Ruang Publik menurut Pierre Felix BourdieuÂ
Bourdieu adalah filsuf yang terkenal dengan komitmennya sebagai 'intelektual publik' hingga akhir hayatnya. Gagasan utamanya terdiri dari "habitus", "modal", "ranah" atau "arena", dan "kekerasan simbolik." Konsep "habitus" Bourdieu dikenal karena kebaruannya yang dapat mengatasi dualisme antara individu dan masyarakat; struktur dan agen;[9] serta objektivisme dan subjektivisme yang disebut juga sebagai strukturalisme genetik atau konstruktivisme strukturalis.[10] Konsep "habitus" Bourdieu dapat digunakan pula sebagai analisis mekanisme dominasi. Dalam pandangannya dominasi tidak lagi diamati hanya dari akibat-akibat luar, melainkan juga dari akibat-akibat yang dibatinkan.[9] Pemikiran Bourdieu juga membangun suatu pandangan sosiologi pada berbagai bidang seperti ekonomi, budaya, politik, dan seni dengan memperhatikan dimensi simbolik yang tidak dibahas dalam tradisi sosiologi klasik Karl Marx; serta mengembangkan pendekatan sosiologi Weber dalam menjelaskan teori mekanisme-mekanisme dominasi.[11] Namun, pemikiran Bourdieu tidak terlepas dari berbagai kritik misalnya penggunaan gaya bahasa yang sulit dimengerti;[12] serta penggunaan analogi pada konsep "habitus" dan "ranah" yang dianggap terlalu menitikberatkan pada determinisme sehingga mereduksi realitas dan mengabaikan dimensi-dimensi lain dalam kehidupan.
Apa itu Ruang Publik Menurut Bourdieu?
Dalam kajian sosiologi modern, konsep ruang publik menjadi salah satu topik penting yang menghubungkan bagaimana individu berinteraksi dalam ruang sosial dan bagaimana kekuasaan serta kapital didistribusikan. Salah satu pemikir yang memberikan kontribusi signifikan terhadap pemahaman ruang publik adalah Pierre Bourdieu, seorang sosiolog Prancis yang mengembangkan konsep-konsep seperti habitus, kapital, dan arena (field).Â
Ruang publik dalam pemikiran Bourdieu dapat dipahami sebagai arena sosial di mana individu dan kelompok saling berinteraksi dan bersaing untuk mendapatkan pengakuan serta kekuatan simbolik. Ruang publik bukan hanya sekadar tempat fisik seperti pasar, media, atau lembaga pemerintahan, tetapi juga mencakup ruang sosial di mana ide-ide, opini, dan nilai-nilai dipertukarkan dan diakui.
Bourdieu mengajukan konsep ini sebagai perluasan dari ide-ide sebelumnya tentang ruang publik yang lebih menekankan pada aspek komunikasi dan dialog (seperti dalam pemikiran Jrgen Habermas). Dalam pemahaman Bourdieu, ruang publik lebih kompleks dan terstruktur berdasarkan distribusi kapital. Individu tidak hanya berkomunikasi secara bebas, tetapi mereka berkompetisi untuk mengakumulasi berbagai bentuk kapital---baik itu kapital ekonomi, sosial, budaya, maupun simbolik---dalam ruang sosial tersebut.
Mengapa Ruang Publik Penting dalam Masyarakat Modern?
Konsep ruang publik sangat penting untuk memahami relasi kekuasaan dan bagaimana struktur sosial bekerja dalam masyarakat modern. Dalam ruang publik, individu dan kelompok tidak hanya berinteraksi secara acak; mereka terikat oleh posisi mereka dalam struktur sosial yang lebih luas, yang ditentukan oleh kapital yang mereka miliki. Mereka yang memiliki kapital budaya lebih tinggi, misalnya, akan lebih mudah untuk mendapatkan pengakuan dalam ruang akademik atau media, sementara mereka yang memiliki kapital ekonomi lebih tinggi akan lebih mendominasi dalam konteks bisnis dan ekonomi.
Bourdieu menekankan bahwa kapital simbolik---yakni kapital yang berasal dari pengakuan sosial dan legitimasi---memiliki peran penting dalam ruang publik. Dalam masyarakat modern, legitimasi sering kali ditentukan oleh kapital simbolik ini. Mereka yang memiliki akses lebih baik ke media atau lembaga pendidikan elit, misalnya, sering kali mendapatkan posisi yang lebih dominan dalam ruang publik karena kapital simbolik mereka yang kuat. Dalam hal ini, ruang publik bukanlah tempat yang netral, tetapi arena yang sangat terstruktur dan cenderung memperkuat ketidakadilan sosial.
Bagaimana Ruang Publik Berfungsi Sebagai Arena?
Untuk memahami bagaimana ruang publik berfungsi, penting untuk merujuk pada konsep arena (field) Bourdieu. Arena adalah ruang sosial yang memiliki aturan main tertentu di mana individu dan kelompok bersaing untuk kapital. Setiap arena, baik itu di bidang seni, akademik, politik, atau ekonomi, memiliki norma-norma dan nilai-nilai yang diakui sebagai bentuk kekuasaan.
Dalam konteks ruang publik, media massa, lembaga pendidikan, dan ruang politik bisa dianggap sebagai arena di mana berbagai bentuk kapital dipertaruhkan. Misalnya, dalam ruang politik, aktor-aktor yang memiliki kapital ekonomi lebih tinggi (seperti donasi kampanye atau akses ke jaringan elit) akan memiliki peluang lebih besar untuk memenangkan pengaruh. Di sisi lain, dalam ruang akademik, kapital budaya (seperti gelar akademik atau publikasi ilmiah) menjadi modal utama yang menentukan posisi seseorang.
Bourdieu juga menyoroti bahwa setiap arena memiliki hierarki tersendiri. Mereka yang berada di puncak hierarki adalah mereka yang telah mengakumulasi lebih banyak kapital yang sesuai dengan aturan arena tersebut. Dalam hal ini, ruang publik berfungsi sebagai mekanisme reproduksi kekuasaan, di mana kelompok-kelompok dominan dapat terus memperkuat posisi mereka melalui akumulasi kapital yang lebih besar, sementara kelompok-kelompok yang kurang memiliki akses akan tetap berada di posisi yang lebih rendah.
Ruang Publik sebagai Tempat Persaingan
Bourdieu menekankan bahwa ruang publik adalah tempat persaingan untuk kapital. Persaingan ini bisa terjadi secara eksplisit atau implisit, tergantung pada arena tempat individu atau kelompok berada. Dalam arena media massa, misalnya, persaingan dapat terjadi dalam bentuk bagaimana opini dan narasi dikonstruksikan dan disebarkan. Media sebagai bagian dari ruang publik memainkan peran penting dalam membentuk persepsi masyarakat, tetapi akses dan kontrol terhadap media sering kali tidak merata.
Dalam arena politik, aktor-aktor bersaing untuk legitimasi dan kekuatan simbolik yang akan memungkinkan mereka memengaruhi kebijakan publik. Aktor-aktor yang memiliki kapital ekonomi dan sosial yang lebih besar sering kali lebih sukses dalam memenangkan persaingan ini, sementara mereka yang tidak memiliki akses ke sumber daya tersebut akan lebih sulit untuk mendapatkan posisi kekuasaan.
Namun, ruang publik juga bisa menjadi tempat resistensi. Kelompok-kelompok yang merasa terpinggirkan atau tidak diuntungkan oleh struktur kapital yang ada dapat menggunakan ruang publik untuk melakukan protes atau gerakan sosial yang menantang kekuasaan dominan. Misalnya, gerakan sosial seperti feminisme, gerakan lingkungan, atau hak asasi manusia sering menggunakan ruang publik untuk menggalang dukungan dan memengaruhi opini publik. Dalam hal ini, resistensi ini mencoba mengubah aturan main dalam arena dan redistribusi kapital dalam ruang publik.
Praksis Ruang Publik:Â
Studi Kasus
Untuk memberikan contoh konkrit tentang bagaimana ruang publik bekerja dalam praktik, mari kita ambil contoh gerakan mahasiswa di Indonesia yang memperjuangkan demokrasi. Dalam konteks ini, ruang publik mencakup media, kampus, dan jalan raya sebagai arena tempat mahasiswa melakukan aksinya.
Habitus mahasiswa: Para mahasiswa mungkin memiliki latar belakang habitus yang berbeda, tetapi pengalaman pendidikan dan kesadaran politik mereka membentuk kecenderungan mereka untuk berpartisipasi dalam ruang publik. Habitus mereka yang kritis terhadap ketidakadilan sosial mendorong mereka untuk menggunakan ruang publik sebagai arena perjuangan.
Kapital mahasiswa: Mahasiswa mungkin memiliki kapital budaya (seperti pendidikan) dan kapital sosial (seperti jaringan organisasi) yang memungkinkan mereka memanfaatkan ruang publik untuk menyampaikan tuntutan mereka. Namun, kapital ekonomi mereka mungkin terbatas, sehingga gerakan mereka lebih mengandalkan kekuatan simbolik dan legitimasi moral.
Arena ruang publik: Dalam kasus ini, ruang publik menjadi arena tempat mahasiswa bersaing untuk pengakuan dan kekuasaan simbolik. Mereka memanfaatkan media dan aksi protes untuk menciptakan tekanan politik terhadap pemerintah, yang kemudian menghasilkan perubahan kebijakan atau setidaknya membuka dialog politik.
Kesimpulan
Pemikiran Pierre Bourdieu tentang ruang publik memberikan pemahaman yang mendalam tentang bagaimana kapital, habitus, dan arena berinteraksi dalam kehidupan sosial. Ruang publik adalah arena di mana persaingan untuk kapital terjadi, baik itu kapital ekonomi, sosial, budaya, maupun simbolik. Dalam ruang ini, individu dan kelompok tidak hanya berinteraksi tetapi juga bersaing untuk mendapatkan pengakuan dan kekuasaan. Sementara itu, ruang publik juga bisa menjadi tempat resistensi terhadap kekuasaan dominan, di mana aktor-aktor yang terpinggirkan dapat menantang struktur yang ada. Dengan memahami dinamika ini, kita dapat melihat bagaimana struktur sosial bekerja dalam kehidupan sehari-hari, dan bagaimana kekuasaan serta legitimasi didistribusikan dalam masyarakat modern.
Daftar Pustaka:
- Bourdieu, Pierre. (1986). The Forms of Capital. In J. Richardson (Ed.), Handbook of Theory and Research for the Sociology of Education. New York: Greenwood Press.
- Bourdieu, Pierre. (1990). The Logic of Practice. Stanford: Stanford University Press.
- Bourdieu, Pierre. (1991). Language and Symbolic Power. Cambridge: Polity Press.
- https://id.wikipedia.org/wiki/Pierre_Bourdieu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H