Mohon tunggu...
sucita putri
sucita putri Mohon Tunggu... Penulis - sosiologi 17

Mahasiswi UIN Walisongo Semarang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Peranan Agama dalam Kebudayaan Masyarakat Bali

22 Juni 2019   22:56 Diperbarui: 29 Juni 2021   07:54 3173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peranan Agama dalam Kebudayaan Masyarakat Bali \ Kompas

Agama dalam pengertian sosiologi adalah gejala sosial yang umum dan memiliki oleh seluruh masyarakat yang ada di dunia ini, tanpa kecuali. Ia merupakan salah satu aspek dalam kehidupan sosial dan bagian dari system sosial suatu masyarakat. 

Agama juga bisa dilihat sebagai unsur dari kebudayaan suatu masyarakat disamping unsur -- unsur yang lain, seperti kesenian, bahasa, system mata pencaharian, system peralatan, dan system organisasi sosial. Sedangkan menurut KBBI agama merupakan system yang mengatur tata keimanan ( kepercayaan ) dan perinbadatan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta tata kaidah berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Dalam agama sendiri mengajarkan untuk saling berhubungan antara manusia dengan tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam.

            Adapun hubungan antara agama dengan masyarakat, yakni agama diyakini sebagai pedoman kehidupan antara manusia dengan Tuhan melalui praktik keagamaan yang dilakukan masyarakat. Selain itu ada juga hubungan lainnya, yaitu menjaga tatanan kehidupan. Maksudnya agama dalam kehidupan jika dipadukan dengan budaya dan masyarakat akan membentuk kehidupan yang harmonis (Winarno, 2013). Dalam kehidupan masyarakatpun agama berperan sebagai pengaruh sekelompok orang untuk saling berakhlak baik dan saling menghormati. Telah kita ketahui bahwa Indonesia memiliki berbagai macam agama, budaya, adat istiadat, yang juga berhubungan dengan masyarakat dan agama.

Baca juga: Perubahan Peran Agama di Masyarakat dalam Aspek Politik Ditinjau dari Teori Modernisme

            Dapat dimisalkan seperti di Denpasar, Bali yang mayoritas masyarakatnya menganut kepercayaan Hindu. Bali merupakan salah satu daerah yang dipandang dapat menghubungkan antara umat beragama. Di samping itu Bali juga merupakan pusat dan arus pertemuan segala kepentingan hidup penduduk seluruh Bali, termasuk pendatang dari luar Bali, pendatang Nusantara maupun pendatang dunia. Yang tidak kalah pentingnya adalah pemeluk dari keenam agama yang diakui di Indonesia ada di kota Denpasar dan tokoh umat beragama berdomisili di kota Denpasar. Keenam agama itupun yakni seperti agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Kong Hu Chu.

            Adat dan agama Hindu di Bali terintegrasi satu sama lain. Masyarakat Hindu Bali memiliki kerangka dasar yaitu Tatwa (filsafat), tata susila, dan Upacara. Ketiganya saling memberi fungsi atas system agama secara keseluruhan. Pelaksanaan agama Hindu di Bali melalui jalan baki dan Kharma sehingga lebih menekankan pada hal -- hal yang bersifat simbolik dan ritus dari pada pengetahuan dan filsafat agama. Dalam agama hindu tidak mengenal konsepsi mengenai dosam surga ataupun neraka. Konsepsi yang ada pada masyarakat Bali yaitu Widi Candra, yaitu keyakinan akan Tuhan Yang Maha Esa, Atma Chandra yaitu keyakinan adanya jiwa pada setiap makhluk, Kharma Phala Cradha yaitu keyakinan adanya hukumna atas perbuatan -- perbuatan. Punaebhawa Cradha yaitu keyakinan akan adanya reinkarnasi. Kebahagiaan kekal menjadi tujuan hidup atau yang disebut dengan Moksa Cradha. (Puspita, 2012)

            Dalam hal kebudayaan, Bali adalah salah satu contoh kebudayaan yang masih terjaga dan dilestarikan. Kebudayaan tersebut dapat dicontohkan seperti budaya Ngaben yang merupakan upacara kematian bagi umat hindu di Bali. Dalam ajaran agama Hindu terdapat beberapa cara yang digunakan untuk penyucian dan penghormatan terhadap orang yang telah meninggal dunia yang dimaksudkan untuk mengembalikan roh pada alam pitra.

Baca juga: Inilah Peran Agama dan Negara

Dan adapun pelaksanaan upacara ngaben massal yang dilaksanakan setiap 3 -- 5 tahun sekali. Ngaben massal dilaksakan secara bersama -- sama, jadi ketika terdapat orang yang meninggal maka jenazah tersebut akan dikuburkan terlebih dahulu sampai terkumpul. Lalu ketika sudah 3 tahun sampai 5 tahun kemudian maka upacara ngabenpun dilaksanakan secara massal. Dengan adanya hal tersebut untuk meringankan beban biaya keluarga yang kurang mampu.

Hal itupun membuktikan bahwa adanya hubungan erat antara agama dengan budaya sebagai patokan utama dari masyarakat untuk selalu menjalankan perintah agama dan melestarikan kebudayaan. Selain itu masyarakat juga turut mempunyai andil yang besar dalam melestarikan budaya, karena masyarakatlah yang menjalankan semua perintah agama dan ikut menjaga kebudayaan agar tetap terpelihara.

            Dalam Kebudayaan Ngaben sangatlah jelas terlihatnya adat dan mana merupakan pengaruh agama baik dilihat dari adat maupun agama dalam konteks kehidupan masyarakat Bali. Dalam Ngaben sangatlah jelas terlihat adanya budaya dan agama terintegrasi menjadi satu dalam suatu ritual upacara pembakaran jenazah Perda pasal 1 ayat 11 menggambarkan pula adanya keterkaitan agama dan adat, peraturan ini mengatur mengenai perubahan status dan property desa menurut kesepakatan dari musyawarah karma bahwa tanah adat komunal tidak boleh dijual atas nama pribadi. 

Peraturan ini dimodifikasi oleh banjar dan desa pekraman sebagai aturan untuk melaksakan prinsip adat yang fundamental dari desa mawacara dan tri hita karana. Bentuk masuknya peraturan adat yang terintegrasi dengan pengaruh agama ke dalam level kebijakan politik menandakan kuatnya pengaruh baik adat dan agama dalam kehidupan kemasyarakatan dalam contoh ini adalah pada bidang politik. Di Bali sendiri pengaruh agama dan budaya hampir memasuki seluruh bidang keseluruhan kehidupan masyarakat Bali baik dalam level makro maupun level mikro. (Puspita, 2012)

Baca juga: Pentingnya Peran Agama Pada Kehidupan Masa Kini

            Masyarakat Bali dapat hidup berdampingan dengan masyarakat pemeluk agama lain seperti Islam, Kristen, Budha, dan lainnya (Hutagalung, 2009). Hal itulah yang merupakan salah satu bentuk toleransi yang kuat terhadap kota Bali. Pada saat perayaan agama Hindu seperti Galungan, Nyepi atau yang lainnya, itupun masyarakat lainnya menghormati perayaan tersebut. 

Seperti halnya agama islam atau agama lainnya, maka masyarakat Bali yang menganut ajaran agama Hindupun juga menghargai dan menghormati. Yang mana dalam perayaan nyepi sendiri terdapat beberapa pantangan seperti dilarang bekerja, dilarang berpergian, dilarang bersenang -- senang dan dilarang menyalakan api. Pantangan itupun tidak hanya dilakukan pada umat Hindu dan masyarakat Bali saja. Namun juga dilakukan oleh para wisatawan yang ada di Bali juga mengikuti empat pantangan tersebut.

Namun adapaun pandangan tersebut merupakan bantahan terhadap penilaian sementara orang bahwa Agama Hindu memuja banyak Tuhan. Kendati masyarakat Hindu di Bali menyebut Tuhan dengan berbagai nama namun yang dituju tetaplah satu, Tuhan Yang Maha Esa atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun