Mohon tunggu...
Suci Yasmin Ramdhani
Suci Yasmin Ramdhani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Manajemen Dakwah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Maqamat dan Ahwal Melalui Perspektif Tasawuf : Menggapai Keberkahan Melalui Pengalaman Spiritual

10 November 2024   20:04 Diperbarui: 10 November 2024   20:42 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dalam perspektif para sufi, maqamat dan ahwal merupakan salah satu konsep yang sangat penting dalam tasawuf. Keduanya saling melekat dan tidak dapat dipisahkan. Karena, keduanya bekerja secara sinergis, yang memberikan gambaran tentang bagaimana seorang individu dapat bergerak menuju kesempurnaan rohani. Hampir sebagian besar maestro sufi menggulirkan wacana tentang maqamat dan ahwal sebagai tahapan-tahapan sekaligus keadaan-keadaan spiritual yang mesti dijalani dan dipahami oleh siapa pun yang akan menempuh jalan sufistik.

A. Pengertian maqamat dan ahwal dalam tasawuf

Maqamat jamak dari "maqam" yang berarti tahap-tahap perjalanan atau secara lebih populer diterjemahkan sebagai "stasiun", lebih spesifiknya dapat diibaratkan bagaikan stasiun kereta api yang dimana untuk menempuh tujuan akhir, seseorang harus melalui proses perjalanan yang cukup panjang. Secara harfiah, maqamat bermakna tempat berdiri. Namun pada intinya, maqamat adalah proses perjalanan spiritual sufisme melalui tahap-tahap tertentu hingga mencapai tingkatan yang paling tinggi sesuai perjalanan yang dialami oleh para sufisme.

Adapun ahwal merupakan bentuk jamak dari hal yang dapat diartikan dengan keadaan. Secara lebih luas, ahwal didefinisikan sebagai kondisi rohani yang dialami oleh para sufi di sela-sela perjalanan spiritualnya. Ahwal diperoleh secara spontan dan bersifat sementara. Berbeda dengan maqamat yang diperoleh melalui usaha dan perjuangan spiritual yang panjang. Perjalanan maqamat ini sangat melelahkan, karena para sufi berusaha keras untuk melawan hawa nafsunya hingga mencapai puncak kesempurnaan dan ma'rifah yang mendalam tentang Allah Swt.

B. Tingkatan-tingkatan maqamat

Dalam perjalanan spiritual, para sufi mengalami perjalanan yang berbeda-beda, karena keadaan psikologis setiap individu tidak sama. Sehingga tingkatan (level) yang dialami para sufi bervariasi dan berbeda-beda. Akan tetapi, beberapa tingkatan maqamat yang dijalani oleh para sufi secara umum semasa perjalanan spiritualnya sebagai berikut.

1. Taubat (التوبة)

Secara bahasa, taubat bermakna kembali atau membersihkan. Secara syar'i, taubat adalah kembali kepada Allah dengan menyesali perbuatan maksiatnya sehingga bertekad kuat untuk tidak ingin mengulanginya kembali, serta konsisten menjalankan ketaatan kepada Allah Swt. Dalam maqamat, taubat merupakan tingkatan paling dasar sebelum para sufi melakukan perjalanan spiritual. Pada tingkatan ini, para sufi harus menyucikan jiwa agar dekat dengan Allah dan menuju pintu gerbang kehidupan tasawuf. Adapun syarat-syarat dalam bertaubat :

1) Meninggalkan maksiat yang telah diperbuat

2) Menyesali atas maksiat yang telah diperbuat

3) Bertekad kuat untuk tidak melakukan kembali maksiat tersebut

2. Sabar (الصبر)

Sabar berasal dari Bahasa Arab ر َب ص , berarti menahan, mencegah atau mengendalikan diri dari hawa nafsu. Dari segi istilah, sabar adalah menahan diri dari sifat kegundahan dan rasa emosi serta tidak mengeluh atas perkara yang tak disenangi. Sabar merupakan kekuatan yang penting dalam kehidupan para sufi, dengan kesabaran akan membuat ketenangan dalam menghadapai berbagai ujian yang akan dihadapi. Selain itu, para sufi tidak terburu-buru untuk menempuh perjalanan spiritualnya. Dengan demikian, para sufi dapat menikmati proses perjalanan spiritualnya hingga menuju kesempurnaan rohani.

3. Tawakal (التوكل)

Tawakal berasal dari kata وَكَلَ yang memiliki arti menyerahkan, mewakilkan dan mempercayakan. Mengutip buku Kuliah Akhlak Tasawuf oleh Prof. Dr. H. Asep Usman Ismail (2023), dikatakan bahwa tawakal kepada Allah Swt., berarti mempercayakan segala urusan, baik urusan dunia maupun urusan akhirat, kepada Allah Swt., dengan kepercayaan penuh kepada-Nya setelah kita merencanakan hidup dan kehidupan ini dengan perencanaan yang terukur, matang, dan rasional.

4. Zuhud ( الزهد)

Secara bahasa, zuhud berarti menjauhi, meninggalkan, atau menghindari. Dalam Islam zuhud adalah meninggalkan kecondongan dari hal-hal yang bersifat materialistis (duniawi) dan lebih mementingkan kehidupan akhirat. Dalam ajaran tasawuf, para sufi membagi zuhud menjadi tiga tingkatan.

  •  Tingkatan pertama, tingkatan pra zuhud. Pada tingkatan ini seseorang cenderung masih menikmati kelezatan duniawi. Namun, berusaha mengurangi dan mengendalikan hawa nafsunya terhadap semua keinginan dunia. Pada tahap ini seseorang harus berusaha keras memerangi hawa nafsunya dan membiasakan memandang rendah terhadap kelezatan dunia.
  • Tingkatan kedua, seseorang yang telah berada di tingkat dimana tidak tertarik lagi oleh kenikmatan dunia, namun hatinya masih takjub dengan kezuhudan yang ia lakukan. Pada tingkat kedua ini, kezuhudan yang masih dianggap belum sempurna dan dianggap masih memiliki kekurangan di kalangan sufi.
  • Tingkatan ketiga, dimana pada tingkatan ini merupakan tingkatan yang sempurna. Dimana seseorang berzuhud dengan tulus dan ikhlas serta tidak memandang kezuhudannya. Baginya dunia tidaklah berharga bila dibandingkan dengan kenikmatan akhirat. Dan ia juga tidak merasa kehilangan apa yang telah dilakukannya untuk meninggalkan dunia, karena ia mengetahui bahwasannya dunia bukanlah suatu hal yang berharga.

5. Ridha (الرضا) 

Ridha adalah menerima atau melapangkan hati atas segala ketetapan yang Allah berikan. Ridha merupakan sifat terpuji yang harus dimiliki oleh manusia. Dengan Ridha seseorang senantiasa akan merasa tenang dan tidak gundah terhadap situasi yang akan terjadi. Dalam ilmu tasawuf, ridha sendiri memiliki makna tidak terguncangnya hati seseorang ketika menghadapi musibah dan mampu menghadapi manifestasi takdir dengan hati yang tenang.

6. Mahabbah (المحبة)

Konsep mahabbah dalam tasawuf adalah perasaan cinta yang mendalam kepada Allah sehingga seorang hamba dapat merasakan kedekatan terhadap Tuhan-Nya. Mahabbah dapat mendorong sufi pada perubahan diri. Cinta kepada Allah yang murni akan mendorong para sufi memiliki perilaku terpuji dan menghilangkan perilaku egoisme. Sehingga rasa cinta kepada Allah ini dapat membantu untuk pencerahan dalam perjalanan spiritualnya.

7. Makrifat (المعرفة)

Dalam perspektif Imam al-Qusyairy, makrifat adalah sifat dari orang yang mengenal Allah Swt., melalui nama-nama serta sifat-sifat-Nya dan berlaku tulus kepada Allah Swt., dengan muamalatnya, kemudian menyucikan dirinya dari sifat-sifat yang rendah dan cacat, yang terpaku lama di pintu (rohani), dan yang senantiasa I'tikaf dalam hatinya.

Menurut para sufi, makrifat adalah mengetahui Tuhan dari dekat, sehingga didalam hati sanubarinya seakan-akan dapat melihat Tuhan. Dalam maqamat, makrifat merupakan puncak dari perjalanan spiritual para sufi. Dimana seorang sufi tidak hanya mengenal Tuhan tetapi dapat merasakan kehadiran Tuhan secara langsung dalam kehidupannya.

C. Maqamat dan ahwal sebagai sarana menggapai keberkahan

Perjalanan spiritual sufi bukanlah hanya semata-mata untuk kepentingan pribadi. Namun untuk menuju kebahagiaan sejati serta merasakan keberkahan dalam berbagai aspek, baik secara sosial, batiniyah maupun material. Dalam proses perjalanan spiritualnya para sufi merasakan nikmatnya suatu keberkahan dalam berbagai aspek sehingga dapat dijadikan sebagai ibrah. Dalam aspek sosial ia merasakan berkahnya dibimbing oleh para mursyidnya untuk memahami dan melewati maqamat dan ahwal dengan penuh kesabaran.

Dalam aspek batiniyah dapat dilihat dari ahwal khauf, dengan ini para sufi akan menanamkan sifat rendah hati dan memohon ampun. Karena ia sadar bahwa manusia memiliki keterbatasan dan tidak dapat sempurna, melainkan Allah Swt., Yang Maha Sempurna. Sedangkan dalam aspek material lebih condong dalam kehidupan sehari-hari seorang sufi. Ketika seorang sufi telah mencapai pada puncak maqamat dan ahwal, tentu seorang sufi akan merasakan keberkahan dan kemudahan dalam menjalani kehidupan dunia. Ketika menjalani kehidupannya mereka akan selalu bersyukur, bersabar dan merasa cukup dengan apa yang diberikan. Karena hakikatnya, ia tahu bahwa itu semua merupakan takdir yang telah Allah tentukan untuk Hamba-Nya dan Allah lebih tahu mana yang terbaik untuk Hamba-Nya.

Secara keseluruhan dapat ditarik kesimpulan, Dalam perjalanan spiritual sufisme, maqamat dan ahwal memiliki peran penting hingga menghantarkan untuk menuju kesempurnaan rohani. Keduanya saling terkait serta dapat menjadi landasan untuk memperdalam hubungan seorang sufi dengan Tuhan-Nya untuk mencapai kemuliaan dan kehidupan baik di dunia maupun akhirat. Namun terdapat perbedaan yang membedakan antara maqamat dan ahwal. Maqamat merupakan tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh seorang sufi untuk mencapai kedekatan terhadap Tuhannya. Sedangkan ahwal, keadaan jiwa seorang sufi dan ahwal ini bersifat sementara. Setiap langkah perjalanan spiritual tersebut pastinya harus diawali dengan niat yang tulus dan lurus. Dengan niat yang tulus, maka perjalanan tersebut akan terciptalah rasa syukur dan barokah. Para sufi juga dapat memetik hikmah dibalik setiap perjalanan spiritual yang cukup panjang itu.

Penulis : Suci Yasmin Ramdhani

Dosen pengampu : Dr. Hamidullah Mahmud L.c, M.Ag

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun