Penipuan sangat banyak kita jumpai terutama via online di era digital saat ini.
Seperti kisah yang akan saya angkat dalam investigasi kali ini.
Saya mewawancarai korban secara langsung, setelah mengatur jadwal wawancara saya pun langsung datang menemui korban di dekat kampusnya.
Ia adalah mahasiswi inisial "B", semester 5 di salah satu universitas Bandung yang kuliah sambil bekerja, di salah satu coffe shop Bandung dengan gajih Rp 1,500,000.
"B" menjadi korban penipuan online saat tahun 2023 kisaran bulan November akhir.
Penipuan yang ia alami yaitu di aplikasi Instagram milik akun @itemsof_preloved, sekarang sudah tutup akun dan jadi "pengguna Instagram" tidak bisa dilacak. Akun tersebut merupakan akun jual beli barang bekas yang masih sangat layak digunakan (baju, sepatu, tas, perhiasan) dari yang local brand sampai brand luar.
Ia menabung dari hasil kerja dan uang sakunya selama kurang lebih 3 bulan untuk membelikan hadiah ulang tahun ibunya, tas branded second dengan merk Coach North Tote 32 yang harga aslinya Rp 8,090,000 namun toko tersebut menjual dengan harga Rp 5,000,000 dan kondisinya masih bagus.
Penipu berkata bahwa itu adalah stock satu satunya yang ada di etalasenya onlinenya, Korban langsung buru buru mengkonfirmasi pesanan pada si pelaku apakah tas itu masih bisa dibeli olehnya atau sudah ada yang pesan? Saat tau belum ada yang beli, ia langsung transfer uang tersebut dari BRI Rp 5,000,000
Penipu berkata, akan segera diproses secepatnya, selambat lambatnya 3 hari jika tidak ada kendala pengiriman.
5 hari berlalu tasnya belum sampai juga, korban mengira ada kendala pengiriman. 7 hari berlalu masih belum ada, korban chat si pelaku menanyakan barangnya dan alasannya ekspedisinya ada kendala.
Ditunggu sampai waktu berlalu 9 hari dari pemesanan. Karena merasa janggal korban coba ingin menghubungi pelaku melalui DM Instagram, namun ketika mengetik nama akun Instagramnya akun tersebut tidak bisa dicari.Â
Setelah mengetahui hal tersebut korban langsung ganti akun karena takut hal serupa kembali menimpa dirinya, entah dari pelaku sebelumnya yang menggunakan akun baru dan semacamnya. Ia merasa selalu diawasi ketika membuka Instagram pribadinya.
"B" melapor hal tersebut ke polisi namun suratnya tidak langsung jadi, ia pun menunggu surat tapi tidak ada.Â
Dengan berat hati ia bicara dengan ibunya bahwa ia sudah kena tipu, untungnya ibunya percaya dan memberi pengertian.
Saat melaporkan lagi, tidak bisa dibuatkan surat karena ternyata buktinya tidak cukup hanya bukti transfer saja.
Akhirnya "B" pun pasrah dan berusaha mengikhlaskan.
Korban sangat dirugikan tentunya secara materi Rp 5,000,000. Dan tentunya secara mental, ia merasa selalu diawasi ketika menggunakan media sosial terutama Instagram, jadi takut berbelanja online bahkan bisa dibilang menghindari belanja online jika tidak terlalu harus. Kalo pun butuh belanja online ia akan menyuruh orang terdekat untuk check out barang tersebut.
Korban tidak pernah menceritakan hal ini karena hal paling memalukan dalam hidupnya, ia merasa bodoh dan kecewa terhadap dirinya karena bisa tertipu dan masih tidak menyangka hasil jerih payahnya untuk hal baik ternyata tidak menghasilkan hal baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H