Pernahkah kita berpikir bahwa di dalam diri kita sebenarnya ada dua pertentangan yang luar biasa, namun banyak orang yang tidak sadar tentang keberadaannya. Sadar atau tidak sadar, sengaja maupun tidak disengaja, terasa atau tidak terasa dua pertentangan tersebut akan selalu muncul sampai kita merebahkan badan di sebidang tanah kelak.Â
Dua pertentangan tersebut adalah nafsu muthmainnah dan nafsu lawwamah. Meskipun terdapat beberapa jenis nafsu dalam diri manusia, namun yang sering dibahas dalam khalayak umum adalah kedua nafsu tersebut.Â
Walaupun toh pengetahuan dan referensi yang cenderung masih terbatas, namun pembahasan ini mencoba meneropong dari sudut pandang implikasi bukan teoretis, karena sesuatu yang berimplikasi pada kehidupan nyata dan bersinggungan dengan banyak orang, akan cenderung otentik dan konkret yang nantinya dapat disangkutkan dengan teori yang ada. Baik, mari kita bahas secara ringkas tentang kedua nafsu tersebut.
Dalam dunia kartun, kita mengenal "Naruto". Serial ini muncul kurang lebih sudah hampir 13 tahun lamanya. Jika kita mengikuti serial Naruto Shippuden (Naruto Dewasa) dari episode awal hingga episode 500 (akhir), ada sebuah cerita yang dapat dianalogikan dengan adanya nafsu lawwamah dan nafsu muthmainnah ini, yakni pada episode 245. Di dalam episode tersebut, Naruto bertapa untuk melawan nafsu atau sifat jahatnya sendiri. Si Naruto melawan sisi lain dari dirinya.
Kembali pada gambar 2 tersebut, bahwa untuk melawan nafsu lawwamah itu bukan menggunakan kekerasan, kebrutalan, dan marah-marah, namun harus menggunakan cara yang halus dan sistematis, pelajarilah bagaimana nafsu ini sering mempengaruhi kita.Â
Pelajari polanya, mungkin saat ada kotak amal lewat, kita sering berat untuk memasukkan uang kedalam kotak, atau saat ada sesuatu yang menarik syahwat, kita langsung terpicu. Memang tidak satu dua kali langsung berhasil, tapi harus berkali-kali untuk melawannya. Ikhtiar maksimal, berdoa, dan tawakkal. Dzikir 'alallah.
Bagi Anda yang mengikuti cerita Naruto, saya mengapresiasi Anda semua. Namun jangan hanya diliht saja, tapi pelajari apa nilai dibalik itu, seperti nilai semangat, nasionalisme, bahkan ada spiritualnya juga.Â
Saya menyimpulkan bahwa "Nafsu lawwamah itu ibarat kyuubi berekor 6. Ia akan meledak-ledak disaat diri tak terkendali. Maka untuk melawannya, berubahlah ke sage mode (dzikrulloh), karena sage mode akan membawamu ke dalam bathin keheningan, bathin penuh tenang, dan nafsu jahat itu akan dapat kau jinakkan".
Nafsu lawwamah adalah nafsu yang cenderung mendorong manusia untuk berbuat hal-hal negatif. Amarah, dengki, benci, dan sifat-sifat buruk lainnya adalah pekerjaan dari nafsu lawwamah.
 Nafsu lawwamah membawa manusia kepada sifat terburu-buru, was-was, mudah marah, gelisah, dan self-control yang buruk. Kalau dalam bahasa psikologinya adalah out of control, dimana tubuh sulit dikendalikan karena mayoritas perilaku yang keluar bukan kendali dari intuisi dan naluri manusia melainkan telah diambil alih oleh si nafsu lawwamah ini.Â
Kita pernah mendengar bahwa terburu-buru dan was-was yang dialami manusia adalah gangguan syetan. Hal ini secara nalar benar adanya, karena sifat manusia (human disposition) yang bermacam-macam, yang terpengaruh oleh nafsu lawwamah maka kemudian ditunggangi oleh bisikan syetan, maka sifat-sifat seperti terburu-buru dan was-was muncul.Â
Nafsu lawwamah ini juga sering ditendensikan dengan nafsu hewani. Artinya nafsu yang hanya mementingkan kepentingan isi perut dan di bawah perut. Lebih lanjut, nafsu lawwamah yang muncul adalah hasil pertentangan dan perlawanan antara nafsu muthmainnah, hati dan akal. Kejadian-kejadian, sikap, dan sifat yang muncul seperti yang telah dijelaskan sebelumnya adalah sifat yang muncul karena kemenangan dan penguasaan nafsu lawwamah ini.Â
Nafsu lawwamah yang dibiarkan terus-menerus akan memunculkan dominasi dan kedigdayaan kerajaan nafsu tersebut. Lebih parah lagi jika nafsu ini telah berkembang pesat dan membentuk perilaku, kebiasaan, bahkan sampai menjadi watak. Tsumma naudzubillah.Â
Menurut teori psikologi, seperti teori pembentukan perilaku classical conditioning, sebuah perubahan dan modifikasi perilaku akan sulit dilakukan jika perilaku tersebut telah menjadi watak dan kebiasaan.Â
Hal ini karena watak telah mendarah daging dalam tubuh. Ibarat kertas putih, ia telah dicoret-coret oleh pena berulang kali hingga sulit dihilangkan, meskipun digunakan stipo untuk menghilangkannya, namun tidak akan dapat berubah seperti kertas putih yang utuh seperti semula. Mesikpun demikian, memang seyogyanya manusia itu tidak boleh menyerah begitu saja.Â
Barangkali sebuah sikap buruk yang telah menjadi perilaku lumrahnya, dapat berubah suatu saat dengan kesadaran yang muncul dan hidayah dari Allah SWT. Baiklah, demikianlah nafsu lawwamah itu.
Kemudian lanjut pada nafsu muthmainnah. Nafsu ini indentik dengan ketenangan dan ketentraman. Ketenangan yang dimaksud bukan seperti Anda tenang-tenang saja saat melihat kejadian menentang syariat Islam, bukan pula seperti Anda tenang-tenang, leyeh-leyeh sambil nyinden di bawah pohon yang rindang, bukan. Tenang disini adalah stabil, terarah, dan penuh pertimbangan saat mengambil suatu tindakan dan sikap. Ada yang bilang bahwa nafsu muthmainnah ini adalah nafsu lawwamah yang di---"hajar"---oleh akal dan hati sehingga menjadi baik.
 Nafsu muthmainnah juga merupakan nafsu lawwamah yang dilemahkan dan dikendalikan. Nafsu muthmainnah dihajar dahulu oleh akal pikiran manusia untuk kemudian menjadi jinak. Dalam bahasa medis nafsu muthmainnah adalah nafsu lawwamah yang telah disterilkan. Begitu kurang lebih. Nafsu muthmainnah memang melekat dengan ketenangan. Ketenangan inilah yang menjadi lawan sifat tergesa-gesa.
 Kita ambil contoh saat KH. Hasyim Ash'ari sholat istikhoroh selama beberapa malam dan menunggu isyaroh dari Syechona Kholil Bangkalan untuk mendirikan NU. Inilah contoh dari nafsu muthmainnah dalam mempengaruhi seseorang bertindak. Mengmabil suatu sikap yang besar dengan penuh pertimbangan dan usaha bathiniyah. Kaitannya dengan hal tersebut, maka muncullah segitiga korelasi antara nafsu, akal, dan hati.
Nafsu jika dibiarkan terus berkembang tanpa adanya controling dari hati dan akal, maka akan merajalela seperti sifat-sifat keji, jelek, contohnya merampok, memperkosa, dan sebagainya. Akal yang dibiarkan terus berkembang tanpa kendali nafsu muthmainnah dan hati nurani, maka berkembangan menjadi atheis yang menuhankan logika sebagai sumber kebenaran. Orang yang hidup semacam ini, jalannya akan ketabrak-tabrak dengan berbagai hal.
Hati yang dibiarkan berkembang, dia juga akan memunculkan sifat tama', sifat pasrah berlebihan, putus asa. Contohnya orang yang wiridan terus-menerus, tidak peduli lingkungan, yang dipedulikan adalah hatinya bersih, ini juga contoh sikap yang kurang baik. Karena orang yang wiridan terus-menerus tanpa bekerja, dia tidak dapat menghidupi keluarganya. Karena orang hidup butuh uang, uang diperoleh dari kerja.
 Wiridan adalah wasilah, ikhtiar manusia bukan berarti wiridan terus tanpa henti tapi tidak bekerja dan berharap akan memunculkan uang. Para kyai yang dapat menjadikan daun mangga menjadi uang, itu bukan usaha, tapi karomah, kemakrifatan, keistimewaan dari Allah kepada waliyulloh.Â
Mereka tujuan utama bukan uang, tapi taqorrub kepada sang maha kekal. Orientasi uang adalah orientasi cekak, terbatas, dan fana. Carilah yang kekal, dekatkan dirimu pada yang kekal. Perihal kyai mendapatkan karomah dapat menjadikan daun mangga menjadi uang itu adalah efek samping dari kedekatan beliau pada Allah.Â
Kembali pada hati, oleh sebab itu hati yang baik adalah hati yang senantiasa dilatih, disinari dengan nur yang bersih dan bersinar, hati yang tidak mengejar sesuatu yang terbatas dan sementara. Hati yang selalu ingin dekat dengan sang kholiq.
Beberapa pengantar tersebut dirasa cukup untuk masuk pada pembahasan toxic attitude. Barangkali istilah 'toxic attitude' sangat jarang dan mungkin bagi sebagian orang dirasa 'sangat aneh'.Â
Toxic adalah racun, sedangkan attitude adalah sikap atau perilaku. Toxic attitude adalah perilaku buruk yang berdampak pada seluruh badan manusia, yang kemudian mempengaruhi perilaku sehari-hari.Â
Dalam bahasa medis, toxic dapat diusir dengan vaksin. Nah, vaksin dalam pembahasan ini dapat berarti sikap-sikap untuk mengobati toxic itu saat muncul, contoh yang paling umum adalah dengan berdzikir, beramal sholih, berikhtiar maksimal, dan bertawakkal.
Cara lainnya, yakni dengan melakukan riyadhoh atau tirakat. Silahkan Anda menirakati badan Anda semampunya seperti yang telah dicontohkan oleh kiyai-kyai kita terdahulu. Riyadhoh atau tirakat adalah usaha mengecilkan nafsu hewani, nafsu lawwamah, menuju ke dalam nafsu robbani dan nafsu muthmainnah. Banyak tirakat yang telah dilakukan oleh banyak kyai di Indonesia yang notabene diluar nalar.Â
Contohnya salah seorang santri di Pondok Pesantren Suryalaya meminum arak secara terus menerus. Karena si santri ini kencanduan dan badannya tidak normal lagi.Â
Maka subhanalloh, di akhir masa tirakatnya itu malah si santri ini menjadi sembuh. Tirakat atau riyadhoh mengharuskan seseorang harus kuat syariatnya dulu dan harus dengan bimbingan seorang guru, karena apabila tidak, maka dikhawatirkan tirakatnya malah kemana-mana. Nafsu jelek tersebut adalah semata-mata musuh kita, dan salah satu kiat yang dapat melemahkannya yakni dengan tirakat atau riyadhoh, berdzikir, puasa dan lain-lain.
Toxic attitude ini akarnya adalah hati dan akal. Hati dan akal yang tergoda oleh nafsu lawwamah akan menjadi toxic dalam diri. Toxic dalam diri kita sendiri tentu harus diberantas. Untuk itu, diperlukan usaha-usaha untuk melakukannya. Toxic attitude tidak hanya dipengaruhi oleh nafsu lawwamah, namun juga dipengaruhi oleh bisikan syetan.
Syetan adalah makhluk Allah SWT. Syetan yang pembahasannya terdapat dalam surat an-nas merupakan sebuah bisikan untuk mempengaruhi manusia dalam bertindak. Artinya, bisikan ini bukan dalam bentuk faktual, namun pengaruhnya muncul dalam kehidupan.Â
Sebenarnya istilah syetan memiliki beberapa interpretasi sesuai dengan ayat-ayat Alquran. Ada penafsiran syetan itu terkutuk sejak dilahirkan karena sifatnya yang durhaka kepada Allah, ada yang menafsirkan sebagai sebuah bisikan kepada manusia untuk bertindak jahat. Memang khilafiyah seringkali muncul dan ini all is well.Â
Nothing to be discussed anymore. Yang perlu ditekankan adalah syetan selalu dinisbatkan dan disandarkan, diindentikkan dengan segala sesuatu yang buruk, negatif, dan jelek. Jika diruntut kebelakang, memang misi mereka (syetan: bisa sifat, bisa makhluk, tergantung dari pembahasan dan perspektif masing-masing) adalah memang untuk menggangu manusia untuk ikut ke jalan mereka. Maka usaha maksimal manusia yakni agar tidak tergoda dari bisikan-bisikan buruk tersebut.
Nafsu lawwamah yang ditunggangi oleh syetan akan sangat berbahaya bagi manusia. Maka, manusia harus menciptakan benteng tebal untuk menghalaunya. Nafsu lawwamah itu adalah makhluk, begitupun juga dengan nafsu muthmainnah, karena hakikatnya selain Allah adalah makhluk termasuk alam semesta, batu, pasir, dan sebagainya.Â
Karena nafsu-nafsu tersebut adalah makhluk, maka pendekatan yang digunakan untuk melawannya harus dengan persuasif, karena makhluk yang terancam eksistensinya biasanya mereka akan melawan dan berontak, tidak tertutup kemungkinan juga dengan nafsu lawwamah ini. Semoga bermanfaat dan menjadi renungan untuk saya dan kita semua dalam berbuat kebaikan di dunia.
Wallahu A'lam Bissowab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H