Mohon tunggu...
Suci Rahmah Mulyani
Suci Rahmah Mulyani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Unair S1-Keperawatan (Alih Jenjang)

-

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

"Menggugat Kurikulum Merdeka"

29 Desember 2024   20:21 Diperbarui: 29 Desember 2024   20:20 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Logo Kurikulum Merdeka (Sumber : https://pribadidepok.sch.id)

Beberapa pakar pendidikan telah memberikan pandangan mereka tentang Kurikulum Merdeka dan menekankan pentingnya menganalisis kebijakan ini dari perspektif kajian teori. Menurut Darmawan dan Winataputra (2020), Kurikulum Merdeka bertujuan untuk memperkuat kemandirian siswa dan mendukung pembelajaran yang berpusat pada siswa dengan menekankan pemberdayaan dan pengembangan keterampilan abad ke-21. Sementara itu, menurut Riyanto (2019), Kurikulum Merdeka berupaya membebaskan siswa dari kurikulum yang terlalu teoritis dan mendorong pembelajaran yang lebih kontekstual serta relevan dengan kehidupan nyata.

Untuk mencapai tujuan pendidikan yang optimal, pengembangan kurikulum yang efektif sangatlah penting. Di Indonesia, Kurikulum Merdeka diperkenalkan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah. Kebijakan ini menawarkan pendekatan baru dalam pengembangan kurikulum dengan fokus pada pemberdayaan siswa dan pengembangan keterampilan abad ke-21. Dalam meninjau kebijakan ini, analisis yang didasarkan pada kajian teori sangat penting untuk memahami perumusan, pelaksanaan, dan dampak Kurikulum Merdeka terhadap peningkatan kualitas pembelajaran.

Perkembangan Kurikulum Merdeka di Indonesia berlangsung secara bertahap sejak diperkenalkan pada tahun 2020. Kurikulum ini merupakan upaya pemerintah untuk mengejar ketertinggalan atau learning loss yang terjadi akibat pandemi Covid-19. Kebijakan ini didukung oleh berbagai pihak, termasuk akademisi, praktisi pendidikan, dan pemangku kepentingan lainnya. Dalam proses pengembangannya, Kurikulum Merdeka membawa beberapa pembaruan dalam sistem kurikulum, seperti penekanan pada pembelajaran aktif, pembelajaran berbasis proyek, dan pendekatan yang berpusat pada peserta didik (Ananta & Sumintono, 2020).

Kurikulum Merdeka berlandaskan pada paradigma pendidikan yang lebih kontekstual, inklusif, dan berpusat pada peserta didik (Agustina, 2018). Pendekatan ini menekankan pada pembelajaran yang menyesuaikan kebutuhan dan potensi individu siswa, serta membuka ruang bagi kreativitas dan partisipasi aktif siswa dalam proses belajar.

Melalui pendekatan pembelajaran aktif, siswa diajak untuk terlibat langsung dalam proses pembelajaran, baik secara individu maupun kelompok, melalui berbagai kegiatan yang membantu memahami konsep dan penerapannya dalam konteks nyata. Pendekatan berbasis proyek memberi siswa kesempatan untuk mempelajari dan menerapkan konsep serta keterampilan dalam proyek yang relevan dengan kehidupan sehari-hari. Sementara itu, pendekatan yang berpusat pada peserta didik menekankan peran aktif siswa dalam membangun pengetahuan dan pemahaman melalui pengalaman langsung, refleksi, dan dialog (Syah, 2019).

Pada akhir tahun 2022, kebijakan kurikulum di tingkat SD dan SMA di Indonesia mengalami perubahan, yang memicu beragam pendapat di masyarakat, terbagi menjadi kelompok pro dan kontra. Namun, informasi mengenai pandangan guru biologi masih terbatas, meskipun mereka adalah aktor penting dalam penerapan kurikulum. Pendukung perubahan kurikulum beranggapan bahwa langkah ini dapat meningkatkan kualitas pendidikan dan menghindari ketertinggalan lulusan dalam dunia kerja. Di sisi lain, beberapa sekolah dan guru tidak setuju dengan perubahan kurikulum yang terus-menerus karena peran sentral guru dalam penerapannya.

Beberapa sekolah menyambut baik perubahan kurikulum, melihatnya sebagai upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan dengan pertimbangan matang. Namun, sekolah lain merasa perubahan ini terlalu sering dan bervariasi dalam penerapan di lapangan, khususnya karena faktor geografis. Faktor seperti literasi, sumber referensi, akses teknologi, keterampilan guru, dan manajemen waktu menjadi tantangan dalam mengimplementasikan Kurikulum Merdeka.

Berikut adalah beberapa argumen pro dan kontra terhadap Kurikulum Merdeka:

Pro Kurikulum Merdeka:

Pertama, Penekanan pada Kreativitas dan Pengembangan Individu: Kurikulum Merdeka memberi ruang bagi siswa untuk mengembangkan kreativitas, minat, dan bakat individu sehingga potensi unik mereka dapat lebih terasah.

Kedua, Fleksibilitas dan Adaptasi Lokal: Kurikulum ini dirancang lebih fleksibel, memungkinkan sekolah dan guru menyesuaikan metode pembelajaran sesuai kebutuhan dan konteks lokal.

Ketiga, Pengembangan Keterampilan Hidup: Kurikulum Merdeka dirancang untuk mengajarkan keterampilan hidup seperti literasi digital, pemecahan masalah, dan berpikir kritis yang relevan dengan tuntutan zaman.

Kontra Kurikulum Merdeka:

Pertama, Ketidakpastian dalam Konsistensi: Penerapan Kurikulum Merdeka dapat menimbulkan ketidakpastian konsistensi antar sekolah dan daerah, menyulitkan evaluasi dan pembandingan hasil pendidikan.

Kedua, Persiapan Guru dan Sumber Daya yang Kurang Memadai: Implementasi kurikulum ini membutuhkan persiapan dan sumber daya yang mungkin belum cukup tersedia di semua sekolah.

Ketiga, Kesenjangan Antardaerah: Daerah dengan keterbatasan sumber daya mungkin mengalami kesulitan dalam menerapkan kurikulum ini, yang berpotensi meningkatkan kesenjangan pendidikan.

Keempat, Kesulitan dalam Evaluasi Prestasi: Karena Kurikulum Merdeka berfokus pada pendekatan pembelajaran berbasis proses dan pengalaman, penilaian dan pengukuran prestasi siswa mungkin menjadi lebih kompleks.

Kurikulum Merdeka bertujuan untuk menciptakan pengalaman belajar yang lebih menyenangkan dan kaya sumber belajar, menjauh dari pendekatan monoton, serta mendorong inovasi. Guru terus berupaya mencari media pembelajaran yang tepat agar pembelajaran lebih menarik dan mengembangkan soft skills seperti keterampilan interaksi dan pengelolaan diri pada siswa. Guru yang inovatif dapat menginspirasi siswa untuk menjadi lebih kreatif.

Namun, penerapan Kurikulum Merdeka memerlukan penyesuaian tambahan dan sosialisasi lebih lanjut. Guru menghadapi tantangan berupa minimnya sosialisasi dari pemerintah dan kurangnya persiapan dalam beradaptasi dengan kurikulum ini. Diperlukan kolaborasi antara sekolah dan dinas pendidikan setempat untuk memahami cara mengintegrasikan Kurikulum Merdeka secara efektif dalam pembelajaran.

Dengan demikian, perdebatan pro dan kontra mengenai Kurikulum Merdeka menunjukkan kompleksitas perubahan dalam pendidikan. Pendekatan holistik dan pertimbangan yang matang sangat penting dalam merancang dan mengimplementasikan kebijakan pendidikan yang baru.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun