Pembiayaan anak yang ditampung pun didapatkan dari donator, bukan dari badan pemerintahan lain seperti Dinas Sosial atau kementrian. Meski demikian, Arik tidak khawatir karena anak-anak yang ada di panti tersebut masih bisa bersekolah di sekolah milik yayasan tanpa dipungut biaya.
"Pembiayaan bersumber dari para donator, pernah ada Menteri (yang menyumbang secara personal). Bantuan (biaya) dari pemerintah itu gak ada. Paling kita hanya dapet bantuan sekedar alat-alat gitu. Seperti lemari, computer. Anak panti bebas biaya. Karena ada (sekolah) Yayasan Al-Hidayah yang terbuka untuk anak umum. Khusus anak panti asuhan yang tinggal di asrama, belajar tidak perlu mengeluarkan biaya," ujarnya lega.
Kembali pada pernyataan dari Kementerian Sosial Republik Indonesia, Arik mengingat jika hal itu sempat disinggung juga oleh Dinas Sosial Kota Depok.Â
Lelaki yang sejak kecil hidup di lingkungan Yayasan Al-Hidayah ini pun merasa tidak khawatir walaupun ada beberapa anak panti asuhannya yang masih memiliki orang tua. Ia bisa menjamin itu karena data-data yang ia pegang saat menyeleksi anak yang akan masuk ke panti tersebut.
"(Mengenai pernyataan kemensos) Saya pernah dengar itu dari Dinsos Kota Depok. Ada beberapa panti asuhan yang diakui Kota Depok. Kita juga ada  EMIS (Education Management Information System) untuk data-data anak yatim.
 Dan kita sudah (mendata secara terpisah) anak yatim berapa, anak dhuafa sekian. Nanti lihat juga  keadaan orang tuanya. Kalau disini benar-benar di data yang benar-benar tidak mampu.Â
Ada yang orang tuanya nitipin ke kita (panti asuhan), ada yang memang dari bayi sudah ditinggal kabur sama bapaknya atau sama ibunya, sampai dia sudah dewasa tidak kenal bapaknya, itu banyak. Untuk yang di tempat saya (Panti Asuhan Nurul Iman) ini anak dhuafa hanya beberapa orang saja, kita juga gak ngambil karena kasihan, kita hanya pilih-pilih yang mau untuk belajar.Â
Kalau hanya untuk main-main saja, disini kita tidak terima. Kalau disini untuk belajar untuk masa depan dia, silahkan (masuk ke Panti Asuhan Nurul Iman).Â
Ada dari (pemerintah) Depok memberi tahu soal penrnyataan kemensos, tapi kita tidak apa-apa, karena kita yang lihat keadaan kayak gimana. Kan dia (pemerintah Depok) tidak tahu, bukan orang lapangan," tegas Arik.
Arik secara pribadi merasa keberatan jika benar-benar ada pemulangan anak panti asuhan yang masih memiliki keluarga. Ia menghawatirkan bagaimana kehidupan anak itu jika taka da uluran tangan dari panti asuhan, baik itu panti asuhan yang dikelolanya maupun panti asuhan lainnya. Mungkin pengasuhan dari keluarga itu bagus, tapi arik berpikir lagi bagaimana jika hal lain, seperti pendidikan contohnya, tidak dapat terpenuhi.
"Anak-anak disini kan karena mau belajar. Jadi kalau dipulangkan begitu saja melanggar amanat walaupun dia bukan yatim (melainkan dhuafa). Kan sudah ada di (kitab suci), anak yang terlantar, anak ini harus diurusi. Mungkin negara mau mengurusi dari Dinas Sosial, tapi kalau anak ini mau sekolah ya kita bantu, masa kita diam saja di wilayah kita sendiri.Â