Untuk memahami bagaimana ruang publik berfungsi, penting untuk merujuk pada konsep arena (field) Bourdieu. Arena adalah ruang sosial yang memiliki aturan main tertentu di mana individu dan kelompok bersaing untuk kapital. Setiap arena, baik itu di bidang seni, akademik, politik, atau ekonomi, memiliki norma-norma dan nilai-nilai yang diakui sebagai bentuk kekuasaan.
Dalam konteks ruang publik, media massa, lembaga pendidikan, dan ruang politik bisa dianggap sebagai arena di mana berbagai bentuk kapital dipertaruhkan. Misalnya, dalam ruang politik, aktor-aktor yang memiliki kapital ekonomi lebih tinggi (seperti donasi kampanye atau akses ke jaringan elit) akan memiliki peluang lebih besar untuk memenangkan pengaruh. Di sisi lain, dalam ruang akademik, kapital budaya (seperti gelar akademik atau publikasi ilmiah) menjadi modal utama yang menentukan posisi seseorang.
Bourdieu juga menyoroti bahwa setiap arena memiliki hierarki tersendiri. Mereka yang berada di puncak hierarki adalah mereka yang telah mengakumulasi lebih banyak kapital yang sesuai dengan aturan arena tersebut. Dalam hal ini, ruang publik berfungsi sebagai mekanisme reproduksi kekuasaan, di mana kelompok-kelompok dominan dapat terus memperkuat posisi mereka melalui akumulasi kapital yang lebih besar, sementara kelompok-kelompok yang kurang memiliki akses akan tetap berada di posisi yang lebih rendah.
Ruang Publik sebagai Tempat Persaingan
Bourdieu menekankan bahwa ruang publik adalah tempat persaingan untuk kapital. Persaingan ini bisa terjadi secara eksplisit atau implisit, tergantung pada arena tempat individu atau kelompok berada. Dalam arena media massa, misalnya, persaingan dapat terjadi dalam bentuk bagaimana opini dan narasi dikonstruksikan dan disebarkan. Media sebagai bagian dari ruang publik memainkan peran penting dalam membentuk persepsi masyarakat, tetapi akses dan kontrol terhadap media sering kali tidak merata.
Dalam arena politik, aktor-aktor bersaing untuk legitimasi dan kekuatan simbolik yang akan memungkinkan mereka memengaruhi kebijakan publik. Aktor-aktor yang memiliki kapital ekonomi dan sosial yang lebih besar sering kali lebih sukses dalam memenangkan persaingan ini, sementara mereka yang tidak memiliki akses ke sumber daya tersebut akan lebih sulit untuk mendapatkan posisi kekuasaan.
Namun, ruang publik juga bisa menjadi tempat resistensi. Kelompok-kelompok yang merasa terpinggirkan atau tidak diuntungkan oleh struktur kapital yang ada dapat menggunakan ruang publik untuk melakukan protes atau gerakan sosial yang menantang kekuasaan dominan. Misalnya, gerakan sosial seperti feminisme, gerakan lingkungan, atau hak asasi manusia sering menggunakan ruang publik untuk menggalang dukungan dan memengaruhi opini publik. Dalam hal ini, resistensi ini mencoba mengubah aturan main dalam arena dan redistribusi kapital dalam ruang publik.
Praksis Ruang Publik:Â
Studi Kasus
Untuk memberikan contoh konkrit tentang bagaimana ruang publik bekerja dalam praktik, mari kita ambil contoh gerakan mahasiswa di Indonesia yang memperjuangkan demokrasi. Dalam konteks ini, ruang publik mencakup media, kampus, dan jalan raya sebagai arena tempat mahasiswa melakukan aksinya.