Mohon tunggu...
Sudhana Kalama
Sudhana Kalama Mohon Tunggu... -

Seorang pemuda yang sedang berjuang untuk kehidupan spiritual yang lebih baik.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Bagian 2: Beda Surga & Neraka dalam Islam & Buddha

26 Juli 2013   12:38 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:00 2274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada masa-masa awal setelah Buddha Parinibbana ajaran Buddha telah berkembang hingga sampai ke Afghanistan, Persia, Uzbekistan, Turkmenistan, Tajikistan, Turkistan bahkan sampai ke Yunani dan Mesir, beberapa Kaisar Yunani seperti kaisar Menander menjadi pengikut setia ajaran Buddha. Bahkan pakar-pakar sejarah dunia menyakini teks-teks suci Buddha telah sampai dan berada di perpustakaan Alexadria yang didirikan sekitar tahun 300 SM, sayang perpustakaan ini telah dibakar sehingga banyak koleksi-koleksi bukunya juga ikut terbakar.

Saat wilayah-wilayah Persia (Iran-Irak), Afghanistan, dan Turkistan Barat, tempat menyebarnya agama Buddha, jatuh ke dalam kekuasaan Khilafah Ummaiyyah Arab (661 - 750 Masehi) para cendekiawan Muslim, menunjukkan minat yang besar terhadap tradisi dan ajaran Buddha yang mereka temui di saat Islam menyebar ke luar Jazirah Arab. Pendiri ajaran Mu'tazilah, Wasil ibn 'Ata' (700-748 M) diduga sangat akrab dengan pandangan-pandangan Buddha, Mu'tazilah mengutamakan pada pencarian pengetahuan yang lebih tinggi lewat adu-pendapat yang berakal dan lewat penalaran, ajaran ini juga menyatakan tentang pemurnian dosa-dosa lewat kelahiran kembali yang berulang.

Pada abad ke-8, seorang pengarang arab terkenal Umar ibn al-Azraq al-Kermani menulis sebuah catatan terperinci tentang Wihara Nava di Balkh, Afghanistan. Vihara Nava merupakan pusat pendidikan tinggi agama Buddha bagi seluruh Asia Tengah dan merupakan vihara terbesar di kawasan daerah itu. Al-Kermani menguraikan tradisi dasar Buddha di sana dengan memadankannya pada ciri-ciri Islam. Ia menggambarkan bangunan utama tersebut memiliki kubus batu di tengah-tengahnya (stupa), kain penutup menggantung dari atasnya, dan para pengikut mengelilinginya memberikan penghormatan, ibarat Kabah (Ar. Ka'bah) di Mekah. Tulisan-tulisan Al-Kermani dilestarikan di dalam karya abad ke-10 Masehi, dalam Kitab Negeri-Negeri (Ar. Kitab al-Buldan) oleh Ibn al-Faqih al-Hamadhani.

Khilafah Abbasiyyah awal, Kalifah keduanya, al-Mansur (754 - 775 M), dalam membangun ibukota baru bagi kekaisarannya banyak mempekerjakan arsitek dari India, nama "Baghdad" sendiri merupakan kata sanskerta yang berarti "Karunia Tuhan". Selanjutnya sang Kalifah membangun Rumah Pengetahuan (Ar. Bayt al-Hikmat) untuk pengkajian dan penerjemahan pustaka-pustaka dari dunia kebudayaan Yunani dan India, terutama mengenai pokok-pokok ilmiah. Penguasa Abbasiyyah berikutnya, Khalifah al-Mahdi (775-785 M), banyak menghadirkan cendekiawan-cendikiawan Buddha dari vihara-vihara di anak-benua India dan Afghanistan untuk menjadi dosen di Rumah Pengetahuan selain itu mereka juga ditugaskan membantu menerjemahkan naskah-naskah ilmu pengobatan dan ilmu perbintangan dari bahasa Sanskerta ke Arab diantaranya naskah ilmu pengobatan Buddha yang sangat terkenal "Siddhasara" (Samudera Kesempurnaan).

Yahya ibn Barmak yang beragama Islam adalah cucu dari kepala tata usaha Vihara Rava di Balkh yang masih beragama Buddha menjadi Menteri Kepala Rumah Pengetahuan pada masa khalifah Abbsiyyah kelima, Harun al-Rashid (786-809 M) banyak sekali naskah-naskah Buddha yang diterjemahkan ke bahasa Arab.

Namun sangat disayangkan pada akhirnya banyak vihara-vihara dan pusat studi agama Buddha dihancurkan oleh tentara Islam. Universitas Nalanda, universitas Taxila, universitas Vikramasila yang sangat terkenal hingga sampai ke Yunani yang banyak menyimpan naskah-naskah suci Buddha dihancurkan dan dibakar.

Yang bisa menjembatani pertemuan agama Buddha dengan agama Islam hanyalah lewat ajaran-ajaran Tasawuf. Pendapat saya pribadi saya yakin guru-guru Sufi terkenal sepertil Al-Ghazali, Al-Hallaj bahkan Syeh Siti Jenar bahwa mereka pasti mengenal ajaran Buddha dan mencoba menggunakan metode meditasi Buddha untuk mencapai kemanunggalan, kemutlakan. Metode meditasi Buddha banyak sekali salah satunya pengulangan kata-kata, katakanlah kita menggunakan kata "Tuhan" dalam menditasi kita mengulang terus-menerus kata Tuhan dengan sambil mevisualisasikan sifat Tuhan dalam diri kita seperti cinta kasih dengan dilandasi moralias yang baik pula dalam kehidupan sehari-hari, niscaya cahaya nimitta (cahaya gambaran batin murni) akan berkembang stabil, cerah, halus dan indah yang menyelimuti batin kita dan dengan keuletan dan kegigihan dalam mengembangkan vitaka-vicara, meditasi tersebut akan menghasilkan ekagatta dan piti-sukha yang membawa pada pencapaian jhana pertama.

Pada dasarnya objek-objek verbal apapun yang kita ucapkan dalam meditasi selama objek tersebut kita maknai dengan sesuatu yang positif dan ditunjang oleh moralitas yang baik serta dilatih dalam meditasi yang benar, objek tersebut mampu memunculkan nimitta.

Sufi sendiri adalah kaum yang sangat menghargai kebijaksanaan, ajaran Buddha bisa diringkas dalam 3 jalan, yaitu SILA - SAMADHI - PANNA (PRAJNA) / MORALITAS - MEDITASI - KEBIJAKSANAAN. Dengan moralitas yang baik, dengan pengembangan cinta kasih dan welas asih yang universal (metta-karuna) dan untuk mengembangkan ini tidak dibutuhkan kepercayaan kepada Tuhan, Buddha, Dewa / Brahma atau pada agama tertentu.

Landasan moralitas Buddha adalah PRINSIP KESETARAAN dan TIMBAL-BALIK (Sebab-Akibat). Prinsip kesetaraan, menganggap semua makhluk setara dan memandang bahwa semua makhluk hidup  menginginkan kebahagiaan, menikmati kehidupan dan menghindari penderitaan dan kematian dengan memahami ini semua tindakan akan digerakkan oleh prinsip timbal-balik yaitu sebagaimana yang kita inginkan (kita tidak ingin disakiti, tidak ingin dijahati, dilukai, difitnah, dibunuh) demikian juga ternyata semua makhluk juga menginginkan hal yang sama, maka jangan pernah melakukan hal yang tidak kita inginkan tersebut kepada makhluk lain.

SILA memperkuat SAMADHI, samadhi memperkuat sila, sila dan samadhi memunculkan prajna (kebijaksanaan), prajna memperkuat sila dan samadhi. Inilah lingkaran sila-samadhi-prajna yang saling memperkuat yang akhirnya akan menghantar setiap mahkluk untuk mencapai PANTAI SEBERANG (NIBBANA/NIRVANA - kebahagiaan sejati yang kekal abadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun