiasa dan rutin mengikuti training atau kursus menembak. 

Mungkin, pihak kepolisian bisa menggunakan cara keempat ini. Kelompok yang mahir menggunakan senjata api sudah pasti pihak kepolisian tahu dimana dan kapan mereka berlatih. Kekhawatiran bisa saja mereka yang terlatih menembak mengadakan re-training kepada oknum-oknum lainnya yang kemudian melanggar penggunaan senjata.

PENUTUP
Abad ke-21 adalah abad persaingan hidup, untuk hidup di abad persaingan butuh keahlian (skill) mereka yang tidak memiliki skill pasti akan tersingkir. Secara manusiawi mereka sama dengan manusia lainnya memerlukan sesuatu untuk menunjang kehidupan keluarga mereka sehari-hari. 

Menjadi kaum tertindas atau ditindas oleh persaingan ini yang harus diantisipasi oleh pemerintah dan jangan lagi ada manusia Indonesia yang merasa hidup terlahir sia-sia dan berperilaku menjadi kelompok kriminal. "Kasus Koboi Kota" adalah dampak penanganan kesejahteraan sosial yang belum dinikmati oleh masyarakat kita. Dirgahayu HUT RI ke-75. Wallahu' alam bis'sawab. (14/8/2020)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun