Mohon tunggu...
SUCI RAHMADIANA 121211031
SUCI RAHMADIANA 121211031 Mohon Tunggu... Akuntan - Mahasiswa - Universitas Dian Nusantara

Suci Rahmadiana Universitas Dian Nusantara NIM 121211031 Jurusan Akuntansi Fakultas Bisnis dan Ilmu Sosial Mata Kuliah Pengukuran Kinerja Sektor Publik nama dosen : Prof. Dr. Apollo Daito, M. Si. Ak

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Perpres No 29 Tahun 2014

28 Oktober 2024   23:19 Diperbarui: 28 Oktober 2024   23:19 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kelompok 2 : KATEGORI PENGUKURAN KINERJA

Peraturan Presiden (Perpres) No 29 Tahun 2014 adalah salah satu regulasi penting yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia dalam rangka pengembangan dan peningkatan jaringan transportasi nasional. Kebijakan ini berfokus pada upaya untuk memperbaiki infrastruktur transportasi yang ada dan mendukung pertumbuhan ekonomi serta konektivitas antar wilayah di Indonesia. Dalam tulisan ini, kita akan membahas apa itu Perpres No 29 Tahun 2014, mengapa kebijakan ini dikeluarkan, serta bagaimana implementasinya dalam konteks pembangunan infrastruktur transportasi di Indonesia. 

Apa Itu Perpres No 29 Tahun 2014?

Perpres No 29 Tahun 2014 diterbitkan pada 13 Maret 2014. Peraturan ini mengatur tentang pengembangan jaringan transportasi nasional dengan tujuan meningkatkan kualitas dan kuantitas infrastruktur transportasi di seluruh Indonesia. Fokus utama dari Perpres ini adalah pengembangan jaringan transportasi jalan, kereta api, pelabuhan, dan bandara, yang diharapkan dapat meningkatkan aksesibilitas dan konektivitas di berbagai daerah.

Perpres ini juga menekankan pentingnya integrasi antara berbagai moda transportasi, sehingga memudahkan pergerakan barang dan orang di seluruh wilayah Indonesia. Dalam Perpres ini, pemerintah menetapkan sasaran dan prioritas pembangunan infrastruktur transportasi, termasuk rencana penganggaran yang mendukung proyek-proyek tersebut.

Mengapa Perpres Ini Dikeluarkan?

Ada beberapa alasan mengapa Perpres No 29 Tahun 2014 menjadi sangat penting bagi pembangunan infrastruktur transportasi di Indonesia:

  1. Peningkatan Konektivitas: Indonesia adalah negara kepulauan dengan lebih dari 17.000 pulau, yang membuat konektivitas antar wilayah menjadi tantangan tersendiri. Perpres ini bertujuan untuk mengatasi masalah tersebut dengan memperbaiki jaringan transportasi, sehingga mempermudah mobilitas masyarakat dan distribusi barang.

  2. Dukungan terhadap Perekonomian: Pembangunan infrastruktur transportasi yang baik dapat meningkatkan efisiensi ekonomi. Dengan tersedianya jalur transportasi yang memadai, biaya logistik dapat ditekan, yang pada gilirannya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.

  3. Pengurangan Kecelakaan dan Kemacetan: Salah satu masalah yang sering dihadapi di Indonesia adalah tingginya angka kecelakaan lalu lintas dan kemacetan. Melalui pembangunan infrastruktur yang baik, diharapkan tingkat keselamatan lalu lintas dapat meningkat dan kemacetan dapat diatasi.

  4. Percepatan Pembangunan Daerah Terpencil: Banyak daerah terpencil di Indonesia yang sulit dijangkau. Perpres ini diharapkan dapat mempercepat pembangunan infrastruktur transportasi di daerah tersebut, sehingga akses ke layanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan dapat ditingkatkan.

Bagaimana Implementasi Perpres No 29 Tahun 2014?

Implementasi Perpres No 29 Tahun 2014 dilakukan melalui beberapa langkah strategis yang melibatkan berbagai pihak, baik pemerintah pusat maupun daerah. Berikut adalah beberapa langkah implementasi yang diambil:

  1. Penyusunan Rencana Induk: Pemerintah menyusun rencana induk transportasi yang berisi prioritas proyek infrastruktur, anggaran, dan timeline pembangunan. Rencana ini menjadi pedoman bagi semua pihak yang terlibat dalam pembangunan infrastruktur transportasi.

  2. Pendanaan Proyek: Untuk mendukung proyek-proyek yang telah direncanakan, pemerintah mencari sumber pendanaan dari berbagai sumber, termasuk APBN, APBD, dan kerja sama dengan sektor swasta. Skema pendanaan ini penting untuk memastikan keberlanjutan proyek infrastruktur.

  3. Pembangunan Infrastruktur Multimoda: Dalam upaya meningkatkan konektivitas, pemerintah mendorong pembangunan infrastruktur yang mengintegrasikan berbagai moda transportasi. Contohnya, pembangunan stasiun kereta api yang terhubung dengan terminal bus dan pelabuhan.

  4. Monitoring dan Evaluasi: Setelah implementasi, pemerintah melakukan monitoring dan evaluasi terhadap proyek-proyek yang telah dibangun. Hal ini bertujuan untuk menilai efektivitas dan efisiensi dari proyek-proyek tersebut serta melakukan perbaikan jika diperlukan.

  5. Partisipasi Masyarakat: Selain melibatkan pemerintah dan swasta, partisipasi masyarakat juga sangat penting dalam implementasi kebijakan ini. Pemerintah membuka ruang bagi masyarakat untuk memberikan masukan dan kritik terhadap proyek-proyek infrastruktur, sehingga pembangunan dapat lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Apa itu kategori Pengukuran Kinerja?

Pengukuran  kinerja  adalah  proses  pengukuran (assessment)  kemajuan  pencapaian  tujuan  yang  telah ditetapkan  sebelumnya,  termasuk  informasi  mengenai efisiensi  atas  output  yang  dihasilkan,  kualitas  output, termasuk kualitas layanan yang diberikan, dan hasil-hasil aktivitas  program.

Hasil pengukuran tersebut kemudian digunakan sebagai umpan balik dalam bentuk tindakan yang efektif dan efisien dan akan memberikan informasi tentang prestasi pelaksanaan suatu rencana dan titik dimana perusahaan memerlukan penyesuaian-penyesuaian atas aktivitas perencanaan dan pengendalian.


Kategori Pengukuran Kinerja

Menurut Hansen dan Mowen (2004), pengukuran kinerja terbagi menjadi dua kelompok, yaitu tradisional dan kontemporer.

Pengukuran kinerja kontemporer menggunakan aktivitas sebagai pondasinya. Ukuran kinerja dirancang untuk menilai seberapa baik aktivitas dilakukan dan dapat mengidentifikasi apakah telah dilakukan perbaikan yang berkesinambungan.

Kriteria Pengukuran Kinerja

Kelompok 2 : KATEGORI PENGUKURAN KINERJA
Kelompok 2 : KATEGORI PENGUKURAN KINERJA
 

Berdasarkan Perpres No. 29 Tahun 2014, pengukuran kinerja pada sektor publik dapat dilakukan menggunakan berbagai kriteria, antara lain:

  1. Efektivitas: Mengukur seberapa baik tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan tercapai melalui program dan kebijakan yang dilaksanakan.

  2. Efisiensi: Menilai penggunaan sumber daya, termasuk biaya dan waktu, dalam mencapai hasil. Ini mencakup perbandingan antara input yang digunakan dengan output yang dihasilkan.

  3. Kualitas Layanan: Mengukur sejauh mana layanan publik yang diberikan memenuhi standar yang ditetapkan dan kepuasan masyarakat. Ini bisa meliputi aspek seperti kecepatan, ketepatan, dan akurasi layanan.

  4. Aksesibilitas: Menilai sejauh mana masyarakat dapat mengakses layanan publik yang tersedia, termasuk lokasi, biaya, dan kemudahan prosedur.

  5. Keberlanjutan: Menilai dampak jangka panjang dari program dan kebijakan yang diterapkan, termasuk bagaimana hasilnya dapat dipertahankan di masa depan.

  6. Partisipasi Publik: Mengukur sejauh mana masyarakat terlibat dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program atau kebijakan.

  7. Akuntabilitas: Menilai seberapa transparan dan bertanggung jawab pemerintah dalam melaksanakan program dan penggunaan anggaran.

Kriteria-kriteria ini penting untuk memastikan bahwa sektor publik dapat beroperasi secara optimal dan memberikan manfaat maksimal kepada masyarakat.

Tantangan dalam Implementasi

Meskipun Perpres No 29 Tahun 2014 memiliki tujuan yang mulia, implementasinya tidak lepas dari tantangan. Beberapa tantangan yang dihadapi antara lain:

  1. Pendanaan: Terkadang, pendanaan yang tersedia tidak mencukupi untuk membiayai semua proyek yang direncanakan. Hal ini dapat menghambat pembangunan infrastruktur yang diharapkan.

  2. Korupsi dan Penyalahgunaan Wewenang: Kasus korupsi dalam proyek-proyek infrastruktur sering kali muncul, yang dapat merugikan negara dan masyarakat. Oleh karena itu, pengawasan yang ketat diperlukan untuk mencegah penyalahgunaan wewenang.

  3. Koordinasi Antar Instansi: Pembangunan infrastruktur melibatkan banyak pihak, termasuk kementerian, lembaga pemerintah, dan pemerintah daerah. Koordinasi yang buruk antar instansi dapat menghambat pelaksanaan proyek.

  4. Masalah Lingkungan: Beberapa proyek infrastruktur dapat berdampak negatif terhadap lingkungan. Oleh karena itu, analisis dampak lingkungan harus dilakukan dengan cermat sebelum pelaksanaan proyek.


Kesimpulan

Perpres No 29 Tahun 2014 merupakan langkah strategis pemerintah Indonesia dalam pengembangan jaringan transportasi nasional. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan konektivitas, mendukung pertumbuhan ekonomi, serta mengurangi kemacetan dan kecelakaan. Implementasi Perpres ini melibatkan berbagai langkah strategis, namun juga dihadapkan pada berbagai tantangan.

Dengan adanya komitmen dari semua pihak, baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat, diharapkan tujuan dari Perpres ini dapat tercapai dan membawa manfaat yang signifikan bagi pembangunan infrastruktur transportasi di Indonesia.

Daftar Pustaka

  1. PPT Kelompok 2 : KATEGORI PENGUKURAN KINERJA
  2. Republik Indonesia. (2014). Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014 tentang Pengembangan Jaringan Transportasi.
  3. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). (2015). Rencana Induk Transportasi Nasional 2015-2035.
  4. Kementerian Perhubungan Republik Indonesia. (2016). Laporan Tahunan Kementerian Perhubungan 2015.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun