Mohon tunggu...
Suci Ramadhani
Suci Ramadhani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Prodi Ilmu Politik, Universitas Malikussaleh

Selanjutnya

Tutup

Politik

Media Sosial dalam Memengaruhi Persepsi Publik terhadap Berita Politik di Indonesia

23 Juni 2024   17:37 Diperbarui: 23 Juni 2024   19:32 1019
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: forbes.com 

Dalam era digital yang semakin berkembang, media sosial telah menjadi salah satu sumber utama informasi bagi masyarakat, termasuk informasi politik. Perkembangan ini membawa implikasi besar terhadap bagaimana masyarakat mempersepsikan berita politik. Indonesia, sebagai negara demokratis dengan jumlah pengguna media sosial yang sangat tinggi, mengalami dampak yang signifikan dari penggunaan media sosial dalam memengaruhi persepsi publik terhadap berita politik. Menurut laporan Digital 2021, yang diterbitkan oleh We Are Social dan Hootsuite, pada Januari 2021, Indonesia mencatatkan total pengguna aktif media sosial sebesar 173 juta orang. Angka ini menempatkan Indonesia sebagai negara dengan jumlah pengguna media sosial terbesar di Asia Tenggara dan salah satu yang tertinggi di dunia. Tulisan ini akan mengeksplorasi dinamika penggunaan media sosial dalam memengaruhi persepsi publik terhadap berita politik di Indonesia, dengan merujuk pada penelitian dan data-data terbaru yang relevan.

Di Indonesia, penggunaan media sosial sebagai sumber berita politik telah meningkat secara dramatis dalam beberapa tahun terakhir. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Asosiasi Peneliti Opini dan Pemasaran Indonesia (ARPI) pada tahun 2023, lebih dari 80% dari total populasi pengguna internet di Indonesia menggunakan media sosial sebagai sumber utama informasi politik mereka. Fenomena ini menjadi lebih signifikan dalam konteks pemilu, di mana platform media sosial menjadi tempat utama untuk mendapatkan berita terkini, debat politik, dan kampanye politik dari berbagai kandidat. Contoh konkret dari pengaruh media sosial dalam pemilu 2024 adalah peningkatan aktivitas politik di platform-platform seperti Twitter dan Instagram. Banyak kandidat pemilu aktif memanfaatkan media sosial untuk mengkampanyekan platform mereka, menyebarkan pesan politik, dan berinteraksi langsung dengan pemilih potensial. Hal ini tidak hanya memperluas jangkauan pesan politik mereka, tetapi juga memengaruhi cara pemilih memandang dan mengevaluasi kandidat-kandidat tersebut.

Filter Bubble dan Echo Chamber

Penggunaan media sosial juga telah menyebabkan terbentuknya filter bubble dan echo chamber di antara kalangan masyarakat Indonesia. Filter bubble mengacu pada fenomena di mana algoritma media sosial secara otomatis menyaring konten yang ditampilkan kepada pengguna berdasarkan preferensi dan perilaku online mereka. Algoritma ini bertujuan untuk memberikan pengalaman yang lebih dipersonalisasi dengan menampilkan konten yang dianggap relevan atau menarik bagi pengguna berdasarkan aktivitas mereka seperti like, share, atau pencarian sebelumnya. Hal tersebut mengakibatkan pengguna hanya terpapar pada sudut pandang politik yang sesuai dengan preferensi mereka sendiri. Beberapa dampak dari  filter bubble adalah:

1. Pengaruh pada Persepsi

Filter bubble dapat mempengaruhi cara pengguna memandang dunia. Dengan hanya mengekspos mereka pada konten yang sesuai dengan kecenderungan dan minat mereka, pengguna dapat terisolasi dari pandangan atau informasi yang berbeda atau bahkan bertentangan.

2. Polarisasi Opini

Fenomena ini juga berkontribusi pada polarisasi opini, di mana pengguna media sosial cenderung terpapar pada sudut pandang yang serupa dengan mereka sendiri. Ini bisa memperkuat keyakinan mereka sendiri sambil mengurangi pemahaman tentang sudut pandang lain yang mungkin ada.

3. Dampak pada Diskusi Publik

Filter bubble dapat menghambat diskusi publik yang sehat dan beragam, karena pengguna mungkin kurang terpapar pada perspektif alternatif atau informasi yang lebih luas.

Sementara echo chamber menguatkan keyakinan politik yang sudah ada melalui pengulangan informasi dari lingkungan sejenis. Fenomena ini dapat mengakibatkan terpolarisasi persepsi publik terhadap berita politik, di mana masyarakat cenderung mendukung atau menolak informasi berdasarkan pandangan politik mereka sendiri, tanpa mempertimbangkan sudut pandang alternatif. Beberapa dampak yang signifikan dari echo chamber adalah:

1. Penguatan Keyakinan

Dalam echo chamber, pengguna cenderung terpapar pada sudut pandang yang konsisten dan tidak banyak dipertanyakan.

2. Kurangnya Pluralitas

Echo chamber bisa mengurangi keberagaman perspektif dan informasi, karena anggota grup cenderung setuju satu sama lain dan mungkin menolak atau mengabaikan sudut pandang yang berbeda.

3. Resistensi terhadap Informasi Baru

Ketika pengguna terjebak dalam echo chamber, mereka mungkin menjadi kurang responsif terhadap informasi baru atau fakta yang bertentangan dengan keyakinan yang ada.

 

Penyebaran Misinformasi dan Desinformasi

Selain itu, media sosial juga telah menjadi tempat utama untuk penyebaran misinformasi dan desinformasi politik. Berbagai penelitian, termasuk yang dilakukan oleh Universitas Oxford, menunjukkan bahwa konten politik yang tidak benar atau hoax memiliki tingkat keberhasilan penyebaran yang lebih tinggi daripada konten yang faktual dan akurat. Studi yang dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menunjukkan bahwa lebih dari 60% pengguna media sosial di Indonesia pernah menyebarkan informasi palsu atau tidak terverifikasi terkait dengan politik. Hal ini mengakibatkan penyebaran informasi yang salah atau manipulatif yang dapat memengaruhi persepsi publik terhadap berbagai isu politik, termasuk dalam konteks pemilu.

Dampak Media Sosial terhadap Persepsi Publik

Persepsi publik terhadap berita politik dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk bagaimana informasi tersebut disajikan dan disebarluaskan di media sosial. Pertama, verifikasi Informasi yang kurang. Salah satu masalah utama dengan penyebaran berita politik di media sosial adalah kurangnya verifikasi dan validasi informasi. Banyak informasi yang tersebar tanpa sumber yang jelas atau fakta yang dapat dipertanggungjawabkan, yang dapat mempengaruhi keakuratan persepsi publik terhadap suatu isu atau tokoh politik. Kedua, efek viralitas di mana berita atau narasi yang kontroversial atau menarik sering kali lebih mudah menjadi viral di media sosial. Hal ini dapat mengarah pada pembentukan opini publik yang dipengaruhi oleh sentimen viral saat itu, bukan berdasarkan pada fakta atau konteks yang lebih mendalam. Ketiga, partisipasi politik yang lebih aktif, di sisi lain  media sosial juga telah meningkatkan partisipasi politik di kalangan masyarakat. Platform seperti Twitter sering digunakan untuk diskusi politik langsung antara warga dan para pemimpin politik, yang dapat memperkuat keterlibatan publik dalam proses politik.

Tantangan dan Solusi

Dinamika penggunaan media sosial dalam memengaruhi persepsi publik terhadap berita politik di Indonesia menghadirkan berbagai tantangan yang perlu diatasi. Salah satunya adalah perlunya peningkatan literasi media di kalangan masyarakat untuk membantu mereka memahami dan mengevaluasi informasi politik yang mereka terima melalui media sosial. Pendidikan mengenai identifikasi dan kritisisme terhadap berita palsu dan manipulatif perlu disosialisasikan secara luas. Selain itu, regulasi yang lebih ketat terhadap konten politik di media sosial juga diperlukan untuk mengurangi penyebaran misinformasi dan desinformasi. Pemerintah dan platform media sosial perlu bekerja sama untuk mengembangkan kebijakan dan mekanisme yang efektif untuk menangani konten politik yang tidak benar dan manipulatif. Tak cukup sapai di situ, saya merasa perlu adanya diskusi terbuka dan kritis tentang berita politik. Dorong teman-teman kita, terutama di kalangan mahasiswa untuk tidak langsung percaya begitu saja pada informasi yang mereka baca di media sosial, tetapi juga mengajukan pertanyaan, mencari sumber tambahan, dan melihat berbagai sudut pandang sebelum membentuk opini. Kemudian bantu mereka untuk menemukan outlet media yang objektif dan independen, serta untuk menghindari menyebarluaskan atau mempercayai berita dari sumber yang tidak jelas atau tidak terverifikasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun