Mohon tunggu...
Sudi Pratikno
Sudi Pratikno Mohon Tunggu... Penulis - Menghijaulah bersama tanah Indonesia

Kan ku dayung perahu kertasku sampai jauh

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

"Toxic Attitude" dalam Diri Sendiri

28 Mei 2019   07:06 Diperbarui: 29 Mei 2019   06:31 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi sisi lain dalam diri Naruto

Toxic attitude ini akarnya adalah hati dan akal. Hati dan akal yang tergoda oleh nafsu lawwamah akan menjadi toxic dalam diri. Toxic dalam diri kita sendiri tentu harus diberantas. Untuk itu, diperlukan usaha-usaha untuk melakukannya. Toxic attitude tidak hanya dipengaruhi oleh nafsu lawwamah, namun juga dipengaruhi oleh bisikan syetan.

Syetan adalah makhluk Allah SWT. Syetan yang pembahasannya terdapat dalam surat an-nas merupakan sebuah bisikan untuk mempengaruhi manusia dalam bertindak. Artinya, bisikan ini bukan dalam bentuk faktual, namun pengaruhnya muncul dalam kehidupan. 

Sebenarnya istilah syetan memiliki beberapa interpretasi sesuai dengan ayat-ayat Alquran. Ada penafsiran syetan itu terkutuk sejak dilahirkan karena sifatnya yang durhaka kepada Allah, ada yang menafsirkan sebagai sebuah bisikan kepada manusia untuk bertindak jahat. Memang khilafiyah seringkali muncul dan ini all is well. 

Nothing to be discussed anymore. Yang perlu ditekankan adalah syetan selalu dinisbatkan dan disandarkan, diindentikkan dengan segala sesuatu yang buruk, negatif, dan jelek. Jika diruntut kebelakang, memang misi mereka (syetan: bisa sifat, bisa makhluk, tergantung dari pembahasan dan perspektif masing-masing) adalah memang untuk menggangu manusia untuk ikut ke jalan mereka. Maka usaha maksimal manusia yakni agar tidak tergoda dari bisikan-bisikan buruk tersebut.

Nafsu lawwamah yang ditunggangi oleh syetan akan sangat berbahaya bagi manusia. Maka, manusia harus menciptakan benteng tebal untuk menghalaunya. Nafsu lawwamah itu adalah makhluk, begitupun juga dengan nafsu muthmainnah, karena hakikatnya selain Allah adalah makhluk termasuk alam semesta, batu, pasir, dan sebagainya. 

Karena nafsu-nafsu tersebut adalah makhluk, maka pendekatan yang digunakan untuk melawannya harus dengan persuasif, karena makhluk yang terancam eksistensinya biasanya mereka akan melawan dan berontak, tidak tertutup kemungkinan juga dengan nafsu lawwamah ini. Semoga bermanfaat dan menjadi renungan untuk saya dan kita semua dalam berbuat kebaikan di dunia.

Wallahu A'lam Bissowab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun