Dalam perspektif para sufi, maqamat dan ahwal merupakan salah satu konsep yang sangat penting dalam tasawuf. Keduanya saling melekat dan tidak dapat dipisahkan. Karena, keduanya bekerja secara sinergis, yang memberikan gambaran tentang bagaimana seorang individu dapat bergerak menuju kesempurnaan rohani. Hampir sebagian besar maestro sufi menggulirkan wacana tentang maqamat dan ahwal sebagai tahapan-tahapan sekaligus keadaan-keadaan spiritual yang mesti dijalani dan dipahami oleh siapa pun yang akan menempuh jalan sufistik.
A. Pengertian maqamat dan ahwal dalam tasawuf
Maqamat jamak dari "maqam" yang berarti tahap-tahap perjalanan atau secara lebih populer diterjemahkan sebagai "stasiun", lebih spesifiknya dapat diibaratkan bagaikan stasiun kereta api yang dimana untuk menempuh tujuan akhir, seseorang harus melalui proses perjalanan yang cukup panjang. Secara harfiah, maqamat bermakna tempat berdiri. Namun pada intinya, maqamat adalah proses perjalanan spiritual sufisme melalui tahap-tahap tertentu hingga mencapai tingkatan yang paling tinggi sesuai perjalanan yang dialami oleh para sufisme.
Adapun ahwal merupakan bentuk jamak dari hal yang dapat diartikan dengan keadaan. Secara lebih luas, ahwal didefinisikan sebagai kondisi rohani yang dialami oleh para sufi di sela-sela perjalanan spiritualnya. Ahwal diperoleh secara spontan dan bersifat sementara. Berbeda dengan maqamat yang diperoleh melalui usaha dan perjuangan spiritual yang panjang. Perjalanan maqamat ini sangat melelahkan, karena para sufi berusaha keras untuk melawan hawa nafsunya hingga mencapai puncak kesempurnaan dan ma'rifah yang mendalam tentang Allah Swt.
B. Tingkatan-tingkatan maqamat
Dalam perjalanan spiritual, para sufi mengalami perjalanan yang berbeda-beda, karena keadaan psikologis setiap individu tidak sama. Sehingga tingkatan (level) yang dialami para sufi bervariasi dan berbeda-beda. Akan tetapi, beberapa tingkatan maqamat yang dijalani oleh para sufi secara umum semasa perjalanan spiritualnya sebagai berikut.
1. Taubat (التوبة)
Secara bahasa, taubat bermakna kembali atau membersihkan. Secara syar'i, taubat adalah kembali kepada Allah dengan menyesali perbuatan maksiatnya sehingga bertekad kuat untuk tidak ingin mengulanginya kembali, serta konsisten menjalankan ketaatan kepada Allah Swt. Dalam maqamat, taubat merupakan tingkatan paling dasar sebelum para sufi melakukan perjalanan spiritual. Pada tingkatan ini, para sufi harus menyucikan jiwa agar dekat dengan Allah dan menuju pintu gerbang kehidupan tasawuf. Adapun syarat-syarat dalam bertaubat :
1) Meninggalkan maksiat yang telah diperbuat
2) Menyesali atas maksiat yang telah diperbuat
3) Bertekad kuat untuk tidak melakukan kembali maksiat tersebut
2. Sabar (الصبر)
Sabar berasal dari Bahasa Arab ر َب ص , berarti menahan, mencegah atau mengendalikan diri dari hawa nafsu. Dari segi istilah, sabar adalah menahan diri dari sifat kegundahan dan rasa emosi serta tidak mengeluh atas perkara yang tak disenangi. Sabar merupakan kekuatan yang penting dalam kehidupan para sufi, dengan kesabaran akan membuat ketenangan dalam menghadapai berbagai ujian yang akan dihadapi. Selain itu, para sufi tidak terburu-buru untuk menempuh perjalanan spiritualnya. Dengan demikian, para sufi dapat menikmati proses perjalanan spiritualnya hingga menuju kesempurnaan rohani.
3. Tawakal (التوكل)
Tawakal berasal dari kata ÙˆÙŽÙƒÙŽÙ„ÙŽ yang memiliki arti menyerahkan, mewakilkan dan mempercayakan. Mengutip buku Kuliah Akhlak Tasawuf oleh Prof. Dr. H. Asep Usman Ismail (2023), dikatakan bahwa tawakal kepada Allah Swt., berarti mempercayakan segala urusan, baik urusan dunia maupun urusan akhirat, kepada Allah Swt., dengan kepercayaan penuh kepada-Nya setelah kita merencanakan hidup dan kehidupan ini dengan perencanaan yang terukur, matang, dan rasional.
4. Zuhud ( الزهد)