Oleh: Sudarsono Siburian
07-06-2024
 Istilah LGBT  bukan lagi menjadi hal yang baru kita dengar. Apalagi dengan kemajuan teknologi saat ini memberikan peluang yang sangat besar bagi kita untuk mengetahui apa yang terjadi di lingkungan sekitar kita bahkan di seluruh dunia. LGBT sendiri merupakan singkatan dari Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender.Â
Isu LGBT ini menjadi salah satu isu yang banyak dibahas di lingkungan masyarakat. Bukan hanya di Indonesia, namun juga di berbagai negara negara Barat dan Eropa. Khususnya terkait isu penerimaan terhadap kelompok LGBT. Salah satu contoh adalah Penerimaan sosial kelompok LGBT di amerika pada tahun 2013 meningkat hingga 66% (Santoso, 2016).Â
Hal tersebut menunjukan bahwa isu LGBT menjadi salah satu isu yang terus dibahas setiap tahunnya. Bahkan di beberapa negara Eropa dan Amerika menjadikan LGBT sebuah Trend dan menormalisasikannya.Â
 LGBT adalah penyimpangan-penyimpangan orientasi seksual pada manusia. LGBT terus berkembang sampai sekarang dan bahkan telah dilegalkan di beberapa negara di dunia. Hal tersebut dikarenakan LGBT bukanlah sebuah gangguan mental atau kelainan, melainkan orientasi seksual dan merupakan hal yang normal dalam seksualitas manusia.Â
Meskipun banyak negara yang melegalkan LGBT, tetapi pada hakikatnya LGBT adalah hal yang bertentangan dengan teologis maupun secara sosial budaya.  Secara psikologis di dalam DSM (Diagnostic and  Statistic Mannual  of Mental Desorder) LGBT merupakan salah satu penyimpangan yang tergolong kedalam gangguan jiwa dan juga kelainan seks.Â
Namun, disisi lain  pernyataan tersebut di klarifikasi oleh organisasi APA yang mengatakan bahwa LGBT merupakan salah satu perilaku yang terjadi secara alamiah dan itu merupakan hal yang normal
Berbicara tentang LGBT, Lalu bagaimana di Indonesia?, seperti yang kita ketahui Kemajuan teknologi sekarang memberikan dampak yang sangat besar bagi tatanan kehidupan sosial.Â
Contohnya kelompok LGBT yang semakin banyak di indonesia dan semakin terang terangan mempublikasikannya lewat media sosial yang kita gunakan sehari hari. Bukan hanya itu, kaum LGBT juga terus berkembang dengan mereka membentuk sebuah organisasi atau komunitas.Â
Santoso ( 2016) dalam jurnalnya mengatakan bahwa LGBT di Indonesia merupakan negara dengan peringkat kelima terbanyak di dunia setalah China, India, Eropa dan Amerika. Eksistensi LGBT ini banyak diperdebatkan di  Indonesia sendiri. Seperti yang kita pahami bahwa Indonesia merupakan Negara beragama yang artinya LGBT seharusnya adalah hal yang tidak diperbolehkan sama sekali.Â
Namun bagi mereka yang Pro terhadap hal tersebut menyatakan bahwa Hak Asasi Manusia dalam hal ini implementasinya tidak membatasi jenis kelamin maupun orientasi seksual. Artinya bahwa Hak Asasi Manusia (HAM) bersifat universal, tidak membatasi agama, suku, ras, bahasa, jenis kelamin, orientasi seksual.Â
Adanya pernyataan-pernyataan mengenai LGBT yang merupakan Hak Asasi Manusia tersebut mengakibatkan maraknya LGBT  di Indonesia khususnya pada kaum remaja yang masih dalam tahap pencarian jati diri. Sehingga banyaknya kampanye-kampanye untuk melegalkan LGBT yang dianggap sebagai hal yang  alamiah dan normal.Â
Melihat semakin maraknya LGBT, ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang memiliki orientasi seksual yang menyimpang.Â
Faktor Genetik
Dean Halmer adalah salah satu tokoh yang berperan dalam penelitian gen LGBT yang mengatakan bahwa  salah satu faktor LGBT adalah karena bawaan genetik. Dalam penelitiannya Dean Halmer menemukan keberadaan kromosom Xq-28, yaitu gen yang terdapat pada seseorang yang mempunyai orientasi seksual yang menyimpang (LGBT) (Layantara & Jessica, 2019).Â
Melalui adanya penelitian tersebut, maka dari itu banyak orang yang beranggapan bahwa LGBT merupakan orientasi seksual yang sudah ada sejak dini karena merupakan bawaan genetik dan itu legal.
Faktor Psikologi
Adanya penyimpangan seksual salah satunya diakibatkan oleh pola asuh yang salah. Â Freud yang merupakan salah satu tokoh psikologi mengatakan bawa Anak yang mengalami traumatis cenderung bisa memiliki orientasi seksual yang menyimpang. Contohnya adalah ketika seorang anak mendapat kekerasan fisik/seksual maupun mental membuat laki-laki bisa benci dengan wanita ataupun sebaliknya wanita benci dengan laki-laki (Mukhid, 2018).
Faktor sosial dan lingkungan
 Seperti yang kita ketahui bahwa setiap manusia tidak terlepas dari kehidupan sosial, karena pada dasarnya kita diciptakan sebagai manusia sosial dan berelasi. Lingkungan sekitar memiliki dampak yang sangat besar bagi pertumbuhan seseorang. salah satu dampak negatif adalah pergaulan lingkungan yang menerima praktek LGBT, adanya pergeseran budaya ditempat atau di daerah tertentu yang mengakibatkan penurunan moral dan etika serta norma norma yang dianut distau masyarakat (Mukhid, 2018)
 Hidup di tengah-tengah masyarakat yang beragama dan berbudaya (Indonesia) adalah salah satu tantangan bagi kaum LGBT.  Adanya norma-norma, keadilan, nilai-nilai budaya, nilai-nilai pancasila menjadi hal-hal yang perlu diperhatikan oleh kaum LGBT, karena norma dan keadilan bukanlah dua hal yang bisa berjalan secara beriringan. Keberadaan LGBT yang dianggap berbeda dan menyimpang oleh masyarakat normal dianggap tidak sesuai dengan norma atau nilai-nilai budaya (Istiqomah, 2017).Â
Alkitab sangat jelas menuliskan bahwa bagaimana dosa mempengaruhi kehancuran relasi terhadap Tuhan dan sesama manusia seperti dalam hubungan seksual. Pada mulanya, Allah sudah menetapkan sebuah standar pada manusia agar melakukan pernikahan suami terhadap istri.Â
Alkitab memberikan pemahaman mendasar bahwa tubuh yang sudah Allah ciptakan baik adanya. Alkitab juga menjelaskan bahwa seks yang diciptakan oleh Allah itu suci dan mulia. Seks bukanlah suatu yang kotor dan jahat namun hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah secara agama dan hukum seperti yang tertulis di Kitab Kejadian 1 yang mengatakan bahwa Menciptakan laki-laki dan perempuan dan segala ciptaan yang lain dan semua itu sungguh amat baik. Artinya adalah Allah tidak pernah menciptakan manusia lebih dari dua gender, yang menciptakan lebih dari dua adalah manusia itu sendiri.Â
 Terkait permasalahan di atas, yang menjadi pertanyaannya adalah apa yang menjadi peran orangtua, guru serta keluarga dalam menangani hal tersebut?. Seorang guru memiliki peran penting dalam memberikan pendidikan seks sejak dini yang benar.Â
Guru diharapkan memberikan pembelajaran mengenai pendidikan seks yang diintegrasikan dengan pembelajaran terkait. Pendidikan seks yang diajarkan harus mengandung nilai-nilai kebudayaan, sosial, budaya dan agama. Pendidikan seks sejak dini dapat menjelaskan lebih dalam mengenai kodrat hubungan antara laki-laki dan perempuan (Jatmiko, 2011).Â
Orang tua serta keluarga juga sangat berperan penting dalam memberikan pendidikan seks sejak dini. Pola asuh orang tua juga sangat berpengaruh terhadap orientasi seksual seorang anak. Orang tua seharusnya tidak memberikan traumatis mental maupun fisik kepada anak.Â
Hal ini disebabkan karena tantangan orang tua dan pendidikan jauh lebih berat yakni penyimpangan seks (LGBT). Maka dari itu, orangtua dan guru perlu disadarkan akan adanya keberadaan ancaman LGBT ( Jatmiko, 2011). Setelah itu, guru dan orangtua perlu saling bekerjasama dalam memberikan pemahaman yang tepat kepada anak-anak bahwa perilaku seks menyimpang itu tidak dibenarkan secara umum dan agama.
References
Istiqomah. "Keberadaan lesbian,gay,biseksual,dan trasgender (LGBT) di Indonesia elalui cermin sosial dan budaya dalam perspektif hukum dan HAM." Jurnal Kajian Ilmiah, 2017: 70-73
 Jatmiko, A. (2011). Antologi artikel pendidikan: mengurai polemik pro dan kontra serta mencari solusi. Banyuwangi: Harian Surya.
Layantara, Jessica. dari "LGBT: Genetik, psikologi, sosial, atau?." Dipetik September 27, 2019: Kompasiana,2016: https://www.kompasiana.com/amp/jessicalayantara/lgbt-genetik-psikologi-sosial-atau_56bbed9b927a610105630128
Mukhid, Abd. "Kajian teoritis tentang perilaku lesbian,gay,biseksual, transgender (LGBT) dalam perspektif psikologis dan teologis ." Jurnal Sosial, Politik, Kajian Islam dan Tafsir, 2018: 57-63.
Santoso, M. B. (2016). Lgbt Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia. Share: Social Work Journal, 6(2), 220.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H