Mohon tunggu...
Sudarmawan Yuwono
Sudarmawan Yuwono Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar Arsitektur

Membaca, menggambar, meneliti budaya, sejarah, arsitektur kota.

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Pilihan

Sungkeman Tradisi Lebaran

25 April 2023   13:29 Diperbarui: 25 April 2023   14:06 614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sungkeman adalah tradisi Lebaran bagi masyarakat Jawa yang khas. Sungkem dilakukan oleh orang yang muda usia kepada yang lebih tua atau lebih dihormati. Mengurai konsep sungkeman membawa pada nilai nilai penghormatan kepada orang tua sebagai tiang utama keluarga. 

Masyarakat Jawa identik dengan penghormatan kepada orang tua atau orang yang lebih tua. Ajaran Mikul Dhuwur Mendem Jero adalah konsep dasar tentang nilai nilai penghormatan tersebut.

Bukan Hanya Saat Lebaran

Lebaran atau Bakdo dari akar kata sama " lebar " artinya seusai atau setelah. Sama dengan Bakdo dari kata Bakda dari bahasa Arab. Bagi masyarakat Jawa, Lebaran atau lebih tepatnya Hari Raya Idul Fitri, memiliki makna sangat penting. Bulan puasa atau bulan Ramadlan, dianggap penting sebagai bulan mengekang hawa nafsu. 

Kemudian diakhiri dengan momentum Lebaran yang menandai bahwa Puasa atau Ramadlan sebagai " sesuatu yang lebih penting ". Atau puasa sebagai proses dan Lebaran sebagai hasilnya. 

Sungkem sebenarnya tidak hanya dilakukan saat Hari Raya Idul Fitri namun pada momen tertentu seperti saat menikah. Setahu penulis hanya pada dua momen tersebut, walau tidak tertutup kemungkinan ada momen tertentu dilakukan juga seperti mau bepergian atau melakukan tugas besar yang membutuhkan doa restu. 

Konsep Sungkem

Sungkem sendiri adalah suatu gerakan semacam menunduk namun bukan menyembah. Ada istilah sembah sungkem untuk menunjukkan tindakan yang dimaknai sangat menghormati. Tradisi ini kemudian diteruskan ketika orang Jawa memeluk ajaran Islam. 

Sungkem adalah salah satu bentuk  kebiasaan yang ada di lingkungan keraton. Para abdi dalem melakukan sungkem kepada para bangsawan atau raja. Dalam kisah Ki Ageng Mangir, saat sang raja yaitu Panembahan Senopati menerima sungkem dari menantunya, beliau memutuskan untuk menghukum menantunya tersebut. 

Sang menantu yang tidak mau tunduk pada kekuasaan Mataram di bawah Panembahan Senopati, terpaksa tunduk sebagai anak menantu. Dan dicatat dalam sejarah bahwa Panembahan Senopati tidak menerima sungkem sang menantu. Terbukti kepakla sang menantu dibenturkan ke batu singgasana. 

Kembali pada tradisi sungkem sebagai suatu nilai nilai dan tradisi yang harus dilestarikan. Tradisi ini tidak bertentangan dengan agama, apalagi sungkem tidak hanya memohon maaf melainkan meminta doa restu, mendoakan orang tua dan pengajaran dari orang tua kepada anaknya.

Nilai nilai Kebaktian Pada Orang Tua 

Ajaran Islam memiliki konsep penghormatan sedemikian tinggi pada orang tua. Hadits Nabi yang menyebut surga di bawah telapak kaki ibu menunjukkan hal itu. Penghormatan kepada orang tua disandingkan dengan ketaatan pada Tuhan. 

Berbakti kepada orang tua menjadi kewajiban dasar setiap muslim yang taat pada Tuhan dan Rasullulah. Berbakti kepada orang tua menjadi sendi etika kemanusiaan yang tertinggi. Berbagai kisah dalam Al Qur'an seperti Lukman, Nabi Yusuf dan Nabi Ibrahim memperlihatkan betapa Islam sangat menjunjung tinggi nilai nilai tersebut. 

Berbakti orang tua melampaui batas perbedaan keyakinan, seperti Ibrahim dengan bapaknya yang merupakan penyembah berhala. Berbeda keyakinan tidak menghapus kewajiban berbakti kepada orang tua. 

Budaya Nusantara mengutamakan kewajiban berbakti kepada orang tua. Langit dianggap sebagai Bapak atau dalam bahasa Jawa disebut Bapa Akasa, sedangkan Ibu adalah Bumi. Keduanya adalah dua kekuatan yang membentuk peradaban manusia. Tindakan menyakiti hati atau mengabaikan keduanya dianggap sebagai kedurhakaan. 

 Tahun 2021, penulis mengunjungi Kelenteng Talang di kota Cirebon. Pengurus Kelenteng dengan penuh semangat menceritakan bagaimana ajaran Kong Hu Cu menempatkan penghormatan orang tua sebagai nilai kebajikan yang sangat tinggi.  Beliau mengatakan bahwa  ajaran Kong Hu Cu ini sama dengan ajaran dalam agama Islam. Jadi penghormatan kepada orang tua memiliki nilai nilai universal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun