Mohon tunggu...
SUDARMANTO
SUDARMANTO Mohon Tunggu... Guru - Guru SMPN 7 Probolinggo

Merenung sejenak dan sanggup mempertalikan hati dengan alam itu lebih baik dari 1000 tahun hanya untuk mengumpulkan kuliyah dan hujjah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Shilaturrahmi Eksklusif dengan Ebiet G. Ade

25 November 2023   00:23 Diperbarui: 25 November 2023   17:57 604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pagi itu sekitar 100 orang guru dari Kota Probolinggo melaju dengan Bis AKAS menuju Kota Malang untuk menghadiri undangan Hari Guru Nasional tingkat Provinsi Jawa Timur yang dipusatkan di Gedung Cakrawala Universitas Negeri Malang. Kulihat tampak wajah yang ceria sembari melontarkan senyum dan tawa serta kata humor yang menambahkan riangnya suasana itu.

Aku berada di rombongan Bis 2 yang kebetulan aku mendapat tugas untuk memimpin rombongan di Bis 2 itu. Kunikmati perjalanan itu sambil aku mendampingi Pak Sopir untuk memberi tahu dimana titik-titik harus berhenti singgah menaikkan penumpang karena tidak semua anggota berkumpul di titik awal pemberangkatannya.

Perjalanan bis masih landai tidak terlalu laju karena masih menyusuri jalanan dalam kota. Setelah melalui Jalan Soekarno Hatta kemudian bis belok kiri melalui Jalan Sukapura yang masih di kawasan Kota Probolinggo, tiba-tiba bis semakin perlahan dan berhenti, setelah kulemparkan pandangku ke depan rupanya traffic light sedang menyalakan lampu merahnya. "Pantesan bis berhenti" ... fikirku bicara dalam kesendirian.

"Pak Sopir, nanti setelah Terminal Bayuangga berhenti ya", pintaku pada Pak Sopir. Tak perlu berfikir lama dan bertanya, Pak Sopir pun menjawabnya dengan Bahasa Jawa versi Pendalungan "nggih pak". Sambil tersenyum kecil aku menimpalinya "Ada yang menunggu di sana". Tak seberapa lama, bis pun yang kutumpangi itu menepi dan berhenti. Kernet bis segera membukakan pintunya dan mempersilahkan naik kepada beberapa anggota yang menunggu.

Setelah bis memasuki gerbang jalan tol Probolinggo Barat aku segera bergeser ke bangku deretan agak belakang setelah pamit ke Pak Sopir dan memberi tahu dimana nanti harus berhenti. "Oh, silahkan pak" kata Pak Sopir itu. Aku pun segera bergeser ke belakang untuk istirahat selama dalam perjalanan.

Dokumen Pribadi
Dokumen Pribadi

Bis 2 yang kutumpangi itu semakin melaju kencang. Maklum sudah memasuki jalan tol, namun banyak rambu-rambu yang memperingatkan dengan tulisan kecepatan tidak boleh melebihi 100 km/jam. Dalam perjalanan itu aku tak bisa istirahat tidur, selain karena masih pagi, teman-teman yang serta dalam bis itu ada yang unjuk kebolehannya dengan karaoke disertai dengan selingan komentar lelucon dan request lagu kesayangannya. Saling menjulurkan mic dan bergantian melantunkan tembang kesayanganya. Begitu pula yang ada di Bis 1, sama.  Pada WhatsApp Grup kulihat saling berkirim video karaore teman-teman yang ada di Bis 1 dan Bis 2.

Waktu terus bergerak bersama perputaran roda bis itu, sementara Bis 2 terus melaju beriringan dengan Bis 1. Tak terasa sudah lebih dari satu jam perjalananku dan penumpang terasa sepi, semuanya istirahat sambil menikmati perjalanan, hanya sebagian yang bercerita dengan teman sebangkunya. Tak satupun ada yang karaoke lagi, mungkin sudah lelah.

Crew Bis mengganti video dengan album lawas senandung Ebiet G. Ade yang legendaris itu. Aku sangat menikmati lagu-lagu itu karena memang favoritku sejak aku masih duduk di bangku SMP pada penghujung tahun 70-an. Berita Kepada Kawan judul lagunya yang pertama aku dengar dan aku sukai. Syairnya begitu unik, menggelitik, dan penuh makna dengan ungkapannya "Coba bertanya pada rumput yang bergoyang".

Lagu demi lagu kudengarkan sambil meresapi syairnya yang sarat dengan makna akan keagungan Tuhan dan indahnya alam yang bersahabat. Tiba-tiba bayangku mengingatkan akan perjumpaanku dengan Ebiet G. Ade seorang penyair yang legendaris, waktu itu didampingi istrinya Yayuk Sugianto yang punya nama asli Koespudji Rahayu Sugianto juga sorang penyanyi kenamaan di tahun 80-an dan anaknya Abietyasakti Ksatria Kinasih.

Dokumen Pribadi
Dokumen Pribadi

Pertemuan dengan keluarga Ebiet G. Ade memang tak disengaja dan tidak pernah aku bayangnya sebelumnya. Karena kehendak Allah Yang Maha Rahman dan Rahim jua mempertemukan aku dengan salah seorang idolanya yang sedikit banyak telah memberikan pengaruh dalam syair. Pada Malam Anugerah Lingkungan yang digelar di Auditorium Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan saya ada kesempatan bertemu dengannya.

Tentu saja, aku merasa senang sekali. Sejak tahun tahun 70-an jadi penggemarnya, tapi di tahun 2017 bisa duduk bersama dalam Silaturrahmi Exclusive dengan keluarga Ebiet G. Ade.

Pingin rasanya perjalanan ini kuceritkan pada kawan-kawan lama sekampung yang dulu belajar gitar bersama. Sayangnya mereka tidak duduk di sampingku, sehingga banyak cerita di ibu kota yang mestinya bisa disaksikan tetapi hanya didengarnya. Teringat olehku teman-temanku di Sebaung Gending yang jika pegang gitar dan cara metiknya bergaya kayak Ebiet G. Ade.


Sungguh terasa sangat menyedihkan olehku karena sampai sekarang aku tidak bisa bermain gitar sambil bernyanyi kayak Ebiet G. Ade. Hal ini ketika aku sampai di laut pernah kukabarkan semuanya kepada karang, kepada ombak, dan kepada matahari tetapi semuanya diam dan membisu sehingga tinggal aku sendiri terpaku menatap langit. Kemudian aku mencoba bertanya pada rumput yang bergoyang, tapi sayangnya rumpt-rumput itu tetap asyik dengan goyangnya sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun