Mohon tunggu...
SUDARMANTO
SUDARMANTO Mohon Tunggu... Guru - Guru SMPN 7 Probolinggo

Merenung sejenak dan sanggup mempertalikan hati dengan alam itu lebih baik dari 1000 tahun hanya untuk mengumpulkan kuliyah dan hujjah

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Suratmu Kubaca Dalam Perjalanan ke Malindo

26 November 2023   23:33 Diperbarui: 1 Desember 2023   18:21 602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi di Tugu Khatulistiwa tahun 1988

Sepuluh hari ketiga di bulan November ini ingatanku melayang ke tiga puluh lima tahun yang lalu. Selasa pagi itu merupakan hari yang sangat mengesankan bagiku dan tak bisa terlupakan, mungkin selamanya.

Waktu itu matahari belum terlalu tinggi tetapi sudah melewati penggala, ketika Bis Lintas Kapuas yang aku tumpangi mulai bergerak dan berjalan meninggalkan Terminal Siantan yang terletak di Pontianak Utara itu aku hanya membisu menatap jalanan yang dibasahi hujan pagi melalui kaca jendela yang terletak di sampaingku.

Bis Lintas Kapuas itu semakin laju melalui Jalan Khatulistiwa meninggalkan Kota Pontianak, semengtara aku sempat menangis dan menangis ketika membaca surat mereka. Aku menangis terus tiada henti-hentinya. Aku kenangkan wajah mungil siswa-siswiku dari yang nakal sampai yang pintar. Yach ... mereka memang pantas untuk kukenang.

Sungguh aku tidak tahu lagi harus bagaimana? Sementara semua orang di dalam bis itu bersuka cita menikmati keindahan alam di sepanjang perjalanan. Hanya hatiku yang serasa kehilangan sesuatu yang kini menuju sebuah kampung harapan yang belum pasti, yaitu Badau.

Rasa bahagia, senang, dan benci serta dendam, dan juga rasa penyesalan semua bergumul jadi satu di atas ring hatiku. Aku ingin menangis sepuas-puasnya. Aku ingin membenci, namun tak tahu siapa yang harus kubenci. Yach ... itulah perasaanku saat itu. Sungguh aku tak tahu! Kenapa begitu ?

"Mau kemana dik?" ... Tiba-tiba seorang penumpang yang duduk disampingku bertanya padaku. Aku pun menjawabnya "Mau ke Badau pak". Kemudian orang itu melanjutkan ceritanya kepadaku, sementara aku memandangnya dan keperhatikan pakaian dorengnya lengkap dengan nama dada dan tanda pangkatnya. Cuman aku sudah lupa, siapa dia dan apa pangkatnya? Yang kuingat hanya ucapanya dia sedang bertugas di Sintang.

"Badau itu terletak di perbatasan, daerahnya enak kok dekat dengan Malaysia. Saya pernah bertugas di sana" tantara itu menghiburku. Rupanya dia tahu jika aku ini seorang guru yang berasal dari Jawa dan baru akan bertugas ke sana.

Dokumentasi Pribadi di Batu Layang tahun 1988
Dokumentasi Pribadi di Batu Layang tahun 1988

Dari penjelasannya, aku tahu jika Badau adalah sebuah kecamatan yang terletak di Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat yang terletak diperbatasan anatara Malaysia--Indonesia yang biasa disingkat Malindo. Sepanjang perjalanan itu aku jadi terhibur karena ada teman bicara, hanya sesekali wajah murid-muridku datang perlahan membayang dan kemudian menghilang.

"Perjalanannya di sini tidak semulus seperti di Jawa dik" kata tantara itu. Kemudian ia melanjutkan ceritanya setelah aku memandangnya sambal tersenyum "ini nanti jika lancer, malam selepas Isya' sampai Sintang, karena dari Sekadau jalannya rusak belum diaspal. Nanti di Sintang harus bermalam dan esok hari harus naik Tambang atau Motor Air menelusuri Sungai Kapuas hingga Semitau atau Nanga Suhaid kemudian harus naik sampan menelusuri Sungai Empanang dan Danau Majang untuk sampai ke Badau". Wow, jauh sekali fikirku. "Itu berapa jam perjalanannya pak ?" tanyaku padanya. Pak tantara itu pun menjawab dengan penjelasan bukan berapa jam, tapi bisa hari tergantung musim pasang apa musim surut dan jenis mesin yang digunakan motor air itu. Paling cepat besok lusa sampai dik, jika tidak singga-singga.

Sementara aku mendengarkan cerita tantara itu sambil membayangkan betapa perjuangan dalam perjalanan ini. Tak terasa, tiba-tiba Bis Lintas Kapuas itu perlahan dan berhenti untuk menunggu Ferry Penyeberangan ketika sampai di Semuntai.

Semua penumpang turun. Ada yang memanfaatkan ke toilet kemudian ke kedai yang ada di sekitar penyeberangan itu, tak terkecuali aku. Kupesan secawan kopi hitam untuk kunikmati sambil memperhatikan derasnya air di Sungai Kapuas itu dan tampak beberapa orang yang mendaung sampan di tepi Sungai itu.

Setelah kuteguk beberapa seruput kopi itu, sambil kuhisap sebatang rokok filter kubaca kembali surat diberikan murid-muridku tadi. Sungguh di luar dugaan jika mereka menaruh perhatian yang begitu dalam padaku selam aku bertugas sebagai Guru Tidak Tetap (GTT) di M.Ts. Al Anwar.

Yach ... aku memang tak tahu isi hati mereka yang sejujurnya, aku tak tahu makna ungkapan mereka yang sesungguhnya. Sementara ini aku hanya tahu dari tangisan mereka dan isi suratnya yang tersusun begitu rapi dan sendu di hati.

Kepada Bapak Arman di Perjalanan.

Assalamu 'alaikum Wr.Wb ! Pak Arman yang kami hormati, ketika bapak mebaca surat ini, mungkin bapak sedang dalam perjalanan meninggalkan kota Pontianak dimana kami berada. Yach ... hanya surat inilah yang dapat kami berikan kepada bapak untuk mengiringi kepergian bapak.

Pak Arman yang kami sayangi, sebenarnya sulit bagi kami untuk merelakan kepergian bapak yang hanya lebih dari satu tahun mengajar kami. Sulit rasanya melepaskan bapak. Seakan mutiara lepas dari genggaman kami. Tapi kamipun menyadari dimana ada pertemuan pasti ada perpisahan. Dan bapak bukan hanya milik kami, tetapi milik semua orang yang membutuhkan bapak. Yach ... berbahagialah siswa-siswi SMP Negeri Badau yang akan mendapatkan guru yang hm ... hm ...

Sungguh pada waktu kelas II (dua) merupakan tahun yang sangat mengesankan bagi kami, dimana Pak Arman mengajar kami. Terus terang, dengan kehadiran bapak di sekolah kami, menimbulkan semangat belajar di hati kami. Bapak bisa memahami jiwa kami satu persatu, sehingga rasanya begitu akrab. Tetapi pada awal tahun ajaran 1988/1989, ketika kami duduk di bangku kelas III (tiga), kami dibuat kecewa oleh pindahnya bapak dari sekolah kami.

Yach ... tahun ini merupakan tahun kesedihan. Guru yang kami sayangi dan kami banggakan harus pindah. Mudah-mudahan kami bisa mempertahankan semangat belajar, bahkan bisa meningkatkan agar bisa lulus dengan baik.

Pak Arman yang baik. Kami atas nama murid kelas IIIA, mengucapkan selamat jalan buat bapak dan mengucapkan terima kasih atas bimbingan bapak yang hanya lebih dari satu tahun itu. Dan mohon maaf yang sebesar-besarnya jika pada waktu belajar kami kurang serius, dsb. Kami tak bisa melupakan bapak. Kami berharap bapakpun demikian juga. Kalau bapak mendapat murid baru, murid lama dilupakan jangan. Akhirnya sampai di sini saja surat kami untuk bapak. Sayonara, Wassalam, Tutik Suzana dan Jainah HM Yusuf Kelas IIIA.

Dokumentasi pribadi ketika bertugas di SMP Negeri Badau
Dokumentasi pribadi ketika bertugas di SMP Negeri Badau

Beberapa hari kemudian, akupun mengirimkan surat balasan yang kukirimkan via Pos dan Giro.

Buat anak-anakku yang cerdas di MTs Al Anwar. Assalamu 'alaikum Wr.Wb! Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dengan rasa puji syukur senantiasa saya panjatkan ke hadhirat Ilahi yang telah mengatur jagad raya serta isinya.

Anak-anakku ! Mungkin berkat do'amu juga sehingga saya sejak berangkat hingga sampai ke tempat tujuan dalam keadaan selamat tanpa halangan suatu apapun. Begitupun do'aku; "Semoga Allah senantiasa lalu melimpahkan segala rahmat dan ni'mat-Nya terhadap kepadamu, sehingga kalian menjadi manusia yang berguna bagi agama, bangsa, dan negara. Amin".

Ketika tanggal 1 Nopember 1988, jam 09.10 WIB aku mininggalkan Siantan-Pontianak Utara dimana kamu berada. Aku berangkat bersama bis Lintas Kapuas diiringi hujan pagi yang turun di kala itu. Ketika kubuka surat dari kalian yang telah dikirimkankan oleh Tutik Suzanna bersama Jainah rasanya bergetar dan terharu hatiku. Aku tiada pernah menduga kalau perhatian kamu semua begitu besar dan dalam terhadap diriku.

Sungguh perasaanku terkesima dan tertegun mendengar kata-katamu yang begitu seni dan sendu, tersusun rapi begitu agung dan kasih. Sungguh meresap ke dalam kalbu. Sehingga derai air mataku tiada tertahankan lagi mengalir dan berjatuhan di sepanjang perjalananku. Mungkin ini merupakan sejarah yang amat terkesan bagiku. Aku tidak bisa melupakan peristiwa ini yang telah terukir dalam deretan kenangan.

Namun harapanku, semoga kata-kata penyesalan dan sanjungan yang telah kau lontarkan via suratmu bukanlah hanya merupakan kata-kata mutiara yang kalian rakit, tersusun begitu rapi nan indah. Akan tetapi kata-kata itu betul-betul keluar dari akal yang sehat, keluar dari hati sanubari sehingga merupakan sebuah kata pengakuan yang tulus dan ikhlas ... Semoga ...

Sebenarnya aku juga tak ingin meninggalkanmu, aku masih ingin bersamamu, aku ingin membimbing kamu semua sampai keluar dari M.Ts Al Anwar, bahkan sampai berhasil apa yang di cita dan cintakan. Yach ... apa boleh buat, keadaan menghendaki lain.

Aku tidak tahu dengan pasti, mengapa perjumpaan dan perpisahan ini harus terjadi? Mungkinkah ini merupakan bagian alur kehidupan kita? Atau ... mungkin juga merupakan ... Ach ... aku tak tau!  Yang jelas ini semua ada yang mengaturnya, serahkan semua pada yang mengaturnya dan yang menguasai segala peraturan dalam keteraturan. Anggap saja taqdir tengah bicara!  Kita punya rencana, Tuhan punya kuasa.

Siswa dan siswiku yang kusayangi ! Ulurkanlah tanganmu sebagai rasa kerelaan, siramilah aku dengan do'amu sebagai rasa syukurmu, dan ampunan untuk diriku yang mungkin punya khilaf dan alpa pada kamu semua ...

Melalui surat ini pula, sampaikan salamku pada teman-temanmu yang lain. Harapanku, semoga dengan adanya ini tidaklah menjadikan kalian semua kehilangan semangat. Berjiawalah sebagai layang-layang, semakin kencang angin menerjang semakin tinggi melayang. Besarkan hatimu, hadapilah kenyataan ini dengan jiwa besar ! Belajarlah yang rajin, agar kamu lulus dengan hasil yang gemilang. Aturlah waktu seefektif mungkin agar tidak menyesal di kemudian hari ...

Gantungkan cita-citamu (himmah) setinggi-tingginya dan rendahkanlah hatimu, jangan sebaliknya, tinggi hati tapi himmah rendah. Belajarlah semaksimal mungkin !

Ingat pesan Allah, ... Demi waktu, kamu semua dalam kerugian ... Kalau kta Ebiet G. Ade "Waktu tak pernah mandeg bergulir, menyiasati kelam kabut, menawari celah keberuntungan. Dan jaringlah matahari ... ". Bahkan pernah juga seorang pujangga dari Pakistan Dr. Allamah Syekh Muhammad Iqbal berpesan kepada umat Islam dimanapun berada. "Di dunia ini tidak ada tempat untuk berhenti, siapa lamban berarti mati. Siapa bergerak, dialah di depan. Siapa diam, sejenakpun, pasti tergilas ...".Maka dari itu, harapanku bergeraklah kalian, berbuatlah sesuatu untuk dirimu dan sesamu agar kamu tiada terseret dan tergilas oleh roda zaman dan terendam ditelan kegagalan ...


Siswa dan siswiku ! Maafkan aku, jika aku ada salah. Kini aku sudah jauh terpencil di sudut desa, di tepian Borneo. Aku tidak bisa memberikan apa-apa yang lebih berharga buatmu, kecuali hanya pesan dan pengajaran, serta do'a yang tulus. Semoga kalian sukses dan mendapat ridlo dari Alla Azza wa Jalla. Amin.

Badau, 15 November 1988. Ttd, Pak Arman

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun