Peraturan ini dimodifikasi oleh banjar dan desa pekraman sebagai aturan untuk melaksakan prinsip adat yang fundamental dari desa mawacara dan tri hita karana. Bentuk masuknya peraturan adat yang terintegrasi dengan pengaruh agama ke dalam level kebijakan politik menandakan kuatnya pengaruh baik adat dan agama dalam kehidupan kemasyarakatan dalam contoh ini adalah pada bidang politik. Di Bali sendiri pengaruh agama dan budaya hampir memasuki seluruh bidang keseluruhan kehidupan masyarakat Bali baik dalam level makro maupun level mikro. (Puspita, 2012)
      Masyarakat Bali dapat hidup berdampingan dengan masyarakat pemeluk agama lain seperti Islam, Kristen, Budha, dan lainnya (Hutagalung, 2009). Hal itulah yang merupakan salah satu bentuk toleransi yang kuat terhadap kota Bali. Pada saat perayaan agama Hindu seperti Galungan, Nyepi atau yang lainnya, itupun masyarakat lainnya menghormati perayaan tersebut.Â
Seperti halnya agama islam atau agama lainnya, maka masyarakat Bali yang menganut ajaran agama Hindupun juga menghargai dan menghormati. Yang mana dalam perayaan nyepi sendiri terdapat beberapa pantangan seperti dilarang bekerja, dilarang berpergian, dilarang bersenang -- senang dan dilarang menyalakan api. Pantangan itupun tidak hanya dilakukan pada umat Hindu dan masyarakat Bali saja. Namun juga dilakukan oleh para wisatawan yang ada di Bali juga mengikuti empat pantangan tersebut.
Namun adapaun pandangan tersebut merupakan bantahan terhadap penilaian sementara orang bahwa Agama Hindu memuja banyak Tuhan. Kendati masyarakat Hindu di Bali menyebut Tuhan dengan berbagai nama namun yang dituju tetaplah satu, Tuhan Yang Maha Esa atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H